A. Pandangan Al-Qur’an dan Hadist
terhadap Filsafat Pendidikan Islam
Islam datang dengan membawa Al-Qur’an sebagai sumber dan dasarnya.
Al-qur’an juga di sebut sebagai al-Hakim dan ini berarti bahwa Al-Qur’an adalah
merupakan sumber filsafat dalam islam.[1]
Selanjutnya Al-Qur’an juga menegaskan bahwa usaha berfilsafat itu hanya
dikerjakan oleh orang yang berakal. Sebagaimana dalam QS. Al Baqarah ayat 269 :
“Allah memberikan Al Hikmah kepada mereka yang dikehendaki dan berusaha mencarinya,
dan barang siapa yang memperoleh al Hikmah, berarti telah memperoleh kebajikan
dan kebijaksanaan yang banyak, tetapi hanya orang orang yang berakal sajalah
yang mampu berusaha mencari hikmah tersebut.”
Dalam Al-Qur’an banyak sekali
ayat-ayat yang memerintahkan, mendorong serta membimbing umat Islam untuk
berfikir, menggunakan akal pikirannya, bertafakur, dan di dalamnya mengandung
filsafat. Dengan demikian jelas bahwa usaha mencari kebenaran menurut
ajaran islam, hanya mungkin dikerjakan dengan menggunakan akal pikiran. Usaha
mencari kebenaran, kebajikan dan kebijaksanaan menggunakan akal pikiran merupakan
dasar dari berfilsafat.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa filsafat dan kegiatan berfilsafat sudah ada dan sudah dikerjakan dalam
dunia islam, sebelum istilah filsafat itu sendiri muncul atau masuk di
dalamnya. Dan Al –Qur’an adalah merupakan sumbernya baik secara material maupun
secara formal.
Sumber untuk mengatur masalah pendidikan, sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran.
Sumber untuk mengatur masalah pendidikan, sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran.
Demikian pula dengan al Hadist,
sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an, diakui memberikan
perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah
mencanangkan program pendidikan seumur hidup ( long life education ).
Dari uraian diatas, terlihat bahwa
Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al
Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan
pengajaran.
Langkah yang ditempuh al Qur’an ini
ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini
di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan
orang dari keterbelakangan menuju
kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi
merdeka, dan seterusnya.
B. Posisi Al –Qur’an dan Hadist dalam
Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat pendidikan Islam membincangkan filsafat tentang pendidikan
bercorak Islam yang berisi perenungan-perenungan mengenai apa sesungguhnya
pendidikan Islam itu dan bagaimana usaha-usaha pendidikan dilaksanakan agar
berhasil sesuai dengan hukum-hukum Islam. Filsafat pendidikan sebagai aktifitas
pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat itu sebagai jalan untuk mengatur,
menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan.
Suatu filsafat pendidikan yang berdasar Islam tidak lain adalah pandangan
dasar tentang pendidikan yang bersumberkan ajaran Islam itu sendiri (Al-Qur’an
dan Hadist) dan yang orientasi pemikirannya berdasarkan ajaran tersebut. Dengan
perkataan lain, filsafat pendidikan Islam adalah suatu analisis atau pemikiran
rasional yang dilakukan secara kritis, radikal, sistematis dan metodologis
untuk memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pendidikan Islam yang didasarkan
pada Al-Qur’an dan Hadist.[2]
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan
kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya. Sebagai agama yang
paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman
atau hingga hari akhir.
Selanjutnya karena pandangan hidup (teologi) seorang muslim berdasarakan
Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka yang menjadi dasar atau fundamental dalam
pendidikan Islam adalah Al-Qur’an dan Hadist itu sendiri. Hal yang demikian
dilakukan karena dalam teologi Islam Al-Qur’an dan Sunnah diyakini mengandung
kebenaran yang mutlak yang bersifat transidental, universal dan eternal
(abadi), sehingga secara akhidah diyakini oleh pemeluknya akan sesuai dengan
fitrah manusia artinya memenuhi kebutuhan manusia kapanpun dan dimanapun.
Dari beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Posisi Al-Qur’an
dan Hadist dalam filsafat pendidikan Islam adalah merupakan dasar landasan yang
fundamental dalam mencari kebenaran atau
memikirkan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Pendidikan Islam.
Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat,
ibadah dan penyerahan diri kepada Allah
saja, melainkan juga mengatur cara
mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan.[3] Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama
adalah al Qur’an dan al Hadist Firman Allah : “ Dan demikian kami wahyukan
kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah
mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya yang
kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu
benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52
)”
Dan Hadis dari Nabi SAW : “Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)” Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Dan Hadis dari Nabi SAW : “Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)” Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Bahwa al Qur’an diturunkan kepada
umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti
memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
2.
Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara
sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang
dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
3.
Al Qur’an dan Hadist tersebut
menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang
lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi
petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.
Bagi umat Islam dasar agama Islam
merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran
Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek
kehidupan ini. Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan
dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya,
kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya
melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya. Corak
pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak
penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya.
Pendidikan itu memang suatu usaha
yang sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama,
terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam
teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna
melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam
menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik. Kalau teori pendidikan hanyalah semata-mata
teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan
masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi
seperti itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat.[4]
Memang ada resiko yang mungkin
timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa
dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan
sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa mereka
dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum
dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya. Sedangkan para ahli filsafat
pendidikan, sebaliknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh
dengan debat tiada berkeputusan, akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas untuk
menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal. Tidak ada satupun dari
permasalahan mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang
dengan gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang
yang memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik
dari pada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah
membicarakan masalah yang sangat mendasar.
Sebagai ajaran (doktrin) Islam
mengandung sistem nilai diatas dimana proses pendidikan Islam berlangsung dan
dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah
dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu
kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki
daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan.
Pendidikan Islam menurut pendapat Ahmad Hanafi dalam bukunya Pengantar Filsafat Islam menungungkapkan bahwa mengidentifikasi sasaran yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :
Pendidikan Islam menurut pendapat Ahmad Hanafi dalam bukunya Pengantar Filsafat Islam menungungkapkan bahwa mengidentifikasi sasaran yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :
1.
Menyadarkan secara individual pada
posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam
kehidupannya.
2.
Menyadarkan fungsi manusia dalam
hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban
masyarakatnya.
3.
Menyadarkan manusia terhadap
pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya.
4.
Menyadarkan manusia tentang
kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan
menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk
mengambil manfaatnya.
Setelah mengikuti uraian diatas
kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang
didasarkan pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat
para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat
dikatakan filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat
pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak
liberal, bebas, tanpa batas etika
sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
Tumbuh kembangnya filsafat
dipengaruhi oleh faktor sebagaimana diungkapkan oleh M.M. Syarif dalam “Muslim
Though, its Origin and Achievement”.menyatakan bahwa : Sumber Islam yang murni
dan asli yaitu berupa ayat-ayat Al -Qur’an dan hadist Nabi SAW, yang mendorong
dan memerintahkan untuk membaca, berfikir, bertafakkur, mengambil pelajaran,
meneliti, menyelidiki, dan mempelajari sejarah. Dengan realisasi perintah
tersebut maka muncullah berbagai macam ilmu pengetahuan mulai yang bersifat
filsafat sampai kepada yang bersifat empiris dan bahkan eksperimental.[5]
Menurut pendapat Prasetya dalam
bukunya Filsafat Pendidikan mengatakan bahwa Al-Qur'an merupakan firman Allah
yang selanjutnya dijadikan pedoman hidup (way of life) kaum muslim yang tidak ada lagi keraguan
di dalamnya.[6] Di
dalamnya terkandung ajaran-ajaran pokok (prinsip dasar) menyangkut segala aspek
kehidupan manusia yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan nalar
masing-masing bangsa dan kapanpun masanya dan hadir secara fungsional memecahkan
problem kemanusiaan. Salah satu permasalah yang tidak sepi dari perbincangan
umat adalah masalah pendidikan. Selanjutnya Dalam al-Qur'an sendiri telah
memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat penting, jika al-Qur'an
dikaji lebih mendalam maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar
pendidikan, yang selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi untuk dikembangkan
dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu. Nah di sinilah peran filsafat
itu menjadi suatu yang penting, yaitu untuk menggali dan mengembangkan
pendidikan yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist yang merupakan Sumber
Pokok Ajaran Islam.
Ada beberapa indikasi yang terdapat
dalam al-Qur'an yang berkaitan dengan pendidikan antara lain; Menghormati akal
manusia, bimbingan ilmiah, fitrah manusia, penggunaan cerita (kisah) untuk
tujuan pendidikan dan memelihara keperluan sosial masyarakat.[7]
Pendidikan berupaya untuk
menumbuhkan pemahaman dan kesadaran pada manusia, maka sangat urgen sekali
untuk memperhatikan konsep atau pandangan Islam tentang manusia sebagai makhluk
yang diproses kearah kebahagian dunia dan akhirat, menurut maka pandangan Islam
tentang manusia antara lain:
Pertama, konsep Islam tentang manusia, khsusunya anak, sebagai subyek didik, yaitu sesuai dengan Hadits Rasulullah, bahwa “anak manusia” dilahirkan dalam fitrah atau dengan "potensi" . Dalam al-Qur'an, dikatakan "tegakkan dirimu pada agama dengan tulus dan mantap, agama yang cocok dengan fitrah manusia yang digariskan oleh Allah. Tak ada perubahan pada ketetapan-Nya.....[ar-Rum : 30]. Dengan demikian, manusia pada mulanya dilahirkan dengan "membawa potensi" yang perlu dikembangkan dalam dan oleh lingkungannya. Pandangan ini, "berbeda dengan teori abularasa yang menganggap anak menerima "secara pasif" pengaruh lingkungannya, sedangkan konsep fitrah mengandung "potensi bawaan" aktif [innate patentials, innate tendencies] yang telah diberikan kepada setiap manusia oleh Allah
Bahkan dalam al-Qur'an, sebenarnya sebelum manusia dilahirkan telah mengadakan "transaksi" atau "perjanjian" dengan Allah yaitu mengakui keesaan Tuhan, firman Allah surat al-A'raf : 172, "Ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan Adam dari sulbi mereka dan menyuruh agar mereka bersaksi atas diri sendiri; "Bukankah Aku Tuhanmu?" firman Allah. Mereka menjawab; "ya kami bersaksi" yang demikian agar kamu tidak berkata pada hari kiamat kelak, "kami tidak mengetahui hal ini"
Apabila kita memperhatikan ayat di atas, memberi gambaran bahwa setiap anak yang lahir telah membawa "potensi keimanan" terhadap Allah atau disebut dengan "tauhid". Sedangakan potensi bawaan yang lain misalnya potensi fisik dan intelegensi atau kecerdasan akal dengan segala kemungkinan dan keterbatasannya.
Pertama, konsep Islam tentang manusia, khsusunya anak, sebagai subyek didik, yaitu sesuai dengan Hadits Rasulullah, bahwa “anak manusia” dilahirkan dalam fitrah atau dengan "potensi" . Dalam al-Qur'an, dikatakan "tegakkan dirimu pada agama dengan tulus dan mantap, agama yang cocok dengan fitrah manusia yang digariskan oleh Allah. Tak ada perubahan pada ketetapan-Nya.....[ar-Rum : 30]. Dengan demikian, manusia pada mulanya dilahirkan dengan "membawa potensi" yang perlu dikembangkan dalam dan oleh lingkungannya. Pandangan ini, "berbeda dengan teori abularasa yang menganggap anak menerima "secara pasif" pengaruh lingkungannya, sedangkan konsep fitrah mengandung "potensi bawaan" aktif [innate patentials, innate tendencies] yang telah diberikan kepada setiap manusia oleh Allah
Bahkan dalam al-Qur'an, sebenarnya sebelum manusia dilahirkan telah mengadakan "transaksi" atau "perjanjian" dengan Allah yaitu mengakui keesaan Tuhan, firman Allah surat al-A'raf : 172, "Ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan Adam dari sulbi mereka dan menyuruh agar mereka bersaksi atas diri sendiri; "Bukankah Aku Tuhanmu?" firman Allah. Mereka menjawab; "ya kami bersaksi" yang demikian agar kamu tidak berkata pada hari kiamat kelak, "kami tidak mengetahui hal ini"
Apabila kita memperhatikan ayat di atas, memberi gambaran bahwa setiap anak yang lahir telah membawa "potensi keimanan" terhadap Allah atau disebut dengan "tauhid". Sedangakan potensi bawaan yang lain misalnya potensi fisik dan intelegensi atau kecerdasan akal dengan segala kemungkinan dan keterbatasannya.
Selain itu, dalam al-Qur'an banyak
dijumpai ayat-ayat yang menggambarkan sifat-sifat hakiki manusia yang mempunyai
implikasi baik terhadap tujuan maupun cara pengarahan perkembangannya. Misalnya saja: tentang tanggung jawab, bahwa
manusia diciptakan tidak sia-sia, tetapi juga potensi untuk bertanggung jawab
atas perbuatannya dan sesuai dengan tingkat kemampuan daya pikul seseorang
menurut kodrat atau fitrah-nya. Selain itu juga manusia pada hakekat dan
menurut kejadiannya bersedia dan sanggup memikul amanah. Berdasarkan uraian di
atas, pengertian pendidikan menurut al-Qur'an dan hadits sangat luas, meliputi
pengembangan semua potensi bawaan manusia yang merupakan rahmat Allah.
Potensi-potensi itu harus dikembangkan menjadi kenyataan berupa keimanan dan
akhlak serta kemampuan beramal dengan menguasai ilmu [dunia – akhirat] dan keterampilan
atau keahlian tertentu sehingga mampu memikul amanat dan tanggung jawab sebagai
seorang khalifat dan muslim yang bertaqwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar