Untuk mempermudah dalam memahami kitab ‘Idhotun Nasyi'in, peneliti membagi kedalam beberapa pembahasan, yaitu;
Hakikat Perempuan
Perempuan berbeda dengan laki-laki secara dhahirnya, namun perempuan memiliki kewajiban yang sama dengan laki-laki untuk menuntut ilmu. Berikut ini pandangan perempuan menurut Syaikh Musthofa al-Gholayini:
كُلُّ ذَاتٍ صِدَارٍ خَالَة
Artinya; “setiap perempuan yang berkutang adalah seorang bibi (yakni saudara perempuan dari ibu)”.
Maksud dari kata diatas adalah bahwa setiap laki-laki harus memiliki rasa cemburu terhadap setiap perempuan sebagaimana terhadap istrinya sendiri. Dalam hal ini setiap perempuan diibaratkan sebagai saudara perempuan dari ibunya dalam jenis perempuanya. Dari rasa cemburu tersebut mengandung sebuah makna yang dalam, yang mengharuskan seorang laki-laki mempunyai kepedulian yang besar terhadap semua perempuan seperti menjaga, menghormati, melindungi dan memperhatikanya.
Syaikh Musthofa Al-gholayini memberikan pengertian “perhatian” dengan kata “cemburu” bermaksud perhatian secara umum, yaitu tidak hanya menjaga, dan melindungi, tetapi juga menyangkut rasa kepedulian, termasuk kepedulian kepada kaum perempuan memperoleh kesempatan yang sama dalam pendidikan.
Kesetaraan Pendidikan Bagi Perempuan Menurut Syaikh Musthofa Al-gholayini
Syaikh Musthofa Al-gholayini berpendapat;
كَانَتْ حَالَةُ المَرأَةِ الإجْتِمَاعَيَّةُ - وَلَمْ تَزَل - عَلى أَطْوَارِ مُخْتَلِفَة، وَ شَكُولٍ مُتَبَايَنَةٍ، بِالنِّسْبَةَ إلى تَنَوُّعِ إلأزْمِنَةِ و البِيْئَاتِ
Artinya; “Keadaan perempuan dalamlingkungan masyarakat dan sampai saat ini pun masih berbeda-beda sekali tingkat serta penilaian umum terhadap mereka itu, juga berlainan corak anggapannya.”
Cara pandang masyarakat terhadap perempuan terbagi menjadi dua hal. Sebagian masyarakat masih banyak menganggap kaum perempuan tidak memerlukan pendidikan. Perempuan dipandang sebagai perlengkapan keluarga yang bertugas mengurus urusan rumah tangga saja. Cara pandang ini mengatakan bahwa pendidikan untuk perempuan bukanlah suatu yang penting, karena pada dasarnya perempuan akan kembali kepada urusan rumah tangga.
Sebagian ulama berpendapat bahwa perempuan tidak perlu pendidikan, harus menjadi ibu rumah tangga, dan menganggap bahwa hukum karier bagi perempuan di luar rumah adalah terlarang, karena dengan bekerja di luar rumah maka akan ada banyak kewajiban dia yang harus ditinggalkan. Misalnya melayani keperluan suami, mengurusi dan mendidik anak serta hal lainnya yang menjadi tugas dan kewajiban seorang istri dan ibu. Padahal semua kewajiban ini sangat melelahkan yang membutuhkan perhatian khusus. Semua kewajiban ini tidak mungkin terpenuhi kecuali kalau seorang perempuan tersebut memberi perhatian khusus padanya.
Larangan ini didasarkan bahwa suami diwajibkan untuk membimbing istrinya pada jalan kebaikan sedangkan istri diwajibkan mentaatinya. Begitu pula dengan hal dunia laki-laki dan perempuan, maka Islam menjadikan laki-laki di luar rumah untuk mencari nafkah bagi keluarganya, sebagaimana sabda Rasululloh Saw.:
و لهُنَّ عَلَيْكُمْ رَزَقُهُنَّ كَسوَتِهُنَّ بِالمَعرف
Artinya: “Dan hak para istri atas kalian (suami) agar kalian memberi mereka nafkah dan pakaian dengan cara yang ma’ruf.”
Disisi lainnya, tempat perempuan dijadikan di dalam rumah untuk mengurusi anak, mendidiknya, mempersiapkan keperluan suami serta urusan rumah tangga dan lainnya.
Rasululloh Saw. menggambarkan hal ini dalam sabdanya yang mulia :
وَالمَرْأَةُ رَعِيَّةٌ في بَيْتِ زَوْجُهَا و مَسؤُولَة عَنْ رَعيَتُها
Artinya; “Dan wanita/perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.”
Hal senada disampaikan oleh Roqib, bahwa para ulama yang menolak pendidikan perempuan yaitu tidak boleh mengajar perempuan selain agama dan al-Qur’an, dan dilarang mengajarkan menulis. Perempuan yang diberi pelajaran menulis diserupakan dengan ular yang menghirup racun. Pendukung pendapat ini mengambil dasar dari Ali bin Abi Thalib yang menjumpai seorang pria yang sedang mengajarkan menulis kepada seorang perempuan, lalu beliau menegur, “jangan kamu menambah kejahatan dengan kejahatan.” Selanjutnya pendukung pendapat ini meriwayatkan bahwa ‘Umar bin Khatab melarang perempuan belajar menulis. Disamping itu mereka menisbahkan para perempuan dengan kekurangan dari segi akal dan agama, dan kekurangan ini merupakan faktor yang menyebabkan tidak boleh mengajarkan pengetahuan kepada para perempuan.
Namun ada pula sebagian masyarakat menganggap bahwa perempuan juga mempunyai hak untuk belajar. Karena dengan adanya perempuan yang berpendidikan akan menciptakan generasi-generasi yang berpendidikan pula.Cara pandang ini membuka tabir bahwa seorang laki-laki tak akan bisa berjalan sendiri tanpa adanya perempuan. Dalam pengertian lain perempuan merupakan pelengkap bagi laki-laki, seperti halnya langit dan bintang, istri pun merupakan pelengkap bagi suaminya. Pelengkap disini bukan hanya sebatas dhahiriyah saja tetapi merupakan sumbangsih pemikiran dalam menghadapi masalah. Misalnya dalam sebuah keluarga terdapat sebuah masalah yang tidak mungkin suami bisa menyelesaikanya sendiri. Disini tugas seorang istri adalah memberikan pendapat kepada suaminya. Sehingga masalah akan dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pendidikan terhadap kaum perempuan sangatlah penting.
Para ulama yang mendukung memberi pengajaran kepada perempuan dengan menggunakan dalil-dalil dari hadits Nabi Muhammad Saw. yang menganjurkan untuk memberi pengajaran kepada perempuan, sebagian dari hadits tersebut ialah:
حَدثَنَاهِشَام بن عُمَار حَدَثَنا حَفْصٍ بن سُلَيْمَان حدثَنا كَثِير بن شُنْظِير عَن مُحَمّد بن سِيرِين عن أنسبن مالِك قال؛ قال رسول الله صلى الله عليه و سلم؛ طَلَبُ العِلم فَرٍيضَةٌ العلم على كُلِّ مسلمين.
Artinya; "Menuntut ilmu wajib bagi orang Muslim (dan Muslimah)"
Hadits tersebut menjelaskan bahwa menuntut ilmu hukumnya wajib bagi setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan yang beragama Islam.
Dari kedua pendapat di atas, Syeikh Musthofa Al-gholayini lebih cenderung memilih pendapat yang kedua, karena dasar atau dalil yang digunakan lebih jelas, dan masih ada banyak dalil yang lainya yang menganjurkan pendidikan perempuan. Meskipun dalam redaksi matan hadits di atas hanya menyebutkan lafadz Muslimin saja tanpa ada lafadz Muslimat, namun hadits tersebut di tujukan untuk kaum Muslimat juga. Suatu dalil baik itu al-Qur’an ataupun hadis apabila secara dzahir terlihat hanya ditujukan pada seorang laki-laki, itu berarti juga ditujukan atau berlaku pada kaum perempuan juga, selama tidak ada hal-hal yang menandakan penghususan (takhṣīs) pada dalil tersebut di tujukan untuk laki-laki saja atau perempuan saja
Ditambah dari Kitab ‘Idhotun Nasyi’in, bahwa adanya dikotomi terhadap cara pandang tentang perempuan inilah, syaikh Musthoa Al-gholayini memberikan pengertian yang lebih mudah dengan menunjukan peran perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. Syaikh Musthofa Al-gholayini berpendapat;
المَراَةُ لَمْ تُخلَقْ إلَّا لِتَكُونَ و الرَّجُلَ عَامِلِيْنَ في بُسْتَان الحَيَاةِ، بيدَأَنَّ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنهُمَّا عَمَلاخَاصًّا بِهِ، لا يَجْمُلُ بِهِ أن يَتَعَدَّاهـ
Artinya; “Kaum hawa bukan sekali-kali diciptakan oleh Tuhan Maha Pencipta, melainkan agar mereka dengan kaum pria dapat bekerja sama, saling bantu membantu dan tolong menolong dalam kehidupan di dunia yang dapat diibaratkan sebagai suatu perkebunan yang amat luas ini”
Dalam sebuah bagunan, secara umum terdiri dari dinding dan atap. Dinding bertujuan untuk melindungi seisi rumah dari terpaan angin dan benturan, sedangkan atap melindungi dari hujan, dan panas. Kerjasama antara dinding dan atap inilah akan memperkokoh sebuah rumah, begitu pula dalam rumah tangga. Pada hakekatnya seorang laki-laki tak akan bisa menyelesaikan masalah tanpa campur tangan perempuan. Namun campur tangan tersebut harus melihat dari tugas masing-masing.
Syaikh Musthofa Al-gholayini mengibaratkan kerjasama tersebut seperti menanam padi. Tugas dari laki-laki adalah membajak, dan menanam padi, sedangkan tugas perempuan adalah meneliti baik buruknya benih yang akan ditanam, memberikan siraman pada tanaman dan menghilangkan apa saja yang dapat merusak padi tersebut.
Kerjasama dalam menanam padi, bila diibaratkan rumah tangga, maka terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya. Tugas laki-laki adalah berusaha untuk dapat menafkahi seluruh anggota keluarganya. Sedangkan tugas perempuan adalah mengatur dan mengusahakan agar rumah tangganya selalu tampak tertib, rapi, menggembirakan siapa saja yang memasukinya khususnya suaminya sendiri. Selain itu, istri mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anaknya dengan mengenalkan ilmu agama, mengajari akhlak mulia, dan menghindarkan sifat tercela.
Manakala seluruh rumah tangga baik dalam mendidik anaknya, maka akan tercipta generasi-generasi terbaik yang sesuai dengan syariat Islam. Generasi yang baik tersebut akan menciptakan masyarakat yang luhur. Karena pendidikan keluarga merupakan awal dari pergaulan bermasyarakat.
Untuk membentuk rumah tangga yang baik tersebut, kerjasama antara laki-laki dengan perempuan harus tetap terjaga. Syeikh Musthofa Al-gholayini berpendapat;
فَإنْ أهْمَلَ الرَّجُلُ وَجَبَ عَلَيْهِـ أَو جَاوَزْتَ المَرْأةُ مَا خُلِقَتْ لَه، اَو قَصَّرَت عَنْهُ، فَسَدَ نِظَامُ الأسْرَة، وَ تَثَلَّمَ رُكْنُ الحَيَاةِ البَيْتِيّةِ، فَكَانَ مِنْ جَرَّاء ذَالِك الفَتُّ في عَضُدِ الأمَّةِ و الكَسْرُ في سَاعِدِ الوَطْنِـ
Artinya: “Demikian yang semestinya berjalan secara bersamaan antara golongan kaum suami dengan istri-istrinya. Maka dari itu sekiranya kaum lelaki tidak lagi mengindahkan apa yang menjadi tugas kewajibanya, atau seorang istri sudah melampaui batas ketentuanya untuk tugas apa mereka itu diciptakan, atau golongan istri itu melalaikan serta melengahkan apa yang telah menjadi tugas kewajibanya, maka dengan sendirinya ketertiban kekurangan pasti terpengaruh juga”.
Dari keterangan diatas, dapat dipahami bahwa antara laki-laki dengan perempuan memang tidaklah bisa berjalan sendiri-sendiri. Mereka mempunyai tugas dan kewajiban masing-masing, dan tugas dan kewajiban tersebut saling melengkapi antara satu sama lain. Maka dari itu laki-laki dan perempuan harus tetap berjalan beriringan sesuai kodratnya untuk menciptakan generasi terbaik untuk masa depan. Syaikh Musthofa Al-gholayini berpendapat;
وَلا رَيبَ أَنَّ سَعَادَة النَشْءِ- وَهُم عَمَادُ الامَةِ - أكْثَرُ مَا تَكُونُ بِالمَرأةِ.
Artinya; “Kita semua pasti tidak akan ragu-ragu lagi bahwa letak kebahagiaan tunas bangsa yang baru akan tumbuh menjadi kaum remaja , pemuda, dan pemudi yang nantinya akan menjadi tiang utama negara adalah sebagian besar ada ditangan ibu”.
Syaikh Musthofa Al-gholayini memberikan pengertian bahwa perempuan adalah tiang negara. Sebab maju atau runtuhnya sebuah negara tergantung dari kaum perempuan, karena perempuan merupakan awal dari pendidikan anak-anaknya. Dengan adanya kaum perempuan yang berpendidikan, maka akan menciptakan anak-anak yang berpendidikan pula.
Seorang anak akan lebih dekat dengan ibunya daripada dengan bapaknya. Oleh karena itu dengan adanya contoh dan teladan yang baik dari seorang ibu, secara langsung akan menjadi contoh untuk anaknya. Oleh karenanya pendidikan terhadap perempuan menurut Syeikh Mustafa Al-ghalayini sangat penting, hal ini bukan semata-mata untuk mengungguli kaum laki-laki, tetapi sebagai pendamping yang mampu melengkapi kinerja kaum laki-laki.
Dalam pendidikan, sebagaimana yang di jelaskan dalam buku Membumikan al-Qur’an, Rasulullah Saw. tidak hanya membatasi kewajiban belajar hanya kepada perempuan-perempuan merdeka saja (yang memiliki status sosial tinggi), tetapi juga para budak belian dan mereka yang berstatus sosial rendah. Karena itu, sejarah mencatat sekian banyak perempuan yang tadinya budak belian kemudian mencapai tingkat pendidikan yang sangat tinggi.
Rasulullah Saw. juga tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam hal keleluasan belajar. Hal tersebut sesuai dengan hadis beliau yang artinya;
Dari Abī Sa’īd: Telah datang seorang perempuan kepada Rasulullah Saw., lalu ia berkata: Ya Rasulallah kaum laki–laki telah pergi dengan memperoleh hadis darimu, maka perkenankanlah bagi kami darimu suatu hari yang kami datang dan engkau mengajarkan kami di dalamnya dari apa yang telah diajarkan SWT padamu. Maka Rasulullah bersabda: ”Berkumpulah kalian dihari ini dan di tempat ini”, maka Rasulullah Saw. mendatangi mereka dan mengajarkan pada mereka dari apa yang telah diajarkan Allah SWT padanya. Kemudian ia bersabda” Tidaklah seorang perempuan dari kalian yang telah wafat darinya tiga orang anak kecuali mereka akan menjadi hijab di Neraka. Seorang perempuan bertanya Ya Rasulallah Saw. jika dua? Maka dia mengulangi pertanyaan itu dua kali , maka Rasulullah Saw. bersabda: dan dua, dan dua, dan dua.
Pada hadits di atas menjelaskan bahwa perempuan juga memiliki hak dalam pendidikan. Ada seorang perempuan yang mendatangi Rasulullah Saw. minta untuk diajari ilmu seperti Rasulullah Saw. dalam memberikan pengajaran kepada seorang laki-laki.
Di dalam buku yang berjudul “Membaca Perkembangan Wacana Hak Asasi Manusia” dijelakan berbagai macam hak yang harus didapat bagi semua manusia, salah satunya yaitu setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pendidikan dan pengajaran. Maksudnya adalah semua manusia berhak mendapatkan pendidikan baik itu laki-laki maupun perempuan.
Perempuan dalam berbagai zaman
Syeikh Musthofa Al-gholayini berkata;
و بَعدُ؛ فَإنَّ جَماهيرَ نِساءِ الشَّرق اليَوْمِ. وَقَبْلَ بِضع مئاتٍ مِن السِنِيْن، قَد أُهمَلَتْ كالسَّوائمـ فَفَد ظَنَّ الرِّجال أَنَّ المَرإةَ اٰلةٌ فى أيْديْهِم، يُدِرُونها كيفَ شاؤُوا، زَاعِمينَ انَّها لم تُخْلَق إلا لتكون أَسيِرًا أو مَملوكةـ واهتَضَمُوا مالِها من الحُقُقٍ الشّرعِيَّةِ والطَّبيعِيَّة، و حَرموها التََّعليْم والتَّربية.
Artinya; persoalan-persoalan yang berhubungan dengan kerumah tanggaan kiranya cukup sampai disini saja. Untuk selanjutnya marilah kita menengok sekedarnya perihal hal-ihwal kaum perempuan khususnya dari golongan-golongan perempuan-perempuan bangsa timur dahulu sampai sekarang.
Syeikh Musthofa Al-gholayini berkata;
وقَد شَعَر الشرَّقُ اليْومَ بِذَالك الضَّعفِ والنَّقْصِ، فنهضَ فيه بَعضُ
مِن هداهُمُ اللهُ الصٍراط المُستَقِيم. وانصرَفَت هِممُهُم إلى تَعليم البَنَاتِ و تَهذِيبِهنَّ.
Artinya; kebanyakan kaum perempuan timur, sebelum berapa ratus tahun yang lampau - tetapi di sebagian negara pun masih tetap berjalan - yaitu bahwa anggapan masyarakat terhadap mereka itu hampir sama saja dengan anggapan masyarakat terhadap binatang ternak yang tidak berakal.
Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa zaman dahulu kaum perempuan di wilayah timur masih dianggap sebagai hewan yang tidak berakal. Mereka masih diperlakukan semena-mena sekehendak laki-laki. Kaum perempuan itu semata-mata hanyalah alat bagi kaum laki-laki yang memilikinya, sama halnya dengan ladang, rumah, dan benda-benda lainnya. Jadi boleh diperbuat dan diperintahsekehendak hati kaum laki-laki. Dari hal tersebut dapat dipahami bahwa keadaan perempuan tergantung dari suaminya. Bila suaminya behati kasih sayang, maka hidup mereka akan hidup bahagia. Tetapi bila suaminya kasar budi pekertinya, maka hidup perempuan akan menderita.
Sebelum datang Islam, kebanyakan umat manusia memandang rendah kaum perempuan. Jangankan memuliakannya, menganggapnya sebagai manusia saja tidak. Orang-orang Yunani menganggap perempuan sebagai sarana kesenangan saja. Orang-orang Romawi memberikan hak atas seorang ayah atau suami menjual anak perempuan atau istrinya. Orang Arab memberikan hak atas seorang anak untuk mewarisi istri ayahnya. Mereka tidak mendapat hak waris dan tidak berhak memiliki harta benda. Hal itu juga terjadi di Persia, Hindia dan negeri-negeri lainnya.
Orang-orang Arab ketika itu pun biasa mengubur anak-anak perempuan mereka hidup-hidup tanpa dosa dan kesalahan, hanya karena ia seorang perempuan. Allah berfirman dalam surah An Nahl,
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُم بِٱلۡأُنثَىٰ ظَلَّ وَجۡهُهُۥ مُسۡوَدّٗا وَهُوَ كَظِيمٞ ٥٨ يَتَوَٰرَىٰ مِنَ ٱلۡقَوۡمِ مِن سُوٓءِ مَا بُشِّرَ بِهِۦٓۚ أَيُمۡسِكُهُۥ عَلَىٰ هُونٍ أَمۡ يَدُسُّهُۥ فِي ٱلتُّرَابِۗ أَلَا سَآءَ مَا يَحۡكُمُونَ ٥٩ لِلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡأٓخِرَةِ مَثَلُ ٱلسَّوۡءِۖ وَلِلَّهِ ٱلۡمَثَلُ ٱلۡأَعۡلَىٰۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ ٦٠
Artinya: Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat yang buruk; dan Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana,(QS. An Nahl : 58-60)
Dari ayat diatas menggambarkan tentang kehidupan masyarakat kaum jahiliyah. Mereka mengubur anak-anak perempuan mereka, sebagian mereka langsung menguburnya setelah hari kelahirannya, sebagian mereka menguburnya setelah ia mampu berjalan dan berbicara. Yaitu ketika anak-anak perempuan mereka sudah tidak bisa lagi disembunyikan. Ini semua adalah diantara perbuatan terburuk orang-orang jahiliyyah. Mereka terbiasa dengan perbuatan ini dan menganggap hal ini sebagai hak seorang ayah, maka seluruh masyarakat tidak ada yang mengingkarinya.
Bertolak dari masa jahiliyyah, Syeikh Musthofa Al-gholayini berpendapat;
إنَّ ما تَرَوُنَه من انحِطَاطِ الجماعات، إن هَوَناشِيءٌ الا من انحطاطِ المَرأةِ وجهِلِها و فسادتز بيتِها. فَعلِّمُوا البناتِ، وَ تَستحوِذُوا على الباَقِياتِ الصَّالحات.
Artinya; Syukurlah bahwa sebagian besar dari ummat timur kini merasakan adanya kelemahan dan kekurangan yang disebabkan kurang penghargaanya kaum pria terhadap kaum perempuan itu. Mereka sudah sadar dari kelalaianya dan sebagian besar juga sudah bangun untuk membetulkan kekeliruan itu. Mereka itulah yang telah mendapatkan petunjuk Tuhan untuk menuju ke jalan yang lempang dan lurus dari ridhoNya.
Masyarakat bangsa timur menyadari bahwa tanpa adanya kaum perempuan, maka kehidupan umat manusia akan punah. Tidaklah mungkin bagi kaum laki-laki untuk hamil, dan melahirkan. Oleh karena itu untuk menjaga kelestarian manusia, perempuan memegang peranan penting untuk menjaga kelangsungan hidup umat manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar