MELAKSANAKAN PERINTAH SESUAI KEMAMPUAN (HADITS 9) DAN MAKANLAH DARI
RIZKI YANG HALAL (HADITS 10)
I.
PENDAHULUAN
A.
Pengantar
Sesungguhnya
sebenar-benarnya perkataan adalah Firman Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan seburuk-buruk
perkara adalah perkara yang baru dalam masalah agama. Sesungguhnya setiap
perkara yang baru dalam agama adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat,
dan setiap kesesatan ujung-ujungnya adalah Neraka.
Arba’in
An-Nawawi adalah kitab kumpulan hadits yang sangat terkenal. Berisi
hadits-hadits yang sangat mendasar bagi pembentukan pemahaman seseorang akan
hakekat Dienul Islam. Maka sudah semestinya bagi setiap muslim untuk
mempelajarinya dengan pemahaman yang benar.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Matan, Arti, dan Syarah Hadits Kesembilan
Arbain Nawawi?
2.
Bagaimana Matan, Arti, dan Syarah Hadits Kesepuluh
Arbain Nawawi?
II.
PEMBAHASAN
A.
Hadits Kesembilan Arbain Nawawi
1.
Matan Hadits
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ
فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا
أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ
عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ . [رواه
البخاري ومسلم][1]
Artinya; Dari Abu Hurairah
Abdurrahman bin Sakhr radhiallahuanhu dia berkata: “Saya mendengar Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Apa yang aku larang hendaklah kalian
menghindarinya dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan
semampu kalian. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah
karena banyaknya pertanyaan mereka (yang tidak berguna) dan penentangan mereka
terhadap nabi-nabi mereka”. (Bukhori dan Muslim).
2.
Makna Lafadz;
Larang :
|
نَهَيْتُكُمْ
|
Rusak :
|
أَهْلَكَ
|
Hindari :
|
فَاجْتَنِبُوْهُ
|
Banyak :
|
كَثْرَةُ
|
Perintah :
|
أَمَرْتُكُمْ
|
Masalah :
|
مَسَائِلِهِمْ
|
Laksanakan :
|
فَأْتُوا
|
Menentang :
|
اخْتِلاَفُه
|
Mampu :
|
اسْتَطَعْتُمْ
|
Para
Nabi :
|
أَنْبِيَائِ
|
3.
Syarah Hadits[2]
Dalam sabda beliau: (مَا)
dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Apa-apa yang aku
larang”, dan di dalam sabdanya, “Apa-apa yang aku perintahkan” adalah (مَا) syarthiyah (kata syarat), yakni: apapun yang telah dilarang dari kalian, maka jauhilah hal itu
seluruhnya, dan janganlah kalian melakukannya sedikit pun juga, karena menjauhi
perbuatan tersebut lebih mudah daripada mengerjakannya, semua orang telah
mengetahui hal tersebut.
Adapun perkara yang diperintahkan,
beliau bersabda, “Dan apa-apa yang aku perintahkan, kerjakanlah semampu kalian.”
Karena perkara yang diperintahkan adalah perbuatan dan terkadang hal itu
memberatkan manusia. Oleh karena itu, Nabi telah membatasi hal itu dengan
sabdanya, (maka kerjakanlah semampu kalian).
4.
Pelajaran Yang Bisa Dipetik[3]
a.
Wajibnya menghindari semua apa yang
dilarang oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam.
b.
Siapa yang tidak mampu melakukan perbuatan
yang diperintahkan secara keseluruhan dan dia hanya mampu sebagiannya saja maka
dia hendaknya melaksanakan apa yang dia mampu laksanakan.
c.
Allah tidak akan membebankan kepada
seseorang kecuali sesuai dengan kadar kemampuannya.
d.
Perkara yang mudah tidak gugur karena
perkara yang sulit.
e.
Menolak keburukan lebih diutamakan dari
mendatangkan kemaslahatan.
f.
Larangan untuk saling bertikai dan anjuran
untuk bersatu dan bersepakati
g.
Wajib mengikuti Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam, ta’at dan menempuh jalan keselamatan dan
kesuksesan.
h.
Al Hafiz berkata : Dalam hadits ini
terdapat isyarat untuk menyibukkan diri dengan perkara yang lebih penting yang
dibutuhkan saat itu ketimbang perkara yang saat tersebut belum dibutuhkan.
5. Hubungan Hadits dengan Konsep Pendidikan
a. Perintah dan Larangan
Pada
dasarnya syariát Islam adalah berupa perintah[4].
Oleh karena itu, larangan yang ada jumlahnya sedikit. Semua yang diperintahkan
akan membawa kebaikan bagi pelakunya, meski tidak berniat karena Allah. Dan
semua yang dilarang membawa kejelekan bagi pelakunya. Dengan demikian manusia
butuh kepada sesuatu yang diperintahkan dan tidak butuh kepada sesuatu yang
dilarang. Begitu pula pada pendidikan di sekolah, peraturan, dan perintah guru
akan mendatangkan kebaikan, yaitu nilai baik. Namun bila dilanggar akan
mendapatkan sanksi.
Perintah dan larangan Allah terbagi dua, yaitu wajib
dan sunnah[5].
Jika perintah dan larangan terkait dengan urusan ibadah maka perintah dan
larangan tersebut hukumnya wajib, dan jika terkait dengan urusan dunia maka
hukumnya sunnah, kecuali ada dalil yang memalingkan dari hukum asalnya.
Melaksanakan perintah terikat dengan kemampuan,
karena jumlahnya sangat banyak. Sedangkan larangan jumlahnya sedikit dan tidak
dibutuhkan, maka tidak terikat dengan kemampuan. Melaksanakan perintah lebih
mulia dibanding meninggalkan larangan, demikian juga meninggalkan perintah
lebih hina dibanding menerjang larangan.
b. Sebab Kehancuran Dan Kebinasaan
Sebab
utama kehancuran umat adalah sekedar banyak bertanya dan menentang perintah
nabinya. Sikap yang benar adalah bertanya untuk diamalkan dan tunduk pada
perintah nabi. Maka orang yang sekedar banyak bertanya, bukti akan kelemahan
agamanya dan tidak wara’-nya. Diantara dampak jelek banyak bertanya adalah
timbulnya perpecahan.
B. Hadits Kesepuluh Arbain Nawawi
1. Matan Hadits
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ :
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ تَعَالَى
طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ
بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ تَعَالَى : ,يَا أَيُّهَا
الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً - وَقاَلَ تَعَالَى : , يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ
طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ - ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ
أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ ياَ رَبِّ يَا رَبِّ
وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِّيَ
بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ .
[رواه مسلم][6]
Artinya; Dari Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, ia
berkata: “Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Sesungguhnya
Alloh itu baik, tidak mau menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya
Alloh telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin (seperti) apa yang telah
diperintahkan kepada para rosul, Alloh berfirman, “Wahai para Rosul
makanlah dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal sholih” (QS Al
Mukminun: 51). Dan Dia berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah
dari apa-apa yang baik yang telah Kami berikan kepadamu” (QS Al Baqoroh:
172). Kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan
perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu. Dia menengadahkan kedua tangannya
ke langit seraya berdoa: ”Wahai Robbku, wahai Robbku”, sedangkan makanannya
haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan (perutnya) dikenyangkan dengan
makanan haram, maka bagaimana mungkin orang seperti ini dikabulkan do’anya.”
(HR. Muslim)
2.
Makna Lafadz
Baik
|
طَيِّبٌ
|
Bercarita
|
ذَكَرَ
|
Menerima
|
يَقْبَلُ
|
Perjalanan Jauh
|
يُطِيْلُ السَّفَرَ
|
Perintah
|
أَمَرَ
|
Mengadahkan tangan
|
يَمُدُّ يَدَيْهِ
|
Para Utusan
|
الْمُرْسَلِيْنَ
|
Dan makanan
|
وَمَطْعَمُهُ
|
Beberapa Kebaikan
|
الطَّيِّبَاتِ
|
Minum
|
مَشْرَبُ
|
Sholeh
|
صَالِحاً
|
Pakai
|
َمَلْبَسُ
|
Berikan
|
رَزَقْنَا
|
Kenyang
|
غُذِّيَ
|
3. Keutamaan Hadits[7]
Hadits ini merupakan hadits yang
penting karena memuat beberapa kaidah dalam Islam dan beberapa kaidah dalam
hukum. Diantaranya menjelaskan tentang syarat diterimanya amalan seorang hamba
dan pentingnya membersihkan semua amalan kita dari noda yang bisa merusaknya
sehingga tidak diterima di sisi Allah subhaanahu wa ta'ala
Hadits ini juga menjelaskan tentang
pentingnya memperhatikan masalah makanan, minuman dan pakaian dari yang halal
dan baik, dan menjauhkannya dari yang haram dan buruk karena itu merupakan
salah satu sebab dari tidak diterimanya do’a seseorang. Di samping itu juga
menjelaskan tentang salah suatu ibadah yang paling tinggi nilainya di sisi
Allah subhaanahu wa ta'ala yaitu do’a, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam:
“Do’a itu adalah ibadah”. (HR. Abu
Dawud dan At-Tirmidzi dari An Nu’man bin Basyir)[8]
Artinya ibadah yang paling utama
adalah do'a. Hadits ini juga menjelaskan beberapa adab dalam berdo'a sekaligus
menjelaskan kepada kita tentang beberapa hal yang dapat menyebabkan ditolaknya
do’a. Karena itu hadits ini perlu kita pelajari dan kita pahami untuk
diterimanya amalan-amalan kita.
4.
Syarah Hadits[9]
إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ “Sesungguhnya Allah itu Thoyyib (Baik)”. Kata Thoyyib dalam
dalam Al-Qur'an mempunyai beberapa makna, diantaranya:
a.
Sesuatu yang lezat, yang kita sukai atau senangi,
sebagaimana firman Allah subhaanahu wa ta'ala :[10]
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga
atau empat ...”.(An Nisaa : 3)
b.
Sesuatu yang halal, sebagaimana firman Allah
subhaanahu wa ta'ala:[11]
Artinya: “Katakanlah: "Tidak
sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik
hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu
mendapat keberuntungan".(Al Maidah : 100)
Dalam Tafsir Jalalain dikatakan
bahwa : "Katakanlah tidak sama antara yang Al-Khabits (haram) dan yang
thoyyib (halal)." Sesuatu yang halal dapat berupa hal yang disukai dan
boleh jadi merupakan sesuatu hal yang tidak kita senangi, berbeda dengan makna
pertama sehingga disebutkan oleh Allah subhaanahu wa ta'ala: "Bahkan
kadang yang haram itu lebih mernarik bagimu".[12]
c.
Sesuatu yang suci dan bersih dari segala macam
kekurangan dan segala aib, sebagaimana firman Allah subhaanahu wa ta'ala :[13]
Artinya: “Wanita-wanita yang keji adalah untuk
laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang
keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan
laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang
dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu).
Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)”.(An Nuur : 26)
Maksudnya adalah yang bersih dan suci dari aib yakni
segala macam bentuk kemaksiatan, dengan kata lain bukan ahli/pelaku maksiat
baik dari laki-laki maupun perempuan.
Adapun pelajaran yang dapat di ambil dari uraian hadits
kesepuluh diantaranya;
a.
Dalam hadits diatas terdapat
pelajaran akan sucinya Allah ta’ala dari segala kekurangan dan cela.
b.
Allah ta’ala tidak menerima
kecuali sesuatu yang baik. Maka siapa yang bersedekah dengan barang haram tidak
akan diterima.
c.
Sesuatu yang disebut baik
adalah apa yang dinilai baik disisi Allah ta’ala.
d.
Berlarut-larut dalam
perbuatan haram akan menghalangi seseorang dari terkabulnya doa.
e.
Orang yang maksiat tidak
termasuk mereka yang dikabulkan doanya kecuali mereka yang Allah kehendaki.
f.
Makan barang haram dapat merusak
amal dan menjadi penghalang diterimanya amal perbuatan.
g.
Anjuran untuk berinfaq dari
barang yang halal dan larangan untuk berinfaq dari sesuatu yang haram.
h.
Seorang hamba akan diberi
ganjaran jika memakan sesuatu yang baik dengan maksud agar dirinya diberi
kekuatan untuk ta’at kepada Allah.
i.
Doa orang yang sedang safar
dan yang hatinya sangat mengharap akan terkabul.
j.
Dalam hadits terdapat
sebagian dari sebab-sebab dikabulkannya do’a : Perjalanan jauh, kondisi yang
bersahaja dalam pakaian dan penampilan dalam keadaan kumal dan berdebu,
mengangkat kedua tangan ke langit, meratap dalam berdoa, keinginan kuat dalam
permintaan, mengkonsumsi makanan, minuman dan pakaian yang halal.
5.
Hubungan Hadits Dengan
Konsep Pendidikan
Mengonsumsi
sesuatu yang thoyyib merupakan karakteristik para rasul dan kaum mukminin.
Makanan yang thoyyib sangat berpengaruh terhadap kebagusan ibadah, terkabulnya
doa dan diterimanya amal. Dalam pendidikan, makanan yang sehat adalah awal
hidup sehat.
III.
KESIMPULAN
1. Hadits
9
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ
فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا
أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ
عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ . [رواه
البخاري ومسلم]
Artinya; Dari Abu Hurairah
Abdurrahman bin Sakhr radhiallahuanhu dia berkata: “Saya mendengar Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Apa yang aku larang hendaklah kalian
menghindarinya dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan
semampu kalian. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah
karena banyaknya pertanyaan mereka (yang tidak berguna) dan penentangan mereka terhadap
nabi-nabi mereka”. (Bukhori dan Muslim).
Pada
dasarnya syariát Islam adalah berupa perintah. Oleh karena itu, larangan yang
ada jumlahnya sedikit. Semua yang diperintahkan akan membawa kebaikan bagi
pelakunya, meski tidak berniat karena Allah. Dan semua yang dilarang membawa
kejelekan bagi pelakunya
2. Hadits
10
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ :
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ تَعَالَى
طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ
بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ تَعَالَى : ,يَا أَيُّهَا
الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً - وَقاَلَ تَعَالَى : , يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ
طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ - ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ
أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ ياَ رَبِّ يَا رَبِّ
وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِّيَ
بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ .
[رواه مسلم]
Artinya; Dari Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, ia
berkata: “Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Sesungguhnya
Alloh itu baik, tidak mau menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya
Alloh telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin (seperti) apa yang telah
diperintahkan kepada para rosul, Alloh berfirman, “Wahai para Rosul makanlah
dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal sholih” (QS Al
Mukminun: 51). Dan Dia berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah
dari apa-apa yang baik yang telah Kami berikan kepadamu” (QS Al Baqoroh:
172). Kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan
perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu. Dia menengadahkan kedua tangannya
ke langit seraya berdoa: ”Wahai Robbku, wahai Robbku”, sedangkan makanannya
haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan (perutnya) dikenyangkan dengan
makanan haram, maka bagaimana mungkin orang seperti ini dikabulkan do’anya.”
(HR. Muslim)
Hadits ini merupakan hadits yang
penting karena memuat beberapa kaidah dalam Islam dan beberapa kaidah dalam
hukum. Diantaranya menjelaskan tentang syarat diterimanya amalan seorang hamba
dan pentingnya membersihkan semua amalan kita dari noda yang bisa merusaknya
sehingga tidak diterima di sisi Allah subhaanahu wa ta'ala
Hadits ini juga menjelaskan tentang
pentingnya memperhatikan masalah makanan, minuman dan pakaian dari yang halal
dan baik, dan menjauhkannya dari yang haram dan buruk karena itu merupakan
salah satu sebab dari tidak diterimanya do’a seseorang
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,
Abu. Syarah Arbain Nawawiyah. 2010.
Solo: As-Salam Publishing. Cett ke V
Ahmad,
Abu. Syarah Arbain Nawawiyah. 2011.
Solo: As-Salam Publishing. Cett ke VI
Amar.2012.
Aplikasi Matan Hadits Arbain Nawawiyah.
(http://islami-jar.blogspot.com)
Departemen
Kementerian Agama RI. Al Qur’n dan
Tarjamahnya. 2010. Semarang: Karya Toha Putra.
Syaikhu, Ahmad. Syarah Arbain An Nawawi. 2010. Jakarta: Darul Haq.
[1] Ahmad, Abu. Syarah
Arbain Nawawiyah. 2010. Solo: As-Salam Publishing. Cett ke V h 72
[2] Ahmad Asyaikhu. Syarah
Arbain An Nawawi. 2010. (Jakarta: Darul Haq).h 73
[3] Ahmad Asyaikhu. Syarah Arbain An Nawawi. 2010. (Jakarta:
Darul Haq).h 77
[4] Ahmad Asyaikhu. Syarah Arbain An Nawawi. 2010. (Jakarta:
Darul Haq).h79
[5] Ahmad, Abu. Syarah
Arbain Nawawiyah. 2010. Solo: As-Salam Publishing. Cett ke V h74
[7] Ahmad Asyaikhu. Syarah Arbain An Nawawi. 2010. (Jakarta:
Darul Haq).h 85.
[8] Ahmad, Abu. Syarah
Arbain Nawawiyah. 2011. Solo: As-Salam Publishing. Cett ke VI h 78
[9] Ahmad, Abu. Syarah
Arbain Nawawiyah. 2011. Solo: As-Salam Publishing. Cett ke VI h 89
[10] Departemen Kementerian Agama RI.
Al Qur’n dan Tarjamahnya. 2010.
(Semarang: Karya Thoha Putra Semarang)
h274
[11] Departemen Kementerian Agama RI.
Al Qur’n dan Tarjamahnya. 2010.
(Semarang: Karya Thoha Putra Semarang)
h147
[12] Departemen Kementerian Agama RI.
Al Qur’n dan Tarjamahnya. 2010.
(Semarang: Karya Thoha Putra Semarang
[13] Departemen Kementerian Agama RI.
Al Qur’n dan Tarjamahnya. 2010.
(Semarang: Karya Thoha Putra Semarang
[14] Amar.2012. Matan Hadits Arbain
Nawawiyah. (http://islami-jar.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar