Pendidikan Seumur Hidup
A.
Pengertian Pendidikan
Seumur Hidup
Pada prinsipnya pendidikan adalah usaha memanusiakan manusia.[1] Pendidikan
adalah factor pendorong untuk mempercepat perubahan struktur ekonomi dan
ketenagakerjaan[2]
“Pendidikan Seumur Hidup”/”Life-Long Education” (bukan “long life
education”) adalah makna yang seharusnya benar-benar terkonsepsikan secara jelas
serta komprehensif dan dibuktikan dalam pengertian, dalam sikap, perilaku dan dalam
penerapan terutama bagi para pendidik di negeri kita.
Pendidikan seumur hidup atau belajar seumur hidup bukan berarti kita
harus terus sekolah sepanjang hidup kita. Sekolah banyak diartikan oleh masyarakat
sebagai tugas belajar yang terperangkap dalam sebuah “ruang” yang bernama kelas,
bukan itu yang dimaksud. Paradigma belajar seperti ini harus segera kita rubah.
Pengertian belajar bukan hanya berada dalam ruangan tapi belajar disemua tempat,
semua situasi dan semua hal.
Pendidikan seumur hidup bersifat holistik, sedangkan pengajaran bersifat
spesialistik, terutama pengajaran yang terpilih dan terinferensikan dalam pelbagai
bentuk kelembagaan belajar.[3]
B.
Konsep
Pendidikan Seumur Hidup
Asas pendidikan seumur hidup merumuskan bahwa proses pendidikan merupakan
suatu proses kontinue yang bermula sejak seseorang dilahirkan hingga meninggal
dunia. Menurut GBHN 1978 dinyatakan bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup
dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Sehingga
pendidikan seumur hidup merupakan tanggung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Secara yuridis
formal konsepsi pendidikan seumur hidup dituangkan dalam Tap MPR No.
IV/MPR/1973 jo Tap MPR No. IV/MPR/1978 tentang GBHN, dengan prinsip-prinsip
pembangunan nasional:
1. Pembangunan nasional dilaksanakan
dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh
rakyat Indonesia (arah pembangunan jangka panjang).
2. Pendidikan berlangsung seumur
hidup dan dilaksanakan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.
Konsepsi manusia Indonesia seutuhnya
merupakan konsepsi dasar tujuan pendidikan nasional (UU Nomor 2 tahun 1989
Pasal 4, yakni pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
C. Tujuan Pendidikan Seumur Hidup
Tujuan pendidikan manusia seutuhnya
dan seumur hidup:
1. Mengembangkan potensi kepribadian
manusia sesuai dengan kodrat dan hakikatnya, yakni seluruh aspek pembaruannya
seoptimal mungkin.
2. Dengan mengingat proses pertumbuhan
dan perkembangan kepribadian manusia bersifat hidup dinamis, maka pendidikan
wajar berlangsung seumur hidup.
D. Pendidikan Seumur Hidup dalam Berbagai
Perspektif
Dasar-dasar Pemikiran Long Life
Education
1.Tinjauan Ideologis
Setiap manusia hidup mempunyai hak
asasi yang sama dalam hal pengembangan diri, untuk mendapatkan pendidikan
seumur hidup untuk peningkatan pengetahuan dan ketrampilan hidup.
2. Tinjauan Ekonomis
Pendidikan seumur hidup dalam
tinjauan ekonomi memungkinkan seseorang untuk:
a. Meningkatkan produktivitasnya
a. Meningkatkan produktivitasnya
b. Memelihara dan mengembangkan
sumber-sumber yang dimilikinya
c. Memungkinkan hidup dalam lingkungan
yang sehat dan menyenangkan
d. Memiliki motivasi dalam mengasuh dan
mendidik anak secara tepat
3. Tinjauan sosiologis
Pendidikan seumur hidup yang
dilakukan oleh orang tua merupakan solusi untuk memecahkan masalah pendidikan.
Dengan orang tua bersekolah maka anak-anak mereka juga bersekolah.
4. Tinjauan Filosofis
Pendidikan seumur hidup secara
filosofi akan memberikan dasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
5. Tinjauan Teknologis
Semakin maju zaman semakin
berkembang pula ilmu pengetahuan dan teknologinya. Dengan teknologi maka pendidikan
seumur hidup akan semakin mudah. Begitupula sebaliknya.
6. Tinjauan Psikologis dan Paedagogis
Pendidikan pada dasarnya dipandang
sebagai pelayanan untuk membantu pengembangan personal sepanjang hidup yang
disebut development. Konseptualisasi pendidikan seumur hidup merupakan alat
untuk mengembangkan individu-individu yang akan belajar seumur hidup agar lebih
bernilai bagi masyarakat.
E. Implikasi Konsep Pendidikan
Seumur Hidup pada Program-Program Pendidikan
Implikasi diartikan sebagai akibat langsung atau konsekuensi dari suatu keputusan tentang pelaksanaan pendidikan seumur hidup.
Implikasi diartikan sebagai akibat langsung atau konsekuensi dari suatu keputusan tentang pelaksanaan pendidikan seumur hidup.
Menurut W.P Guruge dalam buku “Toward
Better Educational Managemen”, implikasi pendidikan seumur hidup pada
program pendidikan adalah:
1. Pendidikan baca tulis fungsional Pendidikan baca tulis sangatlah penting bagi
masyarakat, baik negara maju maupun negara berkembang. Realisasi baca tulis
fungsional memuat :
a. Memberikan kecakapan membaca,
menulis, menghitung (3M) yang fungsional bagi anak didik.
b. Menyediakan bahan-bahan bacaan
yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut kecakapan yang telah dimilikinya
tersebut.
2. Pendidikan Vokasional
Pendidikan vokasional sebagai
program pendidikan di luar sekolah bagi anak di luar batas usia sekolah atau
sebagai program pendidikan formal dan non formal dalam rangka ‘apprentice ship
training merupakan salah satu program dalam pendidikan seumur hidup. Namun
pendidikan vokasional tidak boleh dipandang sebagai jalan pintas tetapi tetap
dilaksanakan secara kontinu.
3. Pendidikan Professional
Sebagai realisasi pendidikan seumur
hidup, dalam tiap profesi hendaklah tercipta built in mechanism yang
memungkinkan golongan profesional terus mengikuti berbagai kemajuan dan
perubahan menyangkut metodologi, perlengkapan, terminologi, dan sikap profesionalnya.
4. Pendidikan Kearah Perubahan dan
Pembangunan
Pendidikan
bagi anggota masyarakat dari berbagai golongan usia agar mereka mampu mengikuti
perubahan sosial dan pembangunan juga merupakan konsekuensi penting dari asas
pendidikan seumur hidup.
5. Pendidikan Kewarganegaraan dan
Kedewasaan Politik Pendidikan
kewarganegaraan dan kedewasaan
politik perlu diberikan dalam pendidikan seumur hidup bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara baik menjadi rakyat maupun pimpinan.
6. Pendidikan Cultural dan Pengisian Waktu Senggang
Pendidikan kultural dan pengisian
waktu senggang perlu diberikan secara konstruktif sebagai bagian konsep long
life education. Dengan cara ini waktu senggang dapat dimanfaatkan berbasis
budaya yang baik sehingga pendidikan seumur hidup dapat berjalan menyenangkan.
F. Beberapa Kepentingan Pendidikan
Seumur Hidup
Perlunya pendidikan seumur hidup
dalam beberapa hal:
1.Pertimbangan Ekonomi
Menurut pandangan tokoh pendidikan
seumur hidup, pembentukan sistem pendidikan berfungsi sebagai basic
untuk memperoleh ketrampilan ekonomis berharga dan menguntungkan. Tidak berarti
mereka menekankan bahwa pendidikan seumur hidup akan dapat meningkatkan
produktivitas pekerja dan akan meningkatkan keuntungan, tapi hal terpenting
adalah untuk meningkatkan kualitas hidup, memperbesar pemenuhan diri,
melepaskan dari kebodohan, kemiskinan, dan eksplorasi.
2. Keadilan
2. Keadilan
Keadilan dalam memperoleh pendidikan
seumur hidup diusahakan oleh pemerintah. Dalam konteks keadilan pendidikan
seumur hidup pada prinsipnya bertujuan untuk mengeliminasi pesanan sekolah
sebagai alat untuk melestarikan ketidakadilan.
3. Faktor Peranan Keluarga
Coleman dalam Review of
Educational Research mengemukakan keluarga berfungsi sebagai sentral sumber
pendidikan pada waktu silam. Pendidikan seumur hidup dapat melengkapi kerangka
organisasi yang memungkinkan pendidikan mengambil alih tugas yang dulunya
ditangani keluarga.
Dalam masalah ini harus diperhatikan
bahwa penekanan peranan pendidikn seumur hidup sebagai pembantu keluarga,
berarti akan memperluas sistem pendidikan agar dapat menjangkau anak-anak awal
dan orang dewasa.
4. Faktor Perubahan Peranan Sosial
Pendidikan seumur hidup harus berisi
elemen penting yang kuat dan memainkan peranan sosial yang amat beragam untuk
mempermudah individu melakukan penyesuaian terhadap perubahan hubungan antara
mereka atau oranglain.
5. Perubahan Teknologi
Pertumbuhan teknologi menyebabkan
peningkatan penyediaan informasi yang berakibat pada meningkatnya usia harapan
hidup dan menurunnya angka kematian. Semakin banyaknya tersedia kekayaan materi
yang berakibat kemudiaan dan materialisme menjiwai nilai-nilai budaya dan
spiritual serta berakibat pula kerenggangan dan keterasingan manusia satu
dengan lainnya.
6. Faktor Vocational Pendidikan
Vocational diberikan untuk mempersiapkan
tenaga kejuruan yang handal, trampil untuk menghadapi tantangan masa depan.
Kebutuhan-kebutuhan orang dewasa mengalami efek cepatnya perubahan dalam bidang
ketrampilan yang mereka miliki, maka diupayakan sistem pendidikan yang mampu
mendidik orang dewasa.
Secara radikal perubahan pandangan
mengenai kapan seseorang harus disekolahkan dan sekolah apa yang dalam hal ini
memerlukan politik pendidikan seumur hidup.
7. Kebutuhan Anak-anak Awal
Para ahli mengakui bahwa masa anak-anak awal
merupakan fase perkembangan yang mempunyai karakteristik tersendiri bukan
semata-mata masa penantian untuk memasuki periode anak-anak, remaja dan dewasa.
Masa anak-anak awal merupakan basis
untuk perkembangan kejiwaan selanjutnya meksipun dalam tingkat tertentu
pengalaman-pengalaman yang datang belakangan dapat memodifikasi perkembangan
yang pondasinya sudah diletakkan oleh pengalaman sebelumnya.
G. Strategi Pendidikan Seumur Hidup
Menurut Prof. Soelaiman Joesoef
strategi dalam rangka pendidikan seumur hidup :
1. Konsep-konsep Kunci Pendidikan Seumur Hidup:
1. Konsep-konsep Kunci Pendidikan Seumur Hidup:
a. Konsep Pendidikan Seumur Hidup
itu Sendiri
Pendidikan seumur hidup diartikan
sebagai tujuan atau ide untuk pengorganisasian dan penstrukturan
pengalaman-pengalaman pendidikan, yang meliputi seluruh rentangan usia.
b. Konsep Belajar Seumur Hidup
Konsep ini menyatakan bahwa pelajar
belajar karena respon terhadap keinginan yang didasari untuk belajar dan
angan-angan pendidikan menyediakan kondisi-kondisi yang membantu belajar.
Belajar menunjukkan kegiatan yang dikelola walaupun tanpa organisasi sekolah
dan kegiatan ini justru mengarah pada penyelenggaraan asas pendidikan seumur hidup.
c. Konsep Metode Belajar Seumur
Hidup
Sistem pendidikan (metode belajar)
bertujuan membantu perkembangan orang-orang secara sadar dan sistematik respons
untuk beradaptasi dengan lingkungan seumur hidup.
d. Kurikulum yang Membantu
Pendidikan Seumur Hidup
Kurikulum dirancang atas dasar
prinsip pendidikan seumur hidup yang praktis untuk mencapai pendidikan dan
mengimplementasi prinsip-prinsip pendidikan seumur hidup.
2. Arah Pendidikan Seumur Hidup.
a. Pendidikan seumur hidup kepada
orang dewasa Pemuda atau orang dewasa memerlukan pendidikan seumur hidup dalam
rangka pemenuhan self interest yang merupakan tuntutan hidup mereka self
interest antara lain : kebutuhan baca tulis, latihan dan ketrampilan.
b. Pendidikan seumur hidup bagi anak
Pendidikan seumur hidup bagi anak merupakan hal yang sangat penting karena anak
akan menjadi tempat awal bagi orang dewasa nantinya.
Program kegiatan yang disusun buat
anak antara lain : kecakapan baca tulis, ketrampilan dasar dan mempertinggi
daya pikir anak sehingga memungkinkan anak terbiasa belajar berpikir kritis dan
mempunyai pandangan kehidupan yang dicita-citakan.[4]
Pieget sebagai tokoh peneliti perkembangan kognitif sesungguhnya
tidak mengemukakakan penahapan berdasarkan umur. Penahapan perkembangan
kognitif yang didasarkan atas umur dilakukan oleh gisburg dan opper
(dirgagunarsa, 1981: 123) adapun tahap-tahap perkembangan kognitif tersebut
adalah:
1.
Tahap
Sensorimotor (usia 0-2 tahun)
2.
Tahap
Praoprasional ( usia 2-7 tahun)
3.
Tahap Kongkrit
Oprasional ( usia 7-11 tahun), dan
4.
Tahap Formal
oprasional (usia 11 atau lebih)[5]
I.
Pendidikan Anak
Usia Dini
Anak usia adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan unik[6]
Fase awal belajar adalah masa yang dilalui sebelum anak memasuki
fase belajar lanjutan, selepas mereka dari usia balita hingga menjelang akhir
masa kanak- kanak. Fase ini mencakup masa pengasuhan, pendidikan di taman kanak
kanak, sekolah dasar, sampai anak memasuki sekolah lanjutan pertama. Masa ini
adalah masa menjelang usia dewasa.[7]
Pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara fisik, intelektual,
sosial, maupun emosional akan selalu mengalami perubahan dari masa kelahiran
maupun remaja. Meskipun orang berubah di sepanjang kehidupan mereka, perubahan
pada masa pertumbuhan dan perkembangan akan terjadi sangat dramatis pada masa
kanak-kanak.[8]
Anak pada usia 3,5- 5,5 tahun perlu mendapatkan rangsangan berpikir
konseptual yang memadai dari lingkungannya. Ibu adalah orang pertama yang
sangat dinanti kelembutan dan kecerdasannya dalam mengantarkan anak kepada
latihan berfikir konseptual.[9]
A.
Pengertian
Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang
pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang
diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Faktor- faktor dominan yang
mempengarui pembentukan dan pertumbuhan anak adalah orang tua, sekolah, dan lingkungan yang ketiganya
saling berkaitan.[10]
Para ahli pendidikan hampir sepakat bahwa pendidikan yang paling dini
diterima anak berasal dari kedua orang
tuanya. Dalam hal ini ayah dan ibu mempunyai peran yang sangat menentukan masa
depan putra putrinya[11]
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan
fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta,
kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta
agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan
yang dilalui oleh anak usia dini.[12]Peran
keluarga memiliki arti yang sangat besar
dalam usaha pengembangan bakat anak.[13]
Kolaborasi dan kerja sama yang penuh juga berarti para orang tua
meneruskan pekerjaan sekolah di rumah mereka. Jika keluarga dan para guru
merupakan mitra dalam pendidikan anak, maka anak-anak rupanya mempuyai
kesempatan lebih baik untuk meraih keberasilan akademis. Para guru anak-anak
balita melibatakan orang tua dalam kegiatan-kegiatan belajar sepanjang
kurikulum.*[14]
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
Tujuan utama: untuk membentuk anak
Indonesia yang berkualitas. Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai
kesiapan belajar (akademik) di sekolah.[15]
Tipe belajar berkaitkan dengan pemikiran, konsep, informasi, dan pilihan
seseorang yang diekspresikan melalui cara belajar. Mengenali berbagai tipe belajar
anak akan sangat membantu keberhasilan anak dalam belajar.
Guru perlu memfalisitasi perkembangan kepercayaan siswa.[16] Karena hal itu bisa membuat anak lebih percaya diri.
B. Tipe-tipe belajar anak pada umumnya terdiri dari:
1.
Belajar Visual(
Visual Learner).
Anak yang termasuk ke dalam belajar visual biasanya cepat menyerap informasi
dari fenomemena yang dapat dilihat dan diobservasi.
2.
Belajar
Auditori (Auditory Learner).
belajar auditori pada umumnya dapat dengan mudah menyerap informasi dengan cara mendengarkan.
Anak bisa dilatih ketabahannya dengan mendidiknya untuk menganggap
sebuah’kegagalan’ adalah hal yang wajar dalam hidup ini.[17]
3.
Belajar Taktil/
Kinestetik (Tactile/ Kinesthetic Learner).
belajar taktil biasanya dapat menyerap informasi dengan cara merasakan
fenomena melalui sentuhan.
4.
Belajar Global
(Global Learner).
Anak tipe belajar global lebih tertarik untuk melihat hasil akhir. Ia
akan tertarik pada bentuk yang sesungguhnya sebelum menyelidiki bagian-bagian
yang lebih rinci.[18]
Seorang anak yang memiliki aktivitas verbal, motivasi, dan
stabilitas emosi kuat, cenderung akan mempertahankan fokus perhatiannya
meskipun ia kurang istirahat, melakukan gerakan silang yang jelek,
ketersebelahan disisi otaknya campur baur dan kondisi kerjanya buruk.[19]
Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003
ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya
di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Walas (1976) mengemukakan empat tahapan proses berpikir kreatif:
1.
Persiapan
(preparation)
2.
Inkubasi
(incubation)
3.
Iluminasi
(illumination), dan
4.
Verifikasi (
verification)[20]
Kalau anak mempuyai kratifitas yang tinggi, maka anak tersebut akan
mempuyai ketrampilan yang baik pula[21]
C.
Gaya pengasuhan orang tua yang bisa berdampak
positif dan negative terhadap anak
1.
Gaya “ Otoriter”
( Authoritative Parenting)
2.
Gaya” Berwibawa”
( Authoritarian Parenting)
3.
Gaya “ Acuh-ta-acuh”
(Neglectful Parenting), dan
4.
Gaya” Pemanja”
(Indulgent Parenting)[22]
Pendidik yang mempuyai ambisi menaklukkan anak akan beranggapan dirinya telah berhasil setelah
anak didiknya bersikap diam dan menurut. Ia tidak mengetahui bahwa sikap anak
yang diam dan menurut itu didorong oleh ketakutan yang luar biasa akan kegarangan
guru atau orang tuanya.
Jika berhasil lepas dari cengkraman ketakutan itu, dapat dipastikan
anak akan melampiaskan kebebasan dengan mengerjakan hal-hal yang lebih tidak
masuk akal[23].
Menciptakan sebuah lingkungan yang aman, bahagia dan santai akan
membantu anak-anak yang beranjak besar meningkatkan rasa percaya diri selama masa
kritis perkembangan mental, fisik dan emosional mereka.[24]
D.
Ruang Lingkup Pendidikan
Anak Usia Dini
1. Infant (0-1 tahun)
2. Toddler (2-3 tahun)
3. Preschool/ Kindergarten Children
(3-6 tahun)
4. Early Primary School
(SD Kelas Awal) (6-8 tahun)
E.
Satuan
Pendidikan Penyelenggara
1. Taman Kanak-kanak (TK)
2. Raudatu Athfal (RA)
3. Bustanul Athfal (BA)
4. Kelompok Bermain (KB)
5. Taman Penitipan Anak
(TPA)
6. Satuan PAUD Sejenis (SPS)
7. Sekolah Dasar Kelas Awal
(kelas 1,2,3)
8. Bina
Keluarga Balita
9. Pos
Pelayanan Terpadu (Posyandu)
10. Keluarga
11. Lingkungan
F. Prinsip-prinsip Belajar Pada Anak Usia Dini
Keberhasilan suatu proses pembelajaran pada anak
usia dini akan tercapai optimal apabila didasarkan pada prinsip-prinsip belajar
sebagai berikut:
1. Berangkat dari yang dibawa anak
2. Belajar harus memandang pemahaman anak.
3. Belajar dilakukan sambil bermain.
4. Menggunakan alam sebagai sarana
pembelajaran.
5. Belajar dilakukan melalui sensori.
6. Belajar membekali ketrampilan hidup.
G.
Unsur-Unsur Yang Mempengaruhi Belajar Anak.
1. Unsur Lingkungan
Unsur lingkungan yang mempengaruhi terhadap tipe
belajar anak antara lain adalah suara, cahaya, suhu dan desain kelas.
2. Unsur Sosial
Unsur sosial merupakan kondisi yang memungkinkan
anak dapat melakukan kerjasama dengan anak lainnya.
3.Unsur Emosi
Unsur emosi berkaitan dengan motivasi anak untuk melakukan sesuatu.
Seorang anak dengan kemauan yang secara natural kuat mungkin menunjukkan sifat
penuh kemauan dalam ayunan.[26]
4. Unsur Fisik
Unsur fisik adalah kesiapan fisik anak untuk melakukan sesuatu untuk
belajar. Kesiapan fisik ini berkaitan dengan kecukupan tidur malam, makan dan minum,
istirahat siang hari, dan aktivitas yang dilakukan.[27]
Daftar Pustaka
Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan bagi Anak yang
Bekesulitan Belajar. Jakarta :
Rineka Cipta.
Anshar, Maria ulfah dan Mukhtar Alshodiq. 2005. Pendidikan
dan Pengasuhan
Anak (dalam
Perspektif Jender., Jakarta: Gramedia.
Andersen, Roy. 2008. Langkah
Pertama Membuat Siswa Berkosentrasi. Jakarta:
Indeks.
Budiningsih,
Asri. 2004. Pembelajaran Moral. Jakarta: Rineka Cipta
Gina, Ford. 2008. Merawat Membesarkan Bayi 3 Tahun Pertama,
Jogjakarta : Gara
Ilmu.
Hartati,Sofia. 2007. How To be a Good Teacher and To be a Good
Mother. Jakarta:
Enno Media
Hasbullah. 2005.
Dasar-dasar Ilmu Pendidikan,
Jakarta: Raja Grafika Persada.
Haji, Fajar Maulana. 2000. Mendidik Anak Sejak Dini,
Surabaya: Jawara
Majid , Abdul Aziz Abdul. 2005. Mendidik dengan Cerita,
Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Muhammad, As’adi. 2009. Panduan Praktis Menggambar dan
Mewarnai untuk
Anak. Jogjakarta : Power Books
Mansur.
2011. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: puataka
pelajar
Satiadarma,
Monty P dan Fidelis E. Waruwu. 2003. Mendidik Keserdasan, Jakarta:
Media Grafika.
Santrock , John W. Educational Psychology. New York: McGraw-Hill
Companies
Shaleh , Abdul Qodir. 2008. Panduan Lengkap Mendeteksi,
Memahami dan
Mengatasi Masalah-Masalah Kesehatan
Anak Secara Medis dan Psikologis.
Jogjakarta : Diva
Press..
Seefeldt,Carol dan Barbara
A. Wasik. 2008. Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta:
Indeks.
Suryadi,
Ace. 2002. Pendidikan Investasi. Jakarta: balai pustaka
Uhbiyati,
Nur. 2009. Long Life Education. Semarang: Wali Songo Press.
Walters, Donald. 2004. Education
for Life. Jakarta: Gramedia.
W. Damon, Greater Expectations: Overcoming The Culture Of
Indulgence In
America,S Homes
And Schools. New York : Free
Press
Wijanarko, Jarot. 2010. Multiple
Intelligences. Banten: Happy Holy Kids.
Yaqin. Abi M.F. Mendidik Anak Secara Islami, Lintas
Media: Jombang.
http://pendidikanuntuk
semua.wordpress.com/2008/11/18/pendidikan_seumur_hidup
(diakses tanggal16 april 2012).
april 2012).
.
.
.
.
[1]
Uhbiyati, Nur. Long Life Education. Semarang: Wali Songo Press. 2009. Hal 1
[2] Suryadi,
ace. 2002. Pendidikan Investasi. Jakarta: balai pustaka. Hal 7
[3]http://pendidikan
untuk semua.wordprees.com/2008/11/18/pendidikan _seumur_hidup/diakses 16 april
2012.
[4]
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan.
Jakarta: Raja Grafika Persada, 2005
[5] Abdurrahman,
Mulyono. 2003. Pendidikan bagi Anak yang Bekesulitan Belajar. Jakarta ; Rineka
Cipta. Hal 86
[6] Mansur.
2011. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: puataka
pelajar. Hal vii
[7] Abdul
Aziz Abdul Majid, Mendidik Dengan Cerita, Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2005, hal.3
[8] Abdul
Qodir Shaleh, Panduan Lengkap Mendeteksi, Memahami dan Mengatasi
Masalah-Masalah Kesehatan Anak Secara Medis dan Psikologis. Diva Press:
Jogjakarta. 2008. Hal 17
[9]
Fajar Maulana Haji, Mendidik Anak Sejak Dini, Jawara: Surabaya.
2000. Hal29
[10] Maria
Ulfah Anshar dan Mukhtar Alshodiq, Pendidikan dan Pengasuhan Anak (Dalam
Perspektif Jender), Jakarta: Gramedia,
2005, hal. xi
[11] Abi
M.F. Yaqin. Mendidik Anak Secara Islami. Jombang: Lintas Media. Hal
10
[12]http://id.wikipedia.org/wiki/pendidikan_anak_usia_dini
[13] W. Damon, Greater Expectations: Overcoming
The Culture Of Indulgence In America,S Homes and Schools. New York : Free Press
[14] Carol
Seefeldt dan Barbara A. Wasik, Pendidikan
Anak Usia Dini, Indeks: Jakarta. 2008. hal 127
[15]
http://id.wikipedia.org/wiki/pendidikan_anak_usia_dini
[16]
Budiningsih, Asri. 2004. Pembelajaran Moral. Jakarta: Rineka Cipta. Hal79
[17]
Jarot Wijanarko, Multiple Intelligences, Banten: Happy Holy Kids,
2010, Hal. 67
[18]
Sofia Hartati, How To Be A Good
Teacher And To Be A Good Mother, Jakarta: Enno Media, 2007,hal. 88.
[19]
Roy Andersen, Langkah Pertama Membuat Siswa Berkosentrasi,
Jakarta: Indeks, 2008, Hal. 59
[20]
Monty P. Satiadarma dan Fidelis E. Waruwu, Mendidik keserdasan, Jakarta:
Media Grafika,2003, hal.112
[21] As’adi
Muhammad, Panduan Praktis Menggambar dan Mewarnai untuk Anak.
Power Books: Jogjakarta. 2009. Hal 23.
[22]
John W. Santrock, Educational Psychology. New York: McGraw-Hill
Companies
[23] Abi
M.F. Yaqin. Mendidik Anak Secara Islami. Jombang: Lintas Media, Hal
5-6
[24]
Gina Ford. Merawat Membesarkan Bayi 3 Tahun Pertama,
Jogjakarta: Gara Ilmu, 2008. Hal.164
[25]
Sofia Hartati, How To Be A Good Teacher And To Be A Good
Mother, Jakarta: Enno
Media, 2007, hal. 86.
[26] J.
Donald Walters, Education for Life, Jakarta: gramedia, 2004. Hal
: 150
[27]
Sofia hartati, How To Be A Good
Teacher And To Be A Good Mother, Jakarta: Enno Media, 2007,hal. 91
Tidak ada komentar:
Posting Komentar