Minggu, 22 Januari 2012

Akhlak Tasawuf


AKHLAK

A.    Pengertian Akhlak
Menurut Ustadz Manshur Ali Rozaq dalam buku yang berjudul Ta’amilati Fi Filsalafati Akhlak, bahwa akhlak berbentuk jama’ dari khuluqun/khulqun. Secara Etimologi akhlak itu mengandung beberapa pengertian, antara lain : tabiat (at-thobiah) atau watak, perangai (as-ajjiyah), kebiasaan (al-‘adah), keperwiraan (al-muniah), agama (ad-din).
a.       Tabiat tidak bisa diubah hanya kemungkinan kecil saja, watak/tabiat menurut orang jawa ditentukan oleh hari lahirnya. Watak berbeda dengan watuk (batuk), watuk bisa diobati, sedangkan watak tidak.
b.      Perangai, hampir mirip dengan watak, menurut ahli jiwa, perangai bisa dilihat dari wajah.
c.       Kebiasaan (al-‘adah) dengan mengawali dari hal-hal yang bermanfaat, nantinya akan menjadi akhlak, suatu saat hal walaupun berat tetapi ada kemauan untuk merubah suatu saat akan menjadi kebiasaan[1]
d.      Keperwiraan adalah penampilan “maju terus pantang mundur”, dan “sedikit bicara banyak bekerja”.
e.       Agama yang diikuti dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangannya akan membentuk akhlak.
Secara terminologi beberapa ulama memberikan definisi pengertian akhlak yang berbeda-beda, antara lain:
·        Menurut Ibnu Maskawaih:
ٲلخلق حال للنفسىدعيۃلهاألى أفعالها من غيرذكرورعية
“Akhlak adalah keadaan jiwa (seseorang) yang menolongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatannya tanpa pertimbangan fikiran lebih dahulu”
·        Menurut Al-Ghozali:
الخلق عبارةعن هيئة فى النفس راسمة عنها تصدرالافعال بسهولة ويسرمن غير حاجة الى فكروروئسة
 “Akhlak adalah suatu sifat ungkapan dari sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan dengan mudah dan tidak membutuhkan pemikiran”.
·        Menurut Ahmad Amin.
Sebagian ahli ilmu akhlak member batasan akhlak bahwasannya ia adalah kehendak yang telah dibiasakan (عادةالارادة) artinya bahwa kehendak itu jika membiasakan suatu perbuatan maka perbuatan itu dinamakan akhlak.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan akhlak adalah keadaan jiwa seseornag yang telah terlatih sedemikian rupa sehingga menjadi perangai yang mudah melahirkan laku perbuatan secara berulang-ulang tanpa membutuhkan pemikiran dan perrtimbangan sebelumnya.
Menurut penyelidikan Prof. Omar Muhammad At-Tamu As-Saibary bahwa di dalam Al Qur’an terdapat 1504 ayat yang berhubungan dengan masalah akhlak, baik yang bersifat teoritis maupun praktis, atau hampir ¼ ayat Al-Qur’an berkaitan dengan akhlak. Namun secara verbal menyebutkan bahwa perkataan (khuluq) dapat ditemui pada 2 ayat/surat pertama dalam surat Al-Qolam, ayat 4:  
ﻮﺃﻧﻚ ﻟﻌﻟﻰ ﺨﻟﻖﻋﻈﻴﻢ (ﺃﻟﻘﻟﻢ :٤)
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) berada diatas budi pekerti yang luhur”
Surat ke-2 dalam surat as-Syu’aro ayat : 147.
أن هذا الا خلق ألاولين (ٲلشعراء :١٤٧)
“Agama kami ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang “dahulu”.
Perbedaan pada ayat pertama kata khuluk disebut dalam konotasi yang bersikap memuji (kepada Muhammad) dan merupakan petunjuk sutau potret serta kriteria perilaku baik yang harus diteladani dan diperbuati sedangkan pada ayat kedua kata khuluk disebutkan dalam konteks gambaran/ilustrasi sebagai agama.
Kecuali dalam Al Qur’an kata khuluq/akhlak disebutkan pula dalam hadist Nabi SAW dalam bentuk mufrod tunggal maupun jama’ yang berbunyi:
ٲكمل ألمؤمنين أيما نا أحسنهم حلقا روه ترمذى
“Orang mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaknya”
  أنمابعثت لاتمم مكارمالاخلق روه احمد
“Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia”.

B.     Pengertian Ilmu Akhlak
Kata ilmu akhlak terdiri dari dua kata ilmu dan akhlak. Dapat dianalisa pengertian dari dua segi, yaitu istidhafi dan istilahi secara idhofi, ilmu akhlak adalah segala ilmu yang berkaitan dengan akhlak dalam pengertian idhofi, maka jangkauannya lebih luas sekali karena meliputi ilmu-ilmu yang lain seperti ilmu jiwa, sosiologi, logika, estetika, dsb.
Dari segi istilah/terminologi, para ahli akhlak antara lain memberi batasan ilmu akhlak sebagai berikut:
v  Menurut Achmad Amien, ilmu akhlak yaitu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menjelaskan perbuatan mana yang harus diperbuat oleh seseorang terhadap yang lain dan menjelaskan pula suatu tujuan yang akan dikejar manusia dalam semua perbuatannya serta menerangkan jalan-jalan yang selayaknya ditempuh.
v  Menurut Butras Al-Bustani, ilmu akhlak yaitu ilmu yang membahas tentang keutamaan dan cara-cara memperolehnya agar manusia dapat memakainya dan membahas tentang kejelekan-kejelekan serta cara-cara menjaganya agar manusia dapat menghindarinya.
v  Menurut Hafidz Hasan Al-Mas’udi, ilmu akhlak yaitu ilmu yang menerangkan tentang kebaikan hati dan panca indra (kebaikan lahir dan batin).
Dari definisi-definisi di atas, maka dapat diperoleh pokok-pokok pikiran yang berkaitan dengan ilmu akhlak, antara lain:
a.       Obyek pokok ilmu akhlak adalah membahas baik dan buruknya laku perbuatan manusia.
b.      Fungsi utama adalah sebagai petunjuk tentang kaidah-kaidah pergaulan baik hubungan vertikal maupun horizontal.
c.       Tujuan praktis ilmu akhlak adalah memperoleh kesucian lahir (panca indra) dan batin sebagai sumber penggerak perbuatan.
d.      Tujuan ideal ilmu akhlak adalah mengantarkan manusia memperoleh kebahagiaan dunia dan akherat (sa’adatud-darojah).
Dalam dunia ilmu pengetahuan, ilmu akhlak juag disebut filsafat akhlak/filsafat etika. Filsafat adalah Bahasa Yunani “Philein” artinya mencintai dan “Shopia” artinya kebijaksaan dalam perbuatan.
Sebagai orang beriman, bahwa kebenaran yang mutlak hanya kepada Tuhan manusia hanya dapat mencari kebenaran itu dengan mencari hal-hal yang samar guna menyesuaikan antara pikiran dan perbuatan. Akhirnya mengerti akan kebenaran tersebut.
Orang yang cinta kebenaran dengan cara yang demikian dinamakan filosof. Pengertian akhlak sama dengan etika islam. Sedang etika sama dengan kesusilaan. Semua hal yang berkaitan dengan norma-norma (nilai-nilai) norma yang baik harus berlaku di masyarakat dan yang buruk tidak berlaku didalam masyarakat. Oleh karena itu, akhlak / etika/kesusilaan dapat digolongkan dalam ilmu pengetahuan normatif, yaitu ilmu pilihan suatu putusan, suatu jawaban ya atau tidak. Maka ilmu akhlak bukannya ilmu pengetahuan deskriptif yang hanya menerangkan tindakan dan kelakuan manusia secara apa adanya. Seperti antropolgi, sosiologi, psikologi, dsb.
Untuk menghindari kekaburan pengertian akhlak maupun ilmu akhlak perlu penjelasan pengertian-pengertian beberapa konsep sejenis akhlak dsb.
1.      Etika
Etika berasal dari Bahasa Yunani “ethos” artinya adat kebiasaan. Bahasa Inggrisnya “ethics” artinya seperangkat aturan perbuatan.
Perbuatan itu ada yang baik dan ada yang buruk misalnya jujur, dermawan, pembohong, pengecut, dsb. Semua ini ada alat pengukurannya yang dalam etika dinamakan norma etika. Norma etika itu berupa hasil pemikiran para filosofis adat-istiadat, instuisi, dan perbuatan formal lainnya.
2.      Moral
Moral berasal dari Bahasa Yunani “Mores” artinya adat kebiasaan. Dalam pengertian konsep ialah ide yang umu yang diterima oleh kesatuan sosial masyarakat tentang perbuatan manusia yang baik diterima dan jelek ditolak.
Frist Khan mengatakan Moral adalah baik laku atau perangai seseorang dimana dalam memenuhi tuntutan pribadinya tanpa mengganggu/merugikan orang lain.
Persamaan dan perbedaanya antara moral dan etika, adalah sebagai berikut:
Persamaan: moral dan etika sama-sama membicarakan tentang tindakan manusia dari segi baik dan buruk.
Perbedaan: etika lebih bersifat teoritis sedangkan moral lebih menerangkan segi praktis, dengan kata lain, etika berbicara bagaimana adanya tindakan tersebut dalam praktek/kenyataan, lebih lanjut etika menyelidiki, memikirkan dan mempertimbangkan tentang baik dan buruknya tindakan manusia secara umum (universal) sedangkan moral menyatukan ukuran yang baik dan buruk tentang tindakan manusia.
3.      Susila
Susila berasal dari bahasa Sansekerta, “Su” artinya lebih baik, “sila” artinya dasar, prinsip, atau aturan. Susila lebih menunjukan kepada dasar prinsip aturan hidup atau sila yang lebih baik, pada umunya orang mengidentikan (menyamakan) pengertian akhlak, etika, moral dan susila yang menggambarkan suatu perilaku baik dari seseorang.
Contoh: si A berakhlak, etis, bermoral, bersusila akan terbayang dalam benak kita bahwa dia baik perkataan, sikap dan tingkah laku dihiasi sopan santun, ramah, jujur, dermawan, dsb.
Dalam pembahasan ilmiah, konsep akhlak, etika, moral dan susila, para ahli menggunakannya dalam pengertian yang sama, dan dalam pengertian yang berbeda-beda, yang menyamakan dengan alasan:
a.       Dari sudut etimologi perkataan akhlak, etika, moral dan susila mengandung pengertain yang hamper sama, yaitu: adat-istiadat atau aturan sopan santun.
b.      Konsep akhlak, etika, moral dan susila banyak digunakan dalam dunia kefilsafatan, dalam literature-literatur banyak kita jumpai tema filsafat, seperti filsafat susila, filsafat akhlak, filsafat moral, dsb.
Metode pendekatan hampir sama yang membedakan:
a.       Dalam kajian akhlak (Islam) sumber nilainya dari Al Qur’an dan As Sunnah, bersumber pada produk akal manusia.
b.      Jangkauan ikatan ilmu akhlak (Islam) meliputi hubungan vertikal dan horizontal sedang konsep-konsep lainnya hanya meliputi hubungan horizontal.
c.       Akhlak, etika, dan susila disamakan dengan moral. Hanya terbatas dalam arti praktis sedangkan konsep akhlak, etika, dan susila sebagai ilmu yang mempelajari perbuatan berdasarkan norma etis, maka jelaslah ketiga konsep tersebut lebih menekankan segi teoritis, sehingga berbeda dengan konsep moral.
Obyek dan ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak
Sebagai ilmu pengetahuan social, skhlak mempunyai obyek materia dan obyek formal.
Obyek materia akhlak adalah perbuatan manusia dalam terbukanya sebagai makhluk individu, social, maupun sebagai hamba Allah.
Obyek formal akhlak adalah perbuatan manusia ditinjau dari segi baik dan buruknya. Sehingga tidak semua perbuatan manusia menjadi obyek formalnya.
Ditinjau dari sudut suasana batin subyek atau perilakunya, manusia dapat dibedakan menjadi dua kata kunci:
a.       Tindakan pribadi ini dibedakan menjadi dua:
1)      Tindakan sadar, yaitu tindakan yang benar-benar dikehendaki atas pilihan dan dikehendakinya tanpa tekanan dan ancaman pihak lain.
2)      Tindakan tidak sadar, yaitu tindakan pribadi di luar control kesadaran pelakunya, tetapi bukan karena ditekan dan dipaksa dari pihak lain. Hal ini hanya bisa terjadi:
·        Pelakunya benar-benar tidak sadar, misalnya sakit, tidur, dsb.
·        Pelakunya dalam keadaan sadar namun terjadi di luar kemampuannya. Jenis tindakan/perbuatan ini dapat dibedakan menjadi dua:
ü  Gerak refleks, (reflect action/ عمل محكنة) misalnya orang yang keluar dari tempat gelap ke tempat terang, matanya berkedip-kedip.
ü  Gerak otomatis (automatic action/عمل عليه  ) misalnya dengan jantung, denyut nadi, dsb.











Menurut Dr. Ahmad Amin bahwasannya yang menjadi obyek akhlak adalah sadar, baik inisiatif sendiri atau pengaruh orang lain. Namun dilandasi kehendak bebasnya. Jelasnya obyek formal akhlak adalah perbuatan bebas dan sadar/perbuatan amal ikhtiar.
Sebagaimana hadist nabi:
أنماالأعما ل بالنية وانما لكل امرئ مانوى (رواه الخارى ومسلم)
“Sesungguhnya segala perbuatan itu sahnya disertai niat dan bagi perbuatan seseorang diganjar sesuai dengan niat”.
Tentang syarat kebebasan tidak ada paksaan dalam agama. Manusia diberi kebebasan mutlak………………….
Yang berujung pada dua hal, yaitu yang membahagiakan dan yang menyesatkan sebagaimana Firman Allah, Surat Al Baqarah ayat 256.
لاأكراه فى الدين قد تبين الرشد من ألغى (البقره :٢٥٦
“Tidak ada paksaan untuk memasuki agama (Islam) sesungguhnya jelas jalan dari pada jalan yang salah”.





HUBUNGAN AKHLAK DENGAN IMAN
A.    Kerangka Pokok Ajaran Islam
Ada bagian yang utama:
a.       Hukum yang berkaitan dengan aqidah (keimanan), ini meliputi keimanan kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari kiamat dan ketentuan yang baik dan buruk, lebih jelasnya ada di kitab-kitab Usuludin dan Ilmu Kalam.
b.      Hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah furuq (cabang), baik hukum ibadah maupun muamalah, ini meliputi hukum-hukum ibadah, transaksi niaga, pernikahan, pidana, ketatanegaraan dan hukum-hukum lainnya yang dimuat dalam Kitab Fiqih.
c.       Hukum-hukum yang berkaitan dengan moral/akhlak sebagaimana banyak dijumpai di dalam Al Quran dan Al Hadist untuk mendorong keutuhan moral manusia seperti keadilan, kesabaran, jujur, dsb sebagai kesempurnaan iman.
Ketiga kerangka pokok ajaran Islam tersebut di atas, oleh para ahli dirumuskan dalam formulasi iman-Islam-ihsan.
1.      Iman
Secara umum berarti kepercayaan yang terdapat dalam diri seseorang terhadap sesuatu perkara yang berada diluar dirinya yang dianggap mempunyai kekuatan dan kekuasaan yang mutlak terhadap seluruh alam dan pada gilirannya kepercayaan tersebut mendorong untuk berbuat sesuatu.
Menurut Ustad Abdul ‘Ala Al-Maududi dalam bukunya “To Word Understanding of Islam” mengatakan bahwa iman adalah mengetahui dan menyakini knowledge an belief. Orang yang mengetahui Ke-Esaan Tuhan dan semua sifat-sifatnya, larangan-larangannya, ganjaran dalam hukumnya, percaya dengan mutlak dinamakan mukmin.
2.      Islam
Bahwa antara Islam dan Iman tidak dapat dipisah, mempunyai hubungan kausal. Menurut Prof. K.H. Tho’ib Thohir Abdul Mu’in tentang hubungannya sebagai berikut:
Lafadz iman dan Islam itu ke-2nya dimaksudkan lahir dan batin. Maka yang diadakan inilah yang dimaksud Addinul Islam yaitu tercakup di dalamnya iman dan Islam.
Adapun dalam beragama jika luar saja tidak diterima oleh syara’ dan demikian pula sebaliknya maka jelaslah bagi kita bila ujian Tuhan terhadap orang mukmin yang dimaksud adalah orang yang iman dan Islam.
Demikian juga apabila Tuhan menguji orang yang muslim, maka yang dimaksud adalah orang yang Islam yang iman sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah 132.
فلا تموتن الاوانتم مسلمون
“Maka jangan mati dalam keadaan selain Islam”
3.      Ihsan
Yaitu pengabdian diri/menyembah Allah dengan sikap mental seolah-olah melihat Allah atau dilihat olehnya dengan ikhlas, beribadah dengan khusuk, tunduk dengan cara-cara yang sebaik-baiknya.

B.     Akhlak Sebagai Refleksi Iman (Hubungan Iman dan Amal Shaleh)
Amal saleh/amal seseorang merupakan refleksi iman, itulah yang dapat mengantarkan jalan ke surge yang abadi sebagaimana firman Allah dalam Al Baqarah ayat 82
وٲلذين امنواوعملواالصلحت اولئك أصحب الجنةهم فيهاخلدون
“Orang-orang yang beriman dan orang-orang yang sholeh mereka itu penghuni surga, mereka kekal di dalamnya”.



C.     Pembentukan Pribadi Etis/Berakhlak
1.      Versi pendidikan Islam
Menurut Prof. Muh Athia Elabrosy dalam kajiannya tentang pendidikan Islam mengemukakan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa dari pendidikan Islam. Tujuannya adalah pencapaian akhlak yang sempurna. Itu adalah hakekat dari tujuan pendidikan yang sebenarnya.
Jadi tujuan pendidikan dan pengajaran dalam Islam bukan semata-mata mengisi otak dengan berbagai macam pengetahuan yang kering dari nilai-nilai moral/akhlak.
Sebab tujuan pendidikan Islam yang asasi adalah keutamaan (Al Fadhilah). Oleh karena itu, setiap pelajaran haruslah merupakan akhlak. Demikian pula setiap guru berkewajiban memelihara integritas dihadapan murid-muridnya.
Menurut Drs Ahmad De Marimba dalam bukunya, pengantar filsafat pendidikan Islam menegaskan bahwa proses pembentukan kepribadian tradisi ada tiga tahap:
a.       Kebiasaan
b.      Pembentukan kerohanian yang luhur.
c.       Pembentukan pengertian sikap dan minat
2.      Versi tasawuf Islam
.........................................
Untuk merehabilitasi sikap mental yang tidak baik karena pengaruh hawa nafsu menurut sufi, tidak akan berhasil dengan baik apabila terapinya hanya dari aspek lahiriyah saja.
Pada tahap awal memasuki kehidupan sufi, seorang murid harus melakukan amalan/latihan kerohanian yang cukup berat. Tujuannya untuk menguasi hawa nafsu sampai ketitik terendah/mematikan sama sekali. Sistem pembinaan akhlak disusun sebagai berikut:
a.       تخل (Takholli)
Pertama mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan dunia (Takholli) menjauhkan diri dari kemaksiatan lahir dan batin dari dorongan hawa nafsu untuk menghindari mental yang tidak baik sehingga akses yang timbul dari keterikatan kehidupan dunia.
Al Ghozali mengatakan hal-hal tersebut dinamakan Al Muhlikat yaitu sifat buruk yang membawa kerusakan manusia lahir batin. Sifat-sifat jelek yang harus dihindari yaitu akhlakul Madhmumah seperti hasud (dengki), takabur, ghodhob, khiyanah, dusta, riya’, dsb.

b.      تحل (Tahalli)
Yaitu setelah keluar tahap pembersihan diri dari sifat dan sikap mental yang tidak baik, maka usaha itu dilanjutkan dengan menghiasi diri dengan jalan membiasakan dengan sifat-sifat yang baik berperilaku dengan ketentuan-ketentuan agama lahir batin, melaksanakan aspek-aspek luar seperti kewajiban yang bersifat formal, seperti sholat, puasa, haji, dll. Semua ini yang dimaksud dengan aspek luar.
Sedangkan yang dimaksud aspek dalam seperti: iman, keta’atan cinta Tuhan, dsb. Tahap tahalli itu adalah tahap pengisian jiwa setelah dikosongkan, maka setiap satu kebiasaan lama ditinggal harus diisi dengan satu kebiasaan baru yang baik.
Al Ghozalli berkata bahwa jiwa manusia dapat dilatih, dikuasai, diubah, dibentuk sesuai dengan kehendak manusia itu sendiri, dapat diisi dengan pembentukan pribadi etis/berakhlak mulia, seperti: tobat, ridho, zuhud, asketis, sabar, qona’ah, dsb. Oleh Al Ghozalli sifat-sifat terpuji itu dinamakan Al Munziyat.
c.       تجل (Tajalli)
Setelah frase tahalli, rangkaian pendidikan mental/akhlak ini dilanjutkan ke fase ketiga yaitu tajalli.
Kali ini manusia telah sampai kepada Nur Ghaib atau terungkap Nur Ghaib bagi hati-hati manusia apabila jiwa telah berisi dengan butir-butir mutiara akhlak dan organ-organ tubuh sudah terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan luhur agar hasil perbuatan tidak kurang, perlu diupayakan penghayatan rasa Ketuhanan. Suatu kebiasaan dilakukan dengan penuh kesadaran yang tinggi, kecintaan yang mendalam maka akan menambah rasa rindu kepada Tuhan.
Pendapat para sufi bahwa untuk mencapai derajat kesempurnaan kesucian jiwa ini, maka akan terbukalah jalan untuk mencapai Tuhan. Pada saat itu manusia akan mampu menguasai akhlak yang dikehendaki oleh Tuhan.

KEBAHAGIAAN
A.    Arti Kebahagiaan
Ada beberapa istilah sejenis, yaitu kelezatan (pleasure), kegembiraan /gembira (joy), kebahgiaan (happiness), dengan ketiga istilah ini dapat mengaburkan pengertian.
Menurut MC Dougal bahwa gejala-gejala kejiwaan di atas merupakan keadaan kejiwaan yang bersifat umum.
Kelezatan itu waktunya singkat sekali, dan banyak berkaitan dengan segi-segi jamaniah, misalnya kelezatan yang timbul dari makanan, minuman dan pakaian.
Adapun kegembiraan waktunya agak lebih panjang. Pada umunya lebih bersifat kejiwaan, karena ada kaitannya dengan perasaan, misalnya bergembira karena bertemu dengan teman lama atau pacar atau sembuh dari sakit yang berat, dsb.
Sedangkan kebahagiaan waktunya lebih panjang dari keduanya bahkan dapat juga berlangsung seumur hidup. MC Dougal mengatakan biasanya orang-orang yang merasakan kebahgiaan sanggup menyelesaikan suatu kewajiban yang dipercayakannya.
Rasa harga diri timbul bahwa menunaikan kewajiban adalah melaksanakan orang tentang dirinya, kemudian ia merasa bahagia sebagai hasil nyata dunia, self realitasism, dapat kita lihat bahwa kebahagiaan juga berkaitan dengan integritas pribadi seseorang. Keadaan ini timbul dari adanya keselarasan dan keserasian yang sempurna antara dorongan-dorongan dan sentimen-sentimen pribadi seseorang.
Dengan adanya kesatuan dan keserasian inilah yang menyebabkan atau menjamin pengarahan potensi manusia yang timbul dari pembawan naluri untuk mencapai tujuan yang diinginkan, apabila tujuan itu tercapai maka sesorang akan merasa puas, kepuasan yang sadar dan dirasakan seseorang karena keinginannya disadari memiliki sesuatu yang baik, itulah yang dinamakan kebahagiaan.
.....................................
B.     Ragam Penafsiran Tentang Kebahagiaan
Perbedaan pendapat yang menjadi obyek yang dapat memberikan kebahagiaan timbullah beberapa aliran:
1.      Hedorisme
2.      Epilurisme
3.      Utilitarianisme
4.      Stoisisme
5.      Evolusiraisme
Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut aliran tentang kebahagiaan:
1.      Hedorisme
Menurut aliran ini, bahwa kebaikan tertinggi yang menjadi tujuan segala manusia adalah kebahagiaan dalam bentuknya yang kasar, hedonisme menganggap kebahagiaan jasmaniah yang berupa kelezatan (pleasure).
Aliran ini lebih menekankan kelezatan jasmaniah/panca indra karena dipandang dalam intensif dari pada kesenangan intelektual. Walaupun lebih tinggi nilainya, menganggap bahwa dalam hidup ini diperlukan ketangkasan hidup untuk memungkinkan, memilih saat-saat kepuasan/kelezatan yang lestari (long continuepleasure).
2.      Epilurisme
Aliran ini pada dasarnya merupakan hedonisme dalam bentuk yang lebih luas. Tujuan hidup bukan kelezatan tetapi kedamaian. Maka aliran ini berusaha mencapai kebahagiaan dengan memperoleh ketentraman jiwa/batin sebanyak-banyaknya, menjauhi penderitaan sekecil-kecilnya.
Kesenangan intelektual lebih baik sebab lebih tahan lama dibandingkan kesenangan jasmaniah, agar sesorang tetap dalam keadaan bahagia, ia harus membatasi diri dari keinginan-keinginan sebagai cita-cita yang luhur suatu upaya menghilangkan keinginan-keinginan yang tidak dapat dicapai.
3.      Utilitarianisme
Ia lahir dari hedorisme, aliran ini mementingkan nilai guna/manfaat, ia tidak tamak/egoistis, juga memandang kepentingan kelompok untuk melaksanakan kepuasan bersama.
Tujuan hidup adalah kebahagiaan yang paling besar bagi jumlah terbesar. Ukurannya bersifat kuantitatif, tokohnya adalah Jeremy Benthan (1748-1832).
4.      Stoisisme
Aliran ini tumbuh dari seorang murid Socrates Antithines yang mendirikan aliran Cymika. Pendapatnya bahwa kebahagiaan adalah sifat yang dicapai dengan jalan melepaskan diri dari tiap-tiap keinginan, kebutuhan, kebiasaan/ikatan yang mengurangi kebebasan seseorang.
Menurut aliran ini, kebahagiaan tidak terdapat pada kepuasan, melainkan terletak pada kelepasan seseorang merasa cukup pada dirinya sendiri. Hal inilah yang dipandang sebagai kebaikan dan kewajiban.
Pengikutnya memandang hina pada kekayaan, kesenangan, keluarga, dsb, bahkan memandang hina pada tata krama/sopan santun karena mengurangi kebebasan manusia. Terikat pada pribadi sendiri adalah sifat-sifat yang sangat dihargai oleh Stoisisme.
5.      Evolusiraisme
Ini adalah ajaran kemajuan dan pertumbuhan, kemajuan dipandang sebagai tujuan hidup, tidak peduli kemana kaki menuju, jadi prosesnya sendiri itulah yang penting walaupun tujuan akhirnya tidak diketahui dan dikenal. Tokohnya adalah Herbert Spencer yang menghubungkan evolusionisme dengan etika, menurutnya bahwa perbuatan itu disebut baik/buruk tergantung pada tujuannya.
Untuk memperoleh kesenangan, kebahagiaan, manusia harus mengadakan penyesuaian diri keluar.

C.     Obyek Kebahagiaan dan Kebahagiaan Tertinggi
Setiap manusia ingin kebahagiaan, kebahagiaan tertinggi/kebahagiaan sempurna, karena sifatnya yang kadang terbit dari hakekat manusia itu sendiri. Keinginan tersebut berasal dari Tuhan. Permasalahannya: apakah yang sebenarnya yang menjadi obyek kebahagiaan itu sendiri?
Berdasarkan kenyataan obyektif kemampuan penalaran manusia sendiri ada 3 kemungkinan yang menjadi obyek kebahagiaan tertinggi.
1.      Sesuatu di bawah manusia, seperti harta, keluarga, kekuasaan, kedudukan, dsb.
Semua ini ternyata masih memerlukan penjabaran/menyusahkan dan harus ditinggalkan, jadi merupakan kebahagiaan yang tidak sempurna yang akhirnya ditinggalkan.
2.      Manusia sendiri, hal ini tidak mungkin dapat menjadi obyek kebahagiaan sempurna, karena baik rohani maupun jasmani tidak mungkin merasa puas pada dirinya sendiri. Tidak sempurnanya karena sesuai dengan obyek manusia itu sendiri.
3.      Sesuatu di atas manusia, obyek kebahagiaan tertinggi harus dicari di luar dan di atas manusia. Dan sesuatu yang merupakantujuan akhir dari seuruh kehidupan manusia, yaitu: Tuhan. Tuhan menurut akal kita pasti dapat memenuhi segal tuntutan kita.

Tentang sifat kebahagiaan
Para filosof (non ateis) membagi kebahagiaan menjadi 2 macam yaitu: jasmaniah dan rohaniah. Hal ini juga dipegang para filosofis yang membahas ilmu akhlak seperti Ibnu Maskawaih dan Al Ghozali.
Ibnu Maskawaih banyak dipengaruhi Aristoteles yang mengatakan kebahagiaan itu mempunyai 2 tahap sesuai dengan tabiat manusia, yaitu jasmaniah dan rohaniah.
Kebahagiaan rohani sebagai kebahagiaan tingkat tertinggi, sedangkan kebahagiaan jasmani mempunyai martabat rendah yang bersifat sementara, dapat sakit, menyesal karena tertipu oleh panca indra. Sedangakan puncak kebahagiaan rohani terletak pada kebahagiaannya dengan Tuhan karena prang dapat mengendalikan hawa nafsunya, dsb.
Hujatul Islam Al Ghozali membagi kebahagiaan menjadi 2 macam, yaitu kebahagiaan dunia dan akherat. Kebahagiaan dunia meliputi 4 macam dan masing-masing memiliki bagian:
1.      Keutamaan akal budi
a.       Ilmu (al-ilmu) atau al-hikmah
b.      Suci diri (al-iffah)
c.       Berani (as-saja’ah)
d.      Adil (al-adl)
2.      Keutamaan tubuh
a.       Sehat (al-asihah)
b.      Kuat (al-kuwah)
c.       Elok/bagus (al-jamal))
d.      Panjang umur (thowil umur)
3.      Keutamaan luar badan
a.       Harta benda (al-malu)
b.      Keluarga (al-ahlu)
c.       Terhormat (al-idju)
d.      Mulia turunan (karomah arrumah)
4.      Keutamaan bimbingan
a.       Petunjuk Allah (al-hidayah)
b.      Pimpinan Allah (an-nash)
c.       Sokongan Allah/dorongan (tasdid)
d.      Bantuan Allah (tasyid)

Kebahagiaan akherat sifatnya kekal sebagai kebahagiaan tertinggi. Kebahagiaan ini semua banyak diberikan atau dicapai oleh nabi dan wali. Orang harus menguasai jiwnya dengan keutamaan (al fadhilah).
Menurut akhlak Islam banyak dimuat dalaam Al Quran dan As Sunnah bahwa kebahagiaan tertinggi adalah bersifat universal dan mempunyai predikat mardhotillah.
Islam menghendaki kebahagiaan jasmani dan rohani dunia akherat.

ASAL USUL KATA TASAWUF
Kata tasawuf adalah bahasa arab dari kata sufi artinya “bulu domba”, orang sufi biasanya memakai pakaian dari bulu domba yang kasar sebagai lambang kesederhanaan dan kesucian.
Dalam sejarah bahwa orang yang pertama kali menggunakan kata sufi adalah seorang mujtahid yang bernama Abu Hasyim Al Kufi (wafat tahun 150H). Adapun asal usul kata tasawuf terdapat beberapa kemungkinan-kemungkinan.
a.       Ahlus-sufah, yaitu orang-orang yang ikut pindah nabo dari Makkah ke Madinah. Dan karena kehilangan harta benda berada dalam keadaan miskin dan tidak punya apa=apa mereka tinggal di masjid nabi dan tidur di atas batu dengan memakai pelana (alas) sebagai bantal. Pelana itu disebut suffah (saddle cushion) dan kata suffah dalam bahasa Eropa berasal dari kata Soffa.
Sungguhpun miskin, Ahlus Sufah berhati baik dan mulia, sifat tidak mementingkan keduniaan.
b.      Shofi, yaitu suci.
Orang-orang yang mensucikan dirinya dari hal-hal yang bersifat keduniaan dan merekalakukan melalui latihan yang berat dan lama. Dengan demikian mereka adalah orang-ornag yang disucikan.
c.       Shofiyah (صفيه)
Berasal dari Bahasa Yunani, artinya hikmah/filsafat. Jalan yang ditempuh oleh orang-orang sufi memiliki kesamaan dengan cara yang ditempuh oleh para filosof. Mereka sama mencari kebenaran yang berawal dari keraguan-raguan dan ketidakpuasan.
d.      Shof (صف)
Sebagaimana halnya dengan orang sembahyang di Shof pertama mendapat kemuliaan dan pahala, demikian pula kaum sufi dimulyakan Allah dan diberi pahala.
e.       Shuf (صوف)
Adalah kain yang dibuat dari bulu (wol) hanya kain wol yang dipakai kaum sufi adalah wol kasar dan bukan wol yang halus sebagai simbol kesederhanaan dan kemiskinan. Sebab kaum sufi adalah golongan yang hidup sederhana dan miskin namun berhati suci dan mulia.
Diantara kelima kemungkinan asal usul kata tasawuf, kemungkinan terakhir lebih banyak disebut oleh para ahli sebagai asal kata tasawuf.

Tujuan Tasawuf
Terlebih dahulu dijelaskan pengertian fana dan makrifat. Fana dalam arti filosofis yaitu meniadakan diri supaya ada. Menurut ilmu tasawuf, fana adalah leburnya pribadi pada kebaqo’an Allah.
Dimana perasaan keinsanan lenyap diliputi rasa ketuhanan, hilangnya sifat-sifat buruk (maksiat lahir dan batin) dan kekalnya sifat-sifat terpuji (taat lahir dan batin).
Adapun pengertian makrifat adalah pengetahuan hakiki tentang Tuhan/melihat Tuhan dengan hati sanubari.
Tujuan tasawuf adalah fana untuk mencapai makrifat attasawuf fanuna.
التصوف فانون عن انفسهم ياقون بربهم بحضورقلوبهم مع الله
“Tasawuf adalah mereka fana’ dari dunia dan baqo’ dengan Tuhannya karena kehadiran hati mereka bersama Allah”
Tasawuf mengantarkan manusia untuk mendekatkan diri setingkat kepada Tuhannya sehingga ia demikian dekat kehadirannya dengan demikian maka tujuan terakhir dari tasawuf itu adalah berada dekat sedekat-dekatnya di hadirat Tuhan dengan puncaknya seakan-akan menemui dan melihat Tuhannya.


[1] Lekas ke tempat tidur dan lekas bangun akan menjadikan orang pintar, kaya dan cerdas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang hebatnya mengaji

Tentang hebatnya mengaji Ilmu Agama laksana air hujan menembus bumi, orang alim yang mengamalkan ilmunya laksana bumi yang subur. Orang yang...