BAB I
LANDASAN SEJARAH
Sejarah Yaitu; keadaan
masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang dapat didasari oleh
konsep-konsep tertentu. ( Sejarah mencakup segala kejadian dalam alam ini,
termasuk hal-hal yang dikembangkan oleh budi daya manusia. Sejarah penuh dengan
informasi yang mengandung kejadian-kejadian, model-model, konsep-konsep,
teori-teori, praktek-praktek, moral, cita-cita, bentuk dll.)
Sejarah pendidikan merupakan bahan perbandingan
untuk memajukan pendidikan suatu bangsa.
- SEKILAS SEJARAH PENDIDIKAN DUNIA
Umur sejarah pendidikan
dunia sudah panjang; mulai dari zaman Hellenisme, zaman pertengahan (zaman
humanisme/renaissance), serta zaman reformasi/ kontra reformasi. Pada zaman ini
pendidikan belum banyak memberikan konstribusinya, sehingga tidak banyak yang
diuraikan, pendidikan pada zaman ini masih banyak berkiblat pada dunia ide,
dunia surga, atau akhirat. Pendidikan zaman ini
dikategorikan pendidikan masa kuno.
Pendidikan
menuju zaman modern
Pembahasan pendidikan
menuju zaman modern ini, ditandai dengan munculnya zaman, paham atau
aliran-aliran sebagaimana berikut :
I.
ZAMAN REALISME ( Mulai abad ke- 17 )
Pendidikan
mulai menunjukkan eksistensinya sejak zaman Realisme. Zaman realisme ini
pendidikan mulai diarahkan kepada dunia dan bersumber dari keadaan di dunia
pula.
Gerakan
pada zaman realisme ini didorong oleh berkembangnya “ilmu pengetahuan alam”
seperti penemuan-penemuan baru dalam
ilmu falak, tentang planet-planet dan bumi mengitari matahari serta
penemuan-penemuan daerah baru dalam mengelilingi dunia. Zaman realisme ini
dikatakan zaman kebangkitan ilmu.
Tokoh-tokohnya
:
1.
Francis Bacon ( yang mengembangkan
methode induktif )
Pendapat
Bacon yaitu :
1.
Dalam menemukan dan mengembangkan pengetahuan, pandangan harus
diarahkan kepada realita alam ini serta hal-hal praktis yang ada didalamnya.
2.
Alam lingkungan adalah sumber pengetahuan yang bisa didapat lewat
alat-alat indra.
3.
Menggunakan metode berfikir induktif.
4.
Bila memungkinkan dapat mengembangkan pengetahuan dengan eksperimen-eksperimen.
5.
Penggunaan bahasa daerah lebih diutamakan.
Prinsip pendidikan yang
dikembangkan Bacon adalah sebagai berikut :
1.
Pendidikan lebih dihargai daripada pengajaran sebab mengembangkan semua
kemampuan manusia.
2.
Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri.
3.
Penanaman pengertian lebih penting daripada hafalan
4.
Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak
5.
Pelajaran harus diberikan satu per Satu
6.
Pengetahuan diperoleh dengan metode induksi
7.
Semua anak harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar.
2. Johann Amos Comenius
Tokoh ini
terkenal karena bukunya yaitu :
1. Janua Linguarum
Reserata ( pintu terbuka bagi bahasa ) th. 1631
2. Didactica Magna (
Buku didaktik yang besar ) th. 1632
3. Orbis Pictus (
Gambar dunia ) th. 1651.
Pandangan
Aliran Realisme:
1.
Anak-anak harus belajar dari alam
2.
Belajar dengan metode induktif
3.
Mementingkan aktifitas
4.
Mengutamakan pengertian
5.
Ekspresi kata untuk menyatakan pengertian menjadi penting
6.
Belajar melalui bahasa ibu
7.
Belajar dibantu oleh gambar
8.
Materi dipelajari satu demi satu dari yang mudah ke yang sukar.
9.
Pelajaran disesuaikan dengan anak
10. Pendidikan bersifat
demokratis yaitu untuk semua anak.
II.
PAHAM RASIONALISME ( Abad ke 18 )
Tokohnya : John Locke
Aliran ini
bertujuan memberikan kekuasaan bagi manusia untuk berfikir sendiri dan
bertindak untuk dirinya. Karena itu latihan-latihan sangat diperlukan untuk
memperkuat akal/ rasio, maka aliran ini juga disebut Disiplinarianisme.
Teorinya
yang terkenal adalah teori Tabularasa atau “a blank sheet of paper”; mendidik
adalah menulisi kertas putih itu. Manusia tidak mewarisi pengetahuan, tetapi
membentuk pengetahuannya sendiri.
Proses
belajar menurut John Locke ada 3 langkah :
1.
Mengamati hal-hal yang ada diluar diri manusia
2.
Mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan
3.
Berfikir yaitu mengolah bahan-bahan yang telah diperoleh tadi,
ditimbang-timbang untuk diri sendiri.
III.
ALIRAN NATURALIS ( abad ke 18 )
Munculnya
aliran Naturalis sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalis. Tokohnya adalah JJ. Rousseau. Naturalisme menentang
kehidupan yang tidak wajar sebagai akibat dari Rasionalisme, seperti gaya hidup yang
diperhalus, cara hidup yang dibuat-buat sampai dengan korupsi. Anak-anak
dipandang sebagai orang dewasa yang kecil. Naturalisme menginginkan
keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati. Dalam pembaharuan pendidikan
Rousseau menulis buku dengan judul Emile.
Menurut
Rousseau ada 3 asas mengajar yaitu :
1.
Asas pertumbuhan; pengajaran harus
memberikan kesempatan untuk anak-anak bertumbuh secara wajar dengan cara
mempekerjakan mereka, sesuai dengan kebutuhan-kebutuhnannya.
2.
Asas aktivitas; melalui bekerja
anak-anak akan menjadi aktif, yang akan memberikan pengalaman, yang kemudian akan
menjadi pengetahuan mereka.
3.
Asas individualitas; dengan cara
menyiapkan pendidikan sesuai dengan individualitas masing-masing anak, sehingga
mereka berkembang menurut alamnya sendiri.
IV.
ZAMAN DEVELOPMENTALISME
Penganut
aliran ini memandang proses pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa.
Karena itu aliran ini disebut juga gerakan psikologis dalam pendidikan.
Pendididikan adalah suatu proses perkembangan yang berlangsung dalam setiap
individu.
Tokoh aliran ini adalah
: Pestalozzi, Johann Fredrich Herbart,
Friedrich Wilhelm Frobel di Jerman dan Stanley
Hall di AS.
a.
Pestalozzi;
Tujuan
pendidikan Pestalozzi adalah meningkatkan derajat social seluruh umat manusia.
Untuk mencapai hal itu terlebih dahulu perlu diangkat derajat individu dengan
mengembangkan semua aspek individunya yaitu; otak, tangan dan hati mereka. Agar
upaya ini berhasil perlu mengetahui hukum-hukum perkembangan
anak. Hakaekat pendidikan Pestalozzi; pendidikan bersifat kontinyu, wajar dan
spontan.
Dasar metodenya adalah aktivitas anak yang
terdiri dari :
1.
Impression atau pengamatan, bukan
saja lewat panca indra, tetapi juga mencakup unsur emosional
2.
Ekspresi dalam bentuk bahasa,
benda-benda, bilangan atau hitungan dan moral.
b.
Herbart
Tujuan
pendidkannya ialah; membentuk watak susila, melalui pengembangan minat yang
seluas-luasnya.
Dasar teori pendidikan
Herbart adalah psikologi Asosiasi atau psikologi tanggapan.
Ada 5 langkah dalam proses
belajar-mengajar, yaitu:
1.
Persiapan; anak-anak dipersiapkan
untuk menerima pelajaran
2.
Presentasi; dimulai dari kongkret
agar anak mendapat tanggapan-tanggapan yang jelas terang dan kuat.
3.
Asosiasi; dilakukan dengan cara
mengintegrasikan pengetahuan baru dengan yang lama.
4.
Generalisasi; hubungan pengetahuan
baru dengan yang lama benar-benar agar membentuk sesuatu yang baru pula dalam benak
anak-anak.
5.
Aplikasi; pembentukan
pengetahuan-pengetahuan baru itu perlu diuji atau dites, untuk mengetahui
apakah anak-anak sudah mampu mengaplikasikan pengetahuan itu apa belum.
c.
Frobel
Kalau
Herbart mengembangkan minat yang luas untuk mencapai kesusilaan, maka Frobel
mengembangkan semua kapasitas dan kekuatan yang laten pada anak-anak. Frobel
yakin anak-anak dilahirkan sudah berbekal potensi-potensi. Tujuan pendidikannya
adalah mengembangkan semua potensi itu agar menjadi actual. Perkembangan
manusia adalah sama dengan perkembangan alam, mulai dari kuncup menjadi mekar.
Tujuan
akhir pendidikan Frobel adalah mencapai integritas diri dengan alam atau kosmos
ini, sesuai dengan kehendak Tuhan penciptanya. Manusia perlu dikembangkan agar
mencapai kedudukan yang cocok di jagat raya ini.
d.
Stanley Hall.
Tujuan
pendidikan Stanley Hall adalah mengembangkan semua kekuatan-kekuatan yang ada
sehingga memperoleh kepribadian yang harmonis. Hall berpendapat bahwa kehidupan
mental dan kehidupan fisik berjalan parallel. Tingkat-tingkat perkembangan
mental anak mengikuti tingkat-tingkat perkembangan mental jenis manusia. Maka
untuk dapat mengembangkan mental anak dengan baik, perlu mempelajari
perkembangan mental jenis manusia
( dalam sejarah manusia ).
Isi dan
urutan pendidikan disesuaikan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak;
1.
Latihan bagian-bagian fisik
2.
Latihan alat-alat indra, dengan memberi kesempatan mengobservasi segala
sesuatu dilapangan sampai menimbulkan imajinasi.
3.
Latihan-latihan ingatan untuk mendapatkan kebiasaan-kebiasaan agar bisa
mengintegrasikan diri di masyarakat.
4.
Latihan untuk menghargai dan memahami seluruh isi alam dan manusia.
Dari keempat pendapat
tokoh pendidik Developmentalisme dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Mengaktualisasi semua potensi anak yang masih laten, membentuk watak
susila dan kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat sosial
manusia.
2.
Cara untuk mewujudkan tujuan di atas adalah :
a.
Dengan perkembangan yang dikontrol
b.
Dengan membentuk tanggapan-tanggapan yang jelas sehingga membentuk
asosiasi pada jiwa anak.
c.
Dengan mengembangkan insting, menempa anak sebelum kaku.
d.
Melalui impresi indra dan emosional menjadi ekspresi pengetahuan dan moral.
3.
Pengembangaan itu dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan
anak.
V.
ZAMAN NASIONALISME ( Abad 19 )
Paham ini
muncul sebagai upaya membentuk patriot-patriot bangsa, mempertahankan bangsa
dari imperialis, antara lain perang-perang yang dilakukan oleh Kaisar Napoleon.
Asal-usul bangsa di Eropa ini di-mulai dari munculnya orang-orang bebas/
golongan III, yang dimanfaatkan oleh bangsawan menentang kekuasaan gereja.
Akhir abad ke-18 negara-negara nasional telah berdiri, dengan
persaingan-persaingan dalam industri dan perdagangan. Lalu timbul pula niat
untuk mencari daerah lain karena kemakmuran dan kesehatan serta penduduk
bertambah, maka terjadilah perang antar-bangsa.
Tokoh-tokoh
antara lain : La Chalotais di
Perancis, Fighte di Jerman, dan Jefferson di Amerika Serikat. Tujuan
pendidikan mereka adalah untuk menjaga, memperkuat dan mempertinggi kedudukan
negara. Yang diutamakan adalah :
1.
Pendidikan sekuler
2.
Pendidikan jasmani
3.
Pendidikan kejuruan
Untuk
menyukseskan pendidikan tersebut di atas dibutuhkan materi pelajaran sbb;
1.
Bahasa dan kesusastraan nasional
2.
Pendidikan kewarganegaraan
3.
Lagu-lagu kebangsaan
4.
Sejarah negara
5.
Geografi negara
6.
Pendidikan jasmani
Lembaga
pendidikan yang berstatus negeri terutama sekolah umum mulai mendominasi
sekolah-sekolah swasta. Di beberapa negara muncul wajib belajar. Dan di Jerman
oleh Hitler, di Italia oleh Mussolini, dimana pendidikan nasional
juga digerakkan di luar sekolah. Akibat negatif pendidikan ini adalah
muncul Chaufinisme di Jerman, yaitu
kegilaan terhadap tanah air, yang menimbulkan bencana Perang Dunia I.
VI.
ALIRAN LIBERALISME DAN POSITIVISME
Terjadi pada abad ke-19. Bukti-bukti
terjadinya LIBERALISME antara lain;
sekolah-sekolah di pakai alat untuk memperkuat kedudukan penguasa pemerintahan.
Siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang kuasa, yang kemudian mengarah
ke Individualisme. Pemerintah yang mayoritas tidak menghiraukan yang minoritas.
Dalam bidang ekonomi; dipelopori Adam Smith, muncul prinsip kemerdekaan
untuk berusaha sehingga timbul perusahaan-perusahaan raksasa yang membunuh
perusahaan-perusahaan kecil.
Sementara
itu POSITIVISME di bawah tokohnya
August Comte, hanya percaya kepada
kebenaran yang dapat diamati oleh panca indra. Akibatnya kepercayaan terhadap agama semakin lemah.
VII.
ALIRAN SOSIAL DALAM PENDIDIKAN
Sebagai
reaksi terhadap dampak liberalisme, positivisme dan individualisme, muncul
aliran sosial dalam pendidikan pada abad ke-20. Tokohnya yaitu; Paul
Natorp dan George Kerschensteiner di Jerman serta John Dewey di Amerika
Serikat.
Para tokoh ini berpendapat bahwa masyarakat mempunyai arti yang lebih
esensial daripada individu.
1.
Paul Natorp; mengatakan bahwa
individu itu ibarat atom-atom, yang tidak mempunyai arti bila tidak berwujud
benda. Begitu pula individu sebenarnya tidak ada, sebab individu adalah suatu
abstraksi saja dari masyarakat. Karena itu sekolah
harus diabdikan kepada tujuan-tujuan sosial.
2.
Bagi George Kerschensteiner; sosial sama dengan anggota masyarakat atau warga negara. Negara
adalah bentuk tertinggi kehidupan bersama. Maka tugas yang paling utama bagi
manusia adalah :
Ø
Melakukan suatu pekerjaan (jabatan-vak).
Ø
Bekerja untuk kepentingan orang banyak (mensusilakan jabatan)
Ø
Dengan bekerja, orang akan menyempurnakan pergaulan dalam negara.
Untuk
merealisasikan tugas di atas Kerschensteiner
mendirikan sekolah kerja untuk membentuk :
1.
Watak baik yang mencakup :
a.
Kemauan yang kuat
b.
Perasaan yang halus
c.
Kesanggupan menimbang-nimbang dengan intelek
d.
Kesan-kesan mendalam.
2.
Kemampuan bekerja
Perlengkapan/ wujud
sekolahnya antara lain berisi ruang-ruang kerja tertentu, bengkel-bengkel,
kebun-kebun, dsb. Pelajaran yang diberikan sebagian bersifat teori dan sebagian
lagi bersifat praktek/ bekerja.
3.
John Dewey; terkenal dengan
buku-bukunya yakni :
1.
The School and Society (tujuan sosial dan sekolah)
2.
How we think (mengenai alasan-alasan psikologis atas metodiknya).
Dewey
berpendapat bahwa segala sesuatu harus ditimbang menurut kegunaan praktisnya
bagi kehidupan sosial.
Sedang proses belajar
mengajar menurut dia mempunyai dua aspek, yaitu :
a.
Aspek psikologis; pengajaran disesuaikan dengan perkembangan
anak. Karena jiwa anak dinamis dan aktif, maka pelajaran harus dapat
menyalurkan dinamika mereka dalam bentuk belajar lewat kegiatan-kegiatan
tertentu.
b.
Aspek sosiologis; sekolah harus dapat menggantikan peranan
sosialisasi keluarga, sebab ibu-ibu banyak yang bekerja. Anak-anak perlu diberi
kesempatan belajar sambil bergaul dan bekerja.
Pandangan
ketiga tokoh di atas, tentang pendidikan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Masyarakat lebih penting daripada individu.
2.
Yang dicari dan dipelajari adalah kebenaran pragmatis, yaitu yang dapat
meningkatkan kehidupan manusia pada umumnya.
3.
Perlu didirikan sekolah kerja dengan perlengkapan-perlengkapan bekerja.
4.
Dengan metode belajar mengaktifkan anak.
5.
Anak-anak belajar sambil bergaul dan bekerja
6.
Tujuan pendidikan adalah membentuk watak susila, paham akan teori-teori,
dan dapat bekerja di masyarakat.
VIII.
PAHAM AHLI PENDIDIK ABAD KE- 20 YANG LAIN
Ahli pendidik lain yang
terkenal pada abad ke-20 adalah : Maria Montesori, Ovide Decroly dan Hellen
Parkhurst.
·
Montesori : dikenal dengan pendidikan bebas, dengan semboyan
“mendidik dalam kebebasan untuk kebebasan”. ( anak-anak belajar melalui
aktivitas tertentu secara individual).
·
Decroly : dikenal dengan
system globalisasi dan pusat-pusat minatnya. Metode global dalam menulis dan
membaca, suatu proses belajar berdasarkan pengamatan dan tanggapan. Pusat-pusat
minat yang akan menjadi suatu unit belajar, berkisar pada lingkungan dan
kebutuhan dasar kehidupan, seperti; makanan, pakaian, perlindungan dan
pekerjaan. Pelajaran-pelajaran yang berbentuk unit dijabarkan dari pusat-pusat
minat ini.
·
Hellen Parkhurst : dikenal orang dengan
nama System Dalton. Pendidikan bersifat individual,
boleh memilih sendiri pelajaran-pelajaran yang disenangi untuk didahulukan,
berinisiatif sendiri, dan bekerja mengikuti kecepatan sendiri. Pelajaran
klasikal hanya untuk membicarakan kesalahan umum, pendidikan jasmani dan seni
suara. Tiap-tiap pelajaran memiliki ruang tersendiri dengan guru spesialis.
Pelajaran dalam bentuk tugas-tugas bulanan. Setiap tugas dilengkapi dengan
buku-buku dan alat-alat yang harus dipakai.
Pandangan
ketiga tokoh pendidikan terakhir ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Pendidikan bersifat individual mengikuti masa peka anak masing-masing
dengan berbagai alat peraga.
2.
Metode global dalam membaca dan menulis
3.
Pelajaran bersumber dari pusat-pusat minat di sekitar kehidupan
manusia.
4.
Pelajaran dalam bentuk tugas-tugas, sebagai cikal bakal pelajaran
modul.
5.
2. SEKILAS SEJARAH PENDIDIKAN INDONESIA
Pendidikan di Indonesia pada zaman sebelum kemerdekaan dapat digolongkan ke
dalam tiga periode, yaitu; 1) pendidikan yang berlandaskan ajaran
keagamaan; 2) pendidikan yang berlandaskan kepentingan penjajah; 3) pendidikan
dalam rangka perjuangan kemerdekaan.
Pendidikan yang berlandaskan ajaran keagamaan meliputi; (1) pendidikan pada
zaman keemasan Hindu-Budha yang berlangsung antara abad ke-4 hingga abad ke-16
M.; (2) pendidikan pada masa berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara
antara abad ke-13 hingga masa penjajahan Belanda; dan (3) pendidikan Katholik
yang dibawa serta oleh penjajah Portugis pada abad ke-16 yang disusul dengan
pendidikan Kristen Protestan yang dibawa oleh penjajah Belanda.
Pendidikan yang berlandaskan kepentingan penjajah di Indonesia meliputi
empat zaman, yaitu; (1) zaman VOC (Vereenigde
Oost Indische Compagnie); (2) zaman kolonial Hindia-Belanda sebelum abad
ke-20; (3) zaman kolonial Belanda; (4) zaman pendudukan Jepang.
Pendidikan dalam rangka perjuangan kemerdekaan ditandai oleh munculnya
gerakan pendidikan yang dipelopori oleh Muhammadiyah, Perguruan Taman Siswa,
INS Kayutanam, Pendidikan Ma’arif, dan perguruan Islam lainnya.
Pada masa awal perkembangannya, pendidikan di Indonesia sangat kental
diwarnai oleh pendidikan yang berbasis agama yang meliputi; agama Hindu-Budha,
Islam, Katholik dan Kristen Protestan. Pendidikan berbasis ajaran Hindu-Budha
berkembang bersamaan dengan masa kejayaan kerajaan-kerajaan Hindu-Budha. Begitu
juga pendidikan berbasis ajaran Islam berkembang sejak berkembangnya
kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara yang terus bertahan di masa penjajahan
Belanda dengan berdirinya Muhammadiyah, Ma’arif, dan perguruan Islam lainnya.
Pendidikan pada zaman penjajahan Belanda diarahkan untuk kepentingan
penjajah melalui penyediaan tenaga-tenaga terdidik dan terampil yang akan digunakan oleh pemerintah kolonial.
Sistem persekolahan didasarkan atas golongan masyarakat dan status sosial.
Barulah setelah era yang dikenal Politik Etis, pendidikan lebih “terbuka” bagi
orang-orang Indonesia dari luar golongan ningkrat dan china
Meskinpun masa berkuasanya di Indonesia sangat singkat, pemerintah
pendudukan Jepang membuat perubahan-perubahan besar dalam pendidikan di
Indonesia. Perubahan dimaksud antara lain menjadikan bahasa Indonesia sebagai
bahasa pengantar di sekolah, membuka akses bagi semua golongan masyarakat untuk
memasuki pendidikan, dan mendirikan sekolah menengah umum dan kejuruan serta
sekolah tinggi yang masih bertahan pada zaman kemerdekaan.
Pada waktu bangsa Indonesia berjuang merintis kemerdekaan, ada tiga tokoh
pendidikan sekaligus pejuang kemerdekaan, yang berjuang melalui pendidikan.
Mereka membina anak-anak dan para pemuda melalui lembaganya masing-masing untuk
mengembalikan harga diri dan martabatnya yang hilang akibat penjajahan Belanda.
Tokoh-tokoh itu antara lain;
1. Mohamad Syafei
Mohamad
Syafei mendirikan sekolah INS (Indonesisch Nederlandse School) di Sumatra Barat
pada tahun 1926. Sekolah ini lebih dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam.
Maksud utama Syafei adalah mendidik anak-anak agar dapat berdiri sendiri atas
usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka. Dengan berdirinya sekolah ini berarti
ia menentang sekolah-sekolah Hindia Belanda yang hanya menyiapkan anak-anak
untuk menjadi pegawai-pegawai rendah mereka saja.
2. Ki Hajar Dewantara
Ki
Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta pada tahun 1922, yang
sifat, sistem dan metode pendidikannya diringkas ke dalam empat kemasan, yaitu;
a. Asas Taman Siswa, yaitu:
1. Kemerdekaan individu untuk mengatur diri sendiri, ini dibatasi oleh kepentingan
umum
2. Kemerdekaan dalam berfikir, mengembangkan perasaan dan kemauan melakukan sesuatu
3. Kebudayaan sendiri
4. Kerakyatan
5. Hidup mandiri
6. Hidup sederhana
7. Mengabdi kepada anak, semua kegiatan yang dilakukan adalah untuk
kepentingan perkembangan anak-anak.
Asas Taman Siswa dirumuskan pada tahun 1922 yang sebagian besar merupakan
asas perjuangan untuk menentang penjajah Belanda pada waktu itu.
b. Panca Darma, yaitu; 1) Kemanusiaan, 2) Kebangsaan, 3) Kebudayaan, 4) Kodrat
alam, dan 5) Kemerdekaan/kebebasan
c. Adat Istiadat, yaitu berupa
peraturan yang tidak tertulis. Adat menurut mereka dapat menghidupkan batin
manusia dan dapat mendekatkan jarak antara guru dengan siswa.
d. Semboyan atau perlambang, yaitu; menurut Dewantara bahwa semboyan bisa
secara langsung mempengaruhi hati anak serta dapat dengan mudah mengingatnya.
3. KH. Ahmad Dahlan
KH. Ahmad
Dahlan mendirikan organisasi agama Islam di Yogyakarta pada tahun 1912, yang
kemudian berkembang menjadi pendidikan agama Islam yang bernama pendidikan
Muhammadiyah. Pada pendidikan Muhammadiyah ini sebagian besar memusatkan diri
pada pengembangan agama Islam. Adapun asas pendidikannya adalah Islam, dengan
tujuan mewujudkan orang-orang muslim yang berakhlaq mulia, cakap, percaya
kepada diri sendiri, dan berguna bagi masyarakat serta negara.
Masa
Perjuangan Bangsa
Perjuangan
bangsa Indonesia untuk mewujudkan suatu bangsa yang merdeka dan mengisinya agar
menjadi jaya adalah panjang sekali. Perjuangan itu di mulai zaman
kerajaan-kerajaan sudah dikumandangkan, nilai-nilai keprajuritan sudah
ditanamkan, dan semangat membela kerajaan dikobarkan. Walaupun perjuangan ini sifatnya kedaerahan, namun nilai didik
semangat juang itu sudah cukup besar artinya bagi generasi yang mewarisi
sejarah itu.
Perjuangan
yang bersifat kedaerahan itu kurang banyak memberi manfaat maka diubahlah
perjuangannya dengan menggalang persatuan bangsa dengan mendirikan “Budi Utomo”
dengan ciri-ciri sebagai berikut; 1) Dasar organisasi adalah kebudayaan, 2)
Tujuannya adalah untuk memajukan bangsa Indonesia dalam segala bidang
kehidupan, terutama kebudayaan, 3) Pimpinan adalah orang-orang Indonesia yang
buka pelajar.
Dan Perjuangan
kebangsaan semakin meningkat sejak dilakukannya “Sumpah Pemuda” pada tahun
1928. Dari isi sumpah ini persatuan bangsa Indonesia semakin kuat, karena
merasa diikat oleh negara, bangsa dan bahasa yang satu yaitu Indonesia.
Demikianlah bangsa Indonesia berjuang terus walaupun banyak rintangan yang
menghadangnya.
Sedang perjuangan bangsa Indonesia
dalam zaman penjajahan Jepang tetap berlanjut. Bangsa kita tidak mau diam
sebelum cita-cita merdeka tercapai. Walaupun Jepang menguras habis-habisan kekayaan
Indonesia, bangsa kita tidak pantang menyerah berkat semangat 45 yang telah
berkembang di hati mereka.
Ada beberapa segi positif pada zaman
penajajahan Jepang yang merupakan angin segar bagi para pejuang bangsa, antara
lain yaitu;
1. Jepang memberikan pendidikan militer kepada para pemuda Indonesia, dengan
maksud memperkuat pertahanan mereka. Namun pendidikan ini secara tidak langsung
memberikan bekal kepada para pejuang bangsa dalam bidang keprajuritan untuk
mewujudkan cita-cita merdeka.
2. Menghapus dualisme pendidikan penjajah Belanda dan menggantikannya dengan
pendidikan yang sama bagi setiap orang. Sehingga bukan hanya kelompok-kelompok
tertentu yang dapat menikmati pendidikan, melainkan semua lapisan masyarakat,
hal ini tentu menguntungkan para pejuang kita.
3. Pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh penjajah Jepang.
Bahasa Indonesia mulai dipakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor,
dan dalam pegaulan sehari-hari.
Ketiga hal di atas,
memberi kemudahan kepada bangsa Indonesia, khususnya para pejuang, untuk
merealisasikan Indonesia Merdeka. Dan hal ini menjadi kenyataan pada tanggal 17
Agustus 1945 ketika kemerdekaan Indonesia diproklamirkan.
Masa Membangun.
Setelah
Indonesia merdeka, terutama ketika gangguan dan masalah dalam negeri sudah
mulai reda, pembangunan untuk mengisi kemerdekaan mulai digerakkan. Pembangunan
dilaksanakan serentak pada berbagai bidang, baik spiritual maupun material.
Untuk mencapai maksud
tersebut; dalam bidang pendidikan, maka dikembangkan kebijakan “Link and Match”. Konsep keterkaitan dan
kepadanan ini dijadikan strategi operasional dalam meningkatkan relevansi
pendidikan. Arti konsep ini adalah:
·
Link berati pendidikan
memiliki kaitan fungsional dengan kebutuhan pasar. Merupakan implementasi
kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kelembagaan, koordinasi, pengaturan,
perencanaan, dan program kerja.
·
Match berarti lulusan yang
mampu memenuhi tuntutan para pemakai baik jenis, jumlah, maupun mutu yang
dipersyaratkan. Merupakan dampak outcome serta efisiensi internal dan
eksternal.
Disamping kebijakan
di atas, inovasi-inovasi pendidikan juga dilaksanakan untuk mencapai sasaran
pendidikan yang di inginkan.
*********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar