ISLAM
DAN KEPEDULIAN SOSIAL
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam merupakan agama yang memberikan
perhatian pada keseimbangan hidup antara dunia dan akhirat, antara hubungan
manusia dengan Tuhan, antara hubungan manusia dengan manusia, dan manusia
dengan alam..
Jika di teliti lebih dalam perhatian islam terhadap urusan ibadah dengan
urusan muamalah lebih besar islam dengan urusan muamalah, dari pada islam
dengan urusan ibadah. Dalam arti khsus islam lebih banyak memperhatikan aspek
kehidupan sosial dari pada aspek kehidupan ritual.
B.
Rumusan
masalah.
1. Bagaimana
pengertian Islam?
2. Bagaimana
pengertian Sosial?
3. Bagaimanakah
hubungan antara Islam dan kepedulian social?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui Pengertian Islam
2. Untuk
mengetahui Pengertian Sosial
3. Untuk
mengetahui hubungan antara Islam dan Kepedulian Sosial
II.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Islam
Islam
berasal dari bahasa arab salima yang
artinya “selamat, sentosa, dan damai”. Kemudian salima diubah menjadi aslama
yang mengandung arti “berserah diri masuk dalam kedamaia”.[1]
Selain
pendapat diatas ada sumber lain yang mengatakan bahwa Islam berasal dari bahasa
arab kata salima dibentuk menjadi aslamna yang artinya “memelihara dari
keadaan selamat sentausa, dan berarti pula menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan
taat”.
Islam
juga dapat dipahami dalam surah Al-Baqarah ayat 202.
Yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman ,masuklah kamu
kedalam islam secara keseluruhanya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah
syaiton, sesungguhnya syaiton itu adalah musuh yang nyata bagi mu”.[2]
Jika
di teliti kandungan ayat tersebut menjelaskan bahwa kita diperintah Allah untuk
masuk agama islam dan menjauhi syaitan, sebab syaitan adalah musuh yang nyata
bagi manusia.[3]
Secara
istilah pengertian islam menurut Harun Nasution adalah Agama yang
ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui nabi Muhammad SAW,
sebagai Rasul.
B.
Pengertian
Sosial
Social berasal dari kata socius
yang artinya teman atau kawan, Dalam ruang lingkup sosial
terdapat masyarakat. Masyarakat adalah penduduk yang menempati suatu wilayah
tertentu. Bangsa Ialah sejumlah orang-orang yang bersama-sama berkemauan untuk
bersatu dalam satu susunan kenegaraan, karena didorong oleh bermacam-macam
sebab yang sama, persamaan senasib, seperjuangan, persamaan sejarah, dll.
C.
Hubungan islam terhadap kepedulian social
Hubungan islam terhdap kepedulian
sosial itu sangat erat, karena Ajaran Islam pada dasarnya ditunjukan untuk kesejahteraan manusia,
termasuk dalam bidang sosial Islam menjunjung tinggi tolong menolong,
saling menasehati tentang hak dan kesabaran, kesetiakawaan,
egaliter (kesamaan drajat), tentang rasa dan kebersamaan. Dalam islam juga
mengajarkan kepada kita untuk senantiasa berbagi kepada orang yang membutuhkan.
Misalnya dalam islam mengajarkan kepada kita untuk sedekah,
infaq, zakat, dan lain-lain.
Kepedulian sosial adalah minat atau ketertarikan kita untuk
membantu orang lain. Lingkungan terdekat kita yang berpengaruh besar dalam
menentukan tingkat kepedulian sosial kita. Lingkungan yang di maksud disini
adalah keluarga, teman, dan lingkungan. Kepedulian sosial juga bias di maksut fitrah
manusia. Kepedulian sosial sangat beragam ada yang berupa memberikan bantuan
uang makanan dan pakaian, tenaga
relawan, obat- obatan, dan masih banyak lagi bentuk kepedulian sosial.[4]
Contoh
kepedulian sosial pada masa Rosulullah SAW. Pada saat itu ada rombongan
bangsawan yang baru masuk islam datang ke masjid nabi, pada saat itu Nabi
sedang berada dekat dengan para budak. Bangsawan itu mencibir dan menunjukan
keberaniannya, mereka berkata kepada nabi ”Kami
minta dibuatkan majlis khusus untuk kami”. Mereka berkata “orang-orang arab akan mengenal kemuliaan
kita para utusan dari berbagai kabilah arab akan datang menemuimu”. Mereka
(kabilah arab) berkata bahwa mereka malu melihat bangsawan duduk dengan
budak-budak ini. “Jika urusan kami
selesai anda (nabi) bolehlah duduk bersama mereka sesuka anda (nabi”). Para
kabilah arab tidak suka kalau nabi duduk berdampingan dengan orang miskin.
Mereka meminta kepada nabi untuk membuatkan suatu majlis yang khusus bagi para
bangsawan. Allah tidak suka terhadap kaum yang seperti itu, kemdian turunlah
malaikat jibril menyampaikan wahyu Allah yaitu Surah al-An’an [6] ayat 52.[5]
Yang
artinya :
“Dan janganlah kamu
mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari,
sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung jawab
sedikitpun terhadap perbuatan mereka. Begitu pula mereka tidak memikul tanggung
jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu,yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir
mereka, sehingga kamu termasukorang-orang yang zalim.”[6]
Dalam ayat di atas menjelaskan bahwa Allah tidak suka terhadap orang-orang yang suka mengucilkan, mencibir
orang karena status yang dimiliki. Sebab Allah tidak pernah mengajarkan sikap
seperti itu, dan
orang-orang yang suka mengucilkan, mencibir, termasuk orang-orang yang zalim.
Allah menegaskan lagi
dalam Surat al-Balad [90] ayat 10 -18.
Yang
artinya :
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi MAKAN pada hari kelaparan (kepada) anak YATIM yang ada hubungan kerabat, atau orang MISKIN yang sangat fakir. Dan dia termasuk orang-orang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih saying Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan”
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi MAKAN pada hari kelaparan (kepada) anak YATIM yang ada hubungan kerabat, atau orang MISKIN yang sangat fakir. Dan dia termasuk orang-orang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih saying Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan”
Ayat-ayat
di atas menjelaskan bahwa ada dua jalan yang bisa kita pakai dalam memanfaatkan
harta kita. Al-Qur’an menyarankan kita untuk mengambil jalan yang sukar dan
mendaki, yaitu memerdekakan budak atau memberi makan pada anak yatim atau orang
miskin. Allah tidak menjelaskan tentang jalan yang mudah, melainkan memberi
contoh jalan yang sukar.
Mengapa disebut jalan yang
sukar? karena kebanyakan manusia enggan atau merasa berat atau merasa sukar
untuk melakukannya. Bila kita mampu mengalahkan rasa berat dan rasa sukar pada
diri kita dalam beramal, maka Allah menjanjikan kita termasuk golongan yang
kanan; ahli surga. Bukalah cermin hati kita sekali lagi. Apakah kita merasa
sukar untuk beramal pada orang miskin dan anak yatim? Hanya cermin hati yang
teramat dalam yang mampu menjawabnya dengan jujur.
Allah
berfirman dalam Surat al-Ma’arij [70] ayat 19-25
“Sesungguhnya manusia
diciptakan bersifat keluh kesah lagi KIKIR, Apabila ia ditimpakesusahan ia
berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
kecualiorang-orang yang mengerjakan SHALAT, yang mereka itu tetap mengerjakan
shalatnya,dan orang-orang yang dalam HARTAnya tersedia bagian tertentu, bagi
orang (miskin) yangmeminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak
mau meminta)”[7]
Secara
tegas Allah menyebutkan bahwa keluh kesah dan kikir itu telah menjadi sifat
bawaan manusia sejak ia diciptakan. Allah melukiskan sifat manusia dengan
sangat baik. Bagi saya pribadi, ayat di atas telah menelanjangi sifat kita.
Bukankah kalau kita tidak memiliki harta kita sering berkeluh kesah,
sebaliknya, kalau memiliki banyak harta kita cenderung untuk kikir. Lalu
bagaimana caranya agar sifat bawaan (keluh kesah & kikir) kita tersebut
tidak menjelma atau dapat kita padamkan.
Allah
menyebutkan, paling tidak, dua jalan. Pertama, mengerjakan sembahyang secara
kontinu. Kedua, menyadari bahwa dalam harta yang kita miliki terkandung bagian
tertentu untuk fakir miskin. Dua resep ini insya Allah akan mampu memadamkan
sifat keluh kesah dan sifat kikir yang kita miliki, untuk tetap peduli terhadap
sesama.
D.
Analisis
Dari penjelasan di atas
dapat kami analisis, bahwa kepedulian social itu sangat penting, karena kita hidup
di dunia ini selain makhluk individu juga makhluk sosial, yang artinya makhluk yang tidak bisa hidup sendiri dan
membutuhkan bantuan orang lain.
Ada
kalanya di saat orang lain kesusahan, dan kesulitan, kita sebagai insan
Secara istilah
yang beragama, rasa kepedulian sosial itu harus ditanamkan. Baik di dalam keluarga,
dalam kehidupan bertetangga, bermasyarakat dan bernegara agar tercapai
perdamaian yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Islam
mengajarkan umatnya untuk senantiasa peduli terhadap sesama, untuk saling
tolong menolong terhadap saudaranya yang kekurangan. .
E.
Kesimpulan
Dari
penjelasan di atas dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut :
Secara istilah pengertian islam
menurut Harun Nasution adalah Agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan
kepada manusia melalaui nabi Muhammad SAW sebagai rosul.
Social berasal dari kata socius yang
artinya teman atau kawan. Dalam ruang lingkup sosial terdapat
suatu masyarakat.
Kepedulian sosial
adalah minat atau ketertarikan kita untuk membantu orang lain. Lingkungan
terdekat kita yang berpengaruh besar dalam menentukan tingkat kepedulian sosial
kita. Lingkungan yang di maksud disini adalah keluarga, teman, dan lingkungan.
Hubungan islam terhadap kepedulian sosial itu sangat erat, karena
Ajaran islam pada dasarnya ditujukan untuk kesejah teraan manusia,
termasuk dalam bidang social islam menjunjung
tinggi tolong menolong, saling menasehati tentang hak dan kesabaran, kesetiakawaan, egaliter
(kesamaan drajat), tentang rasa dan kebersamaan.
Dalam islam juga mengajarkan kepada kita untuk
senantiasa berbagi kepada orang yang membutuhkan. Misalnya dalam islam
mengajarkan kepada kita untuk sedekah, infaq, zakat, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Dan
Terjemahnya. 1999. Semarang :
CV.Wicaksana
http://www.pkpu.or.id/zakat.php
diakses 19 Desember 2011
Nata, Abuddin. 1999. metodologi
studi islam. Jakarta : PT.Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar