HIJRAH
NABI MUHAMMAD SAW KE MADINAH, PEMBANGUNAN MASYARKAT MADINAH DAN PIAGAM MADINAH
A.
LATAR BELAKANG
Sejarah peradaban Islam
merupakan salah satu bidang kajian studi Islam yang banyak menarik
perhatian para peneliti baik dari kalangan Muslim maupun non Muslim. Dengan
mempelajari sejarah Islam, kita memungkinkan mengetahui masa-masa atau zaman
kejayaan Islam, sehingga memungkinkan kita untuk bangga dan percaya diri
sebagai umat Islam dan mengambil I’tibar.
Dalam perjalanan Nabi mengemban wahyu Allah, Nabi menggunakan suatu
strategi yang berbeda dari pada waktu di Makkah. Nabi lebih menonjolkan dari
segi tauhid dan perbaikan akhlaq tetapi ketika di Madinah Nabi banyak
berkecimpung dalam pembinaan/pendidikan sosial masyarakat karena di sana beliau
di angkat sebagai Nabi sekaligus kepala Negara
Di Madinah umat Islam sudah berkembang pesat dan hidup berdampingan
dengan non muslim, seperti Yahudi dan Nasrani. Oleh karena itu pendidikan yang
diberikan oleh Nabi juga mencakup urusan-urusan muamalah atau tentang kehidupan
bermasyarakat dan politik.
B. RUMUSAN MASALAH
1)
Bagaimana sejarah hijrah Nabi Muhammad Saw ke Madinah?
2)
Bagaimana Nabi Muhammad Saw membangun Masyarakat Islam
di Madinah?
3)
Bagaimana terbentuknya Piagam Madinah?
C.
PEMBAHASAN
1. Sejarah Hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah
Pada tahun ke-10 kenabian,
banyak peristiwa penting yang terjadi, seperti meninggalnya Khadijah Istri
Nabi, menikahnya Nabi dengan Saudah kemudian Aisyah. Pada tahun ini pula Paman
Nabi Abu tholib meninggal dunia, dan berakhirnya pemboikotan kafir Quraisy.
Tahun ini pula dinamakan Tahun duka cita[1].
Pada tahun ke-11 kenabian,
Nabi di Isra’ Mi’rajkan oleh Allah SWT[2].
Setelah berita Isro’ Mi’roj tersebar, ada berbagai respon yang timbul di
masyarakat. Bagi orang beriman peristiwa ini semakin mempertebal iman dan keyakinan
mereka. Sebaliknya bagi kafir Quraisy berita ini justru dijadikan propaganda
untuk mendustakan Nabi, bahkan menganggap Nabi sudah gila.
Ditengah-tengah ujian, cahaya
terang datang dari Yatsrib. Sejumlah penduduk dari suku Aus dan Khazraj yang
datang berhaji ke Makkah, menghadap Nabi dan menyatakan masuk Islam. Mereka
datang dalam tiga gelombang[3],
yaitu:
a. Gelombang pertama pada tahun ke-10
kenabian. Suku Aus dan khazraj ini telah lama bermusuhan. Jika kedua suku yang
telah lama bermusuhan ini bisa damai setelah menerima ajaran Islam maka mereka
berjanji untuk mendakwahkan Islam di Yatsrib.
b. Gelombang kedua, pada tahun ke-12
kenabian. Delegasi Yatsrib, terdiri dari sepuluh orang suku khazraj dan dua
orang suku ’Aus serta seorang wanita menemui Nabi di Aqabah. Di hadapan Nabi
mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Rombongan ini kemudian kembali ke Yatsrib
sebagai juru dakwah dengan ditemani oleh Mus’ab bin Umair yang sengaja diutus
Nabi atas permintaan mereka. Ikrar ini disebut perjanjian ’Aqabah pertama[4].
Jadi ’Aqabah pertama adalah ikrar kesetiaan yang dinyatakan oleh delegasi
Yatsrib, yang terdiri dari sepuluh orang suku Khazraj dan dua orang suku ‘Aus
serta seorang wanita.
c.
Gelombang
ketiga, pada musim haji berikutnya, jamaah haji yang datang ke Yasrib berjumlah
73 orang. Atas nama penduduk Yatsrib, mereka meminta pada Nabi agar
berkenan pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membela Nabi dari segala macam
ancaman. Nabi pun menyetujuinya. Perjanjian ini disebut ‘Aqabah kedua[5].
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ‘Aqabah kedua adalah permintaan
penduduk Yatsrib terhadap Nabi untuk berkenan pindah ke Yatsrib dan aan membela
Nabi dari segala ancaman.
Perjalanan Rasulullah ke Yatsrib,
Beliau datang dengan sembunyi-sembunyi ke rumah Abu Bakar, kemudian mereka
berdua keluar dari pintu kecil di belakang pintu rumah, menuju sebuah Gua di
bukit Tsur sebelah selatan kota Makkah lalu mereka masuk ke gua itu[6].
Dalam perjalanan ke Yatsrib Nabi ditemani oleh Abu Bakar. Ketika tiba di
Quba, sebuah desa yang letaknya sekitar lima kilometer dari Yatsrib, Nabi
istirahat di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah Hindun Nabi membangun
sebuah masjid. Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi, sebagai pusat
peribadatan. Tak lama kemudian Ali menggabungkan diri dengan Nabi[7].
Masjid Quba adalah masjid pertama yang dibangun Nabi sebagai pusat peribadatan.
Tahun 622 M Nabi sampai di Yatsrib. Dan sejak itu Yatsrib di ubah menjadi
Madinatun Nabi yang artinya Kota Nabi. Sering pula disebut Madinatul Munawaroh
yang berarti kota yang bercahaya.
2.
Nabi
Muhammad Saw Membangun Masyarakat Islam Madinah
Di Madinah kehidupan baru Islam di
mulai, usaha yang dilakukan Nabi telah menunjukan hasilnya. Salah satu hasil
pertamanya adalah keadaan perang yang telah lama mencekam dua kabilah ‘Aus dan
Khazaraj berubah menjadi keadaan damai dan persahabatan.
Orang-orang muslim yang tinggal di Makkah berangsur-angsur ke Madinah
yang dikenal sebagai kaum Muhajirin artinya orang-orang yang hijrah dan
orang-orang muslim Madinah di kenal sebagai kaum Anshar artinya penolong[8].
Kedudukan Nabi di samping Kepala Agama, juga sebagai Kepala Negara. Dalam
rangka memperkokoh masyarakat dan Negara baru itu, nabi segera meletakkan
dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, antara lain:
a.
Dasar pertama, pembangunan masjid selain untuk shalat,
juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan
jiwa mereka. Di samping sebagai tempat bermusyawarah untuk merundingkan
masalah-masalah yang dihadapi, masjid juga digunakan sebgai pusat pemerintahan
pada masa itu.
b.
Dasar yang kedua adalah Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama muslim), nabi telah mempersaudarakan
antara Kaum Muhajirin (orang muslim yang hijrah dari Makkah ke Madinah) dengan Kaum
Anshar (penduduk Madinah yang telah masuk Islam). Dengan demikian, Nabi
berharap adanya persaudaraan dan kekeluargaan di antara kedua kaumnya terikat
satu dengan yang lain. Usaha Rasulullah ini berarti menciptakan suatu bentuk
persaudaraan yang baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama yang menggantikan
persaudaraan berdasarkan darah.
c.
Ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain
yang tidak beragama Islam yang terangkum dalam Piagam Madinah.
3.
Terbentuknya
Piagam/Konstitusi Madinah
Seperti di Makkah, di Madinah juga terdapat penduduk yang beragama islam,
beragama Yahudi serta penduduk yang masih menganut agama nenek moyang mereka
(menyembah berhala). Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan Negara Madinah,
Nabi Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan masyarakat non muslim di
Madinah. Perjanjian ini disebut Piagam/Konstitusi Madinah[9].
Makna piagam berarti surat ketetapan mengenai penghargaan. Piagam Madinah
dalam Bahasa Arab disebut Shohifatul
Madinah yang artinya konstitusi Madinah atau Perjanjian Madinah[10].
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Piagam Madinah adalah
sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama yang dikeluarkan oleh
orang-orang Yahudi dan orang-orang arab yang masih menganut agama nenek moyang
sebagai penduduk mayoritas di Madinah untuk menjaga stabilitas Negara pada saat
itu. Piagam ini berisi bahwa setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu
dalam bidang politik dan keagamaan.
Kemerdekaan beragama dijamin dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban
mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar. Dalam perjanjian itu
Rasulullah juga disebutkan sebagai Kepala Pemerintahan karena beliau telah
mengajarkan tentang persamaan manusia tanpa membedakan. Untuk itu, otoritas
mutlak sebagai Kepala Pemerintahan mengenai peraturan dan tata tertib umum
telah diberikan kepada beliau oleh penduduk setempat.
Piagam ini terdapat 47 butir perjanjian yang telah disepakati bersama
oleh semua golongan di kota Madinah kala itu. Berikut ini adalah isi Piagam Madinah[11]:
1) Mereka adalah satu masyarakat (ummah) yang
mandiri, berbeda dari yang lain.
2) Muhajirin Quraisy, seperti kelaziman
mereka masa lalu, bersama-sama (secara kelompok) membayar diyat di kalangan
mereka sendiri, dan mereka (sebagai satu kelompok) menerima uang tebusan atas
tawanan (tawanan) mereka, (ini harus dilaksanakan) dengan benar dan adil di
antara para mu’minin.
3) Banu ‘Awf, seperti kelaziman mereka masa
lalu bersama-sama (secara kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah (sub-clan)
menerima tebusan tawanan (tawanan) mereka. (ini harus dilakukan) dengan benar
dan adil di kalangan semasa Mu’minin.
4) Banu al-Hadits, seperti kelaziman mereka
masa lalu, bersama-sama (secara kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah (sub
clan) menerima tebusan tawanan (tawanan) mereka” : (ini barus dilakukan) dengan
benar dan adil di kalangan sesama Mu’minin.
5) Banu Sa’idah, seperti kelaziman mereka
masa lalu, bersama-sama (secara kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah
(sub-clan) menerima tebusan tawanan (-tawanan) mereka” : (ini barus dilakukan)
dengan benar dan adil di kalangan sesama Mu’minin.
6) Banu Jusham, seperti kelaziman mereka masa
lalu, bersama-sama (secara kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah (sub-clan)
menerima tebusan tawanan (-tawanan) mereka” : (ini barus dilakukan) dengan
benar dan adil di kalangan sesama Mu’minin.
7) Banu al-Najar, seperti kelaziman mereka
masa lalu, bersama-sama (secara kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah
(sub-clan) menerima tebusan tawanan (-tawanan) mereka” : (ini barus dilakukan)
dengan benar dan adil di kalangan sesama Mu’minin.
8) Banu Amir ibn Awf, seperti kelaziman
mereka masa lalu, bersama-sama (secara kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah
(sub-clan) menerima tebusan tawanan (-tawanan) mereka” : (ini barus dilakukan)
dengan benar dan adil di kalangan sesama Mu’minin.
9) Banu al-Nabit, seperti kelaziman mereka
masa lalu, bersama-sama (secara kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah
(sub-clan) menerima tebusan tawanan (-tawanan) mereka” : (ini barus dilakukan)
dengan benar dan adil di kalangan sesama Mu’minin.
10) Banu al-Aws, seperti kelaziman mereka masa
lalu, bersama-sama (secara kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah (sub-clan)
menerima tebusan tawanan (-tawanan) mereka” : (ini barus dilakukan) dengan
benar dan adil di kalangan sesama Mu’minin.
11) Mu’minin tidak (diperkenankan)
menyingkirkan orang yang berhutang tapi harus memberinya (bantuan) menurut
kewajaran, bak untuk, (membayar) tebusan maupun untuk (membayar) diyat.
12) Setiap Mu’min tidak diperkenankan
mengangkat sebagai keluarga (halif) mawla (klien) dari seorang mu’min lainnya
tanpa kerelaan (induk semangnya).
13) Mu’min yang takwa kepada Allah akan
bermusuhan dengan siapa saja yang berbuat salah, atau merencanakan berbuat
keonaran, dan/atau yang menyebarkan kejahatan, dan/atau yang berbuat dosa,
dan/atau bersikap bermusuhan, dan/atau membuat kerusakan di kalangan Mu’minin.
Semua orang akan turun tangan walaupun dia (yang berbuat jahat itu adalah)
salah seorang anak mereka sendiri.
14) Seorang mu’min tidak (perkenankan)
membunuh seseorang Mu’min untuk kepentingan kafir, dan tidak (diperkenankan)
juga berpihak kepada kafir (dalam
sengketanya dengan) seorang Mu’min.
15) Lindungan Allah adalah satu, namun
seseorang boleh memberikan perlindungan terhadap orang asing atas tanggung
jawabannya sendiri. Sesama Mu’min adalah bersaudara; antara satu sama lain (wajib)
bersama-sama menghadapi pengecilan orang luar.
16) Siapa saja yahudi yang mau bergabung
(berhak) mendapat bantuan dan persamaan (hak). Dia tidak boleh diperlakukan
secara buruk dan tidak boleh pula memberikan bantuan kepada musuh-musuh mereka.
17) Perdamaian (silm) (di kalangan) Mu’minin
tidak dapat dibagi-bagi (dipecah-pecah). Tidak diperkenankan membuat perdamaian
terpisah di kalangan orang-orang Mu’minin sedang perang di jalan Allah.
Persyaratan haruslah benar dan adil terhadap semua pihak.
18) Dalam peperangan, setiap prajurit
(kaveleri) harus mengambil gilirannya, saling susul-menyusul.
19) Mu’minin harus menuntut balas darah yang
tertumpah di jalan Allah. Mu’min yang takwa kepada Allah akan mendapat nikmat
bimbingan yangterbaik dan yang paling mulia.
20) Tidak ada musyrik (polytheis) yang akan
mengambil milik atau diri oarng-orang Quraisy yang berada di bawah proteksinya,
tidak pula dia campur tangan terhadap seseorang Mu’min.
21) Siapa saja yang menyebabkan terjadinya
pembunuhan terhadap seseorang Mu’min tanpa alasan yang benar akan diambil
tuntut balas, kecuali keluarganya rela dengan menerima diyat, dan Mu’min akan
menghadapinya sebagai seorang oknum, dan mereka terikat untuk mengambil
tindakan terhadapnya.
22) Adalah suatu perbuatan yang tidak
diperkenankan (melanggar hukum) bagi Mu’min yang diberlakukan piagama ini dan
beriman kepada Allah serta hari Kiamat, membantu kejahatan dan atau
melindunginya. Jika dia melakukannya, maka laknat dan kemurkaan Allah akan
menimpa dirinya pada hari bangkit nanti; dan tidak ada taubat serta tebusan
yang diterima lagi darinya.
23) Kapan saja terjadi perselisihan paham
tentang sesuatu masalah di antara anda (orang-orang yang terikat dengan piagam
ini), haruslah dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya (untuk diselesaikan).
24) Yahudi akan menyokong biaya perang selama
(dan sepanjang) mereka (ikut) berperang bersama-sama Mu’min.
25) Yahudi Banu Awf adalah satu umat dengan
Mu’min (Yahudi berada dalam agama mereka dan Muslim dalam agama mereka
sendiri), (termasuk) orang-orang merdeka di kalangan mereka dan pribadi-pribadi
mereka, kecuali mereka yang berperilaku tidak benar dan jahat, karena mereka
mengikuti orang-orang yang di luar mereka dan keluarga mereka.
26) Hal yang sama (seperti tersebut pada pasal
25) diberlakukan juga terhadap orang-orang Yahudi Banu al-Najjar.
27) Hal yang sama (seperti tersebut pada pasal
25) diberlakukan juga terhadap orang-orang yahudi banu al-Harits.
28) Hal yang sama (seperti tersebut pada pasa
25) diberlakukan juga terhadap orang-orang banu Sa’idah.
29) Hal yang sama (seperti tersebut pada pasal
25) diberlakukan juga terhadap orang-orang Yahudibanu Jusham.
30) Hal yang sama (seperti tersebut pada pasal
25) diberlakukan juga terhadap orang-orang Yahudi banu al-Aws.
31) Hal yang sama (seperti tersebut pada pasal
25) diberlakukan juga terhadap orang-orang Yahudi banu Tsa’labah.
32) Hal yang sama (seperti tersebut pada pasal
25) diberlakukan juga terhadap orang-orang Yahudi banu Jafnah thehaifah
(Sub-clan) dari banu Tsa’labah.
33) Hal yang sama (seperti tersebut pada pasal
25) diberlakukan juga terhadap orang-orang Yahudi as Syutaibah. Loyalitas
adalah satu perlindungan terhadap pengkhianatan.
34) Mawla Banu Tsa’labah adalah seperti mereka
sendiri.
35) Teman dekat (bithanah) orang-orang yahudi
adalah seperti mereka sendiri.
36) Tidak boleh seorang pun (anggota ummah)
pergi berperang tanpa izin Muhammad saw., namun mereka tidak dicegah mengambil
tindakan balas terhadap luka yang diderita oleh seseorang (di antara mereka).
Orang yang membunuh seseorang tanpa peringatan (terlebih dahulu sama artinya
dengan)membunuh dirinya sendiri dan anak isterinya, kecuali (pembunuhan itu
dilakukan) terhadap seseorang yang telah berbuat jahat terhadapnya; karena (hal
seperti itu) Allah akan menerimanya.
37) Yahudi memikul beban biaya mereka sendiri,
demikian juga Muslim memikul beban biaya mereka sendiri pula. Setiap pihak
harus membantu pihak lain terhadap siapa pun yang menyerang orang-orang yang
tersebut dalam piagam ini. Mereka harus nasehat menasehati dan berkonsultasi
yang saling menguntungkan; (dan) Loyalitas adalah satu perlindungan terhadap pengkhianatan.
38) Seorang angota aliansi tidak mempunyai
tanggung jawab hukum terhadap kejahatan yang dilakukan oleh orang aliansinya
orang yang dizalimi harus dibantu.
39) Yatsrib akan menjadi tempat suci (pusat
pemerintahan) bagi orang-orang tersebut dalam piagam ini.
40) Orang asing yang berada di bawah
perlindungan (jar) sama seperti si pelindungnya (sendiri), tidak melakukan
hal-hal yang berbahaya dan terlibat dalam kejahatan.
41) Seseorang perempuan hanya bisa diberikan
perlindungan (tujar) jika ada kerelaan dari keluarganya.
42) Seandainya ada perselisihan, atau
perdebatan yang berkepanjangan yang bisa menimbulkan kesulitan haruslah
dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah menerima apa yang paling dekat
kepada kesalehan dan kebajikan dalam piagam ini.
43) Quraisy (jahili) dan penolong-penolongnya
tidak boleh diberikan perlindungan.
44) Pihak-pihak yang terikat dalam persetujuan
(ini), berkewajiban untuk saling membantu melawan penyerangan terhadap Yatsrib.
45) Jika mereka diminta untuk membuat
perdamaian dan menjaga perdamaian, mereka haruslah melakukannya; dan jika
mereka membuat sebuah tuntutan yang sama terhadap muslim, maka harus (pula)
dilaksanakan, kecuali dalam hal jihad. Setiap orang akan mendapat bagiannya
dari pihak di mana dia berada.
46) Yahudi dari al-‘Aws, orang-orang merdeka
(di kalangan) mereka dan mereka sendiri, mempunyai kedudukan yang sama dengan
orang-orang yang terikat Piagam ini dalam loyalitas yang murni dari orang-orang
yang tersebut dalam piagam ini. Loyalitas adalah sebuah perlindungan terhadap
penghianatan.
47) Seseorang yang memperoleh sesuatu (boleh)
memilikinya sendiri.
Tuhan berkenan akan piagam ini. Piagam ini tidak akan melindungi orang yang berbuat jahat dan berdosa. Orang yang pergi berperang dan orang yang tinggal di rumah di dalam kota adalah aman, kecuali yang berbuat jahat dan berdosa.
Tuhan berkenan akan piagam ini. Piagam ini tidak akan melindungi orang yang berbuat jahat dan berdosa. Orang yang pergi berperang dan orang yang tinggal di rumah di dalam kota adalah aman, kecuali yang berbuat jahat dan berdosa.
Dari 47 butir perjanjian itu dapat disimpulkan berdasarkan beberapa asas sebagai
berikut:
1)
Asas kebebasan beragama. Negara mengakui dan melindungi
setiap kelompok untuk beribadah menurut agamanya masing-masing.
2)
Asas persamaan. Semua orang mempunyai kedudukan yang
sama sebagai anggota masyarakat, wajib saling membantu dan tidak boleh seorang
pun diperlakukan secara buruk. Bahkan orang yang lemah harus dilindungi dan
dibantu.
3)
Asas kebersamaan. Semua anggota masyarakat mempunyai
hak dan kewajiban yang sama terhadap negara.
4)
Asas keadilan. Setiap warga negara mempunyai kedudukan
yang sama dihadapa hukum. Hukum harus ditegakkan. Siapa pun yang melanggar
harus terkena hukuman. Hak individu diakui.
5)
Asas perdamaian yang berkeadilan.
6)
Asas musyawarah.
D. KESIMPULAN
Dari berbagai keterangan dan referensi dalam Bab I dan II, kita dapat
menyimpulkan bahwa:
1.
Latar belakang sejarah Hijrah Nabi Muhammad SAW dari
Makkah ke Madinah adalah:
a.
Sikap Kaum Quraisy yang menentang dan menghalangi
dakwah nabi. Penentangan tersebut dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan
cara halus hingga melakukan kekerasan terhadap kaum muslimin.
b.
Suasana kota Makkah yang di nilai tidak kondusif lagi
pada saat itu untuk berlangsungnya dakwah Islam, sehingga Nabi berusaha
menyebarkan Islam ke luar kota Makkah.
c.
Harapan yang diberikan oleh penduduk Yatsrib (Madinah)
untuk setia mendukung dakwah Nabi, pembelaan terhadap nabi dari segala ancaman
serta harapan besar dari penduduk Yatsrib agar Nabi bersedia hijrah ke kota
tersebut.
2.
Usaha Nabi yang membangun masyarakat Islam Madinah
dengan meletakkan dasar-dasar kehidupan yang lebih baik terhadap penduduk
setempat, seperti membangun hubungan yang baik dengan penduduk non muslim,
telah membuat beliau di angkat sebagai Kepala Agama sekaligus Kepala
Pemerintahan.
3.
Piagam Madinah adalah saksi bisu kepawaian Nabi
Muhammad sebagai pemimpin semua umat dalam segala bidang baik bidang sosial,
politik dan agama.
DAFTAR PUSTAKA
Badriyatin. 2007. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Islam . 2011. Hijrah
Nabi ke Madinah. Terdapat di http://unityofislam.blogspot.com/2011/02/hijrah-nabi-pendidikan-islam-ke
madinah.html. diakses pada tanggal 31 Oktober 2011.
Jabar, Umar Abdul. 1994. Khulashotu Nurul Yaqin. Surabaya:
PT.Salam Nabhan.
[1]Umar Abdul Jabar. Khulashotu Nurul Yaqin. (Surabaya:
PT.Salam Nabhan, 1994). 64.
[2] Ibid 1.
67.
[3] Badriyatim.
Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2007). 53.
[4] Ibid 3.
68
[6] Jabar,
Umar Abdul. Khulashotu Nurul Yaqin. (Surabaya: PT.Salam Nabhan, 1994).
72.
[7] Badriyatin.
Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2007). 63.
[9] Badriyatin.
Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2007). 65.
[11] Ibid 10.
65.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar