Minggu, 24 Juli 2016

BEBERAPA KONSEP PENDIDIKAN

Latar belakang
Pendidikan adalah salah satu upaya yang bertujuan untuk membentuk pribadi manusia, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmaniyah maupun rohaniyah, menumbuhkan hubungan yang harmonis setiap pribadi manusia dengan Allah, manusia dan Alam semesta. Pendidikan mengajarkan setiap manusia umumnya dan umat islam khususnya untuk mencapai dan mewujudkan sebuah tujuan yang sesungguhnya yaitu untuk selalu taat dan mengabdi kepada Allah Swt.
Tujuan ini merupakan dasar yang paling utama sebagai bentuk  pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya, karena tidak semua manusia yang tunduk dan patuh kepada Allah Swt.  Ketidakpatuhan tersebut salah satunya didasari tidak adanya pendidikan yang seharusnya sudah diajarkan saat manusia yang lahir kedunia.  Allah memberikan sebuah potensi fitrah pada manusia setiap ia lahir kepermukaaan dibumi ini, namun perlu adanya pendidikan dasar yang telah dibebankan kepadasetiap orang tua sebagai pendidik awal bagi anaknya. Orang tua mempunyai peran penting untuk membimbing, membina dan mendidik anaknya untuk menjadi anak yang beriman dan bertaqwakepada Allah.
1.      Konsep pendidikan di Indonesia
Menurut SK Dirjen Dikti No.32/DJ/Kep/1983 menyebutkan bahwa komponen pendidikan umum diarahkan untuk melengkapi pembentukan kepribadian individu dengan pengembangan kehidupan pribadi yang memuaskan, keanggotaan keluarga  yang bahagia, dan masyarakat yang produktif.[1]
Dalam buku Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan menyatakan bahwa komponen dasar umum diarahkan kepada pembentukan warga Negara pada umumnya dengan kompetensi personaal, sosial, serta kultural.
Dalam SK Mendiknas no.008-E/U/1975 menyebutkan bahwa Pendidikan Umum ialah pendidikan yang bersifat umum, yang wajib diikuti oleh semua siswa dan mencakup program Pendidikan Moral Pancasila yang berfungsi bagi pembinaan warga negara yang baik.
Jadi, konsep pendidikan di Indonesia secara umum pendidikan diarahkan untuk melengkapi pembentukan kepribadian individu dengan pengembangan kehidupan pribadi yang memuaskan, keanggotaan keluarga  yang bahagia, dan masyarakat yang produktif dengan kompetensi personaal, sosial, serta kultural.
Pendidikan Umum itu memiliki beberapa tujuan:
                                                                             a.            Membiasakan siswa berfikir objektif, kriitis dam terbuka.
                                                                            b.            Memberikan pandangan  tentang  berbagai jenis nilai hidup, seperti kebenaran, keindahan dan kebaikan.
                                                                             c.            Menjadi manusia yang sadar akan dirinya, sebagai makhluk, sebagai manusia, dan sebagai pria dan wanita, serta sebagai warga negara.
                                                                            d.            Mampu menghadapi tugasnya, bukan saja menguasai  profesinya, tetapi karena mampu mengadakan bimbingan dan hubungan sosial yang baik dalam lingkungannya.
Dengan demikian Pendidikan Umum membina pribadi yang utuh, terampil berbicara, menggunakan lambang dan isyarat, mampu berkreasi dan menghargai hal-hal yang secara menyakinkan estetika,  ditunjang oleh kehidupan yang berharga dan disiplin dalam hubungan pribadi dan pihak lain memiliki kemampuan membuat keputusan yang bijaksana, serta memiliki wawasan yang integral.[2]
Adapun makna-makna  Program  Pendidikan Umum Indonesia berkaitan dengan pola-pola pada materi pokok adalah sebagai berikut:
1)      Pola Simbolik
Dengan pola ini siswa dibimbing untuk dapat memiliki kemampuan dalam berbahasa, membaca angka-angka, mengenal tanda-tanda hitung, dan dapat menggunakan simbol-simbol untuk mengepresikan makna-makn yang terstruktur. Pola ini dapat dicapai dengan mengajarkan pelajaran Bahasa dan Matematika.
2)      Pola Empiris
Dalam pola ini siswa dibimbing untuk dapat memilki kemampuan dalam mendeskripsikan fakta-fakta empiris, membuat generalisasi atau formulasi teoritis tentang gejala-gejala alam, sosial dan jiwa manusoia. Pola ini dapat di penuhi dengan mengajarkan Fisika, Biologi, Psikologi, dan Ilmu-ilmu Sosial.
3)      Pola Estetik
Dalam pola ini siswa dibimbing untuk  dapat memiliki ke mampuan berapresiasi dan berkreasi. Dengan demikian siswa mampu mengapresiasi berbagai objek visual yang mengandung nilai-nilai estetik dalam lingkungan kehidupannya, serta mampu berkreasi dengan memenuhi syarat-syarat estetika yang telah didalaminya. Pola ini dapat dipenuhi dengan mengajarkan seni, kesusatraan, dan filfasat.
4)      Pola Synoetik[3]
Dengan pola ini siswa dibimbing untuk dapat memiliki kemampuan memandang dan menyadari keberadaan nilai-nilai secara langsung dalam arti dapat merasakan dan menyadari bahwa keberadaan dirinya diberi arti oleh keberada orang lain dilingkungannya, sehingga siswa mampu menghayati tentang keberadaan hidup bersama dalam maasyarakat. Pola ini dapat diterapkan dengan mengajarkan filsafat, kesenian, pendidikan agama, dan ilmu sosial.
5)      Pola Etika
Dalam pola Etika siswa dibimbing untuk dapat memiliki kemampuan tentang moralitas, sehingga dalam hidupnya senantiasa bertindak dengan memperhatikan pertimbangan nilai, norma, etika, sopan-santun dan hukum positif yang ada dan dijujung tinggi oleh masyarakat. Hal itu akan menjadi pola fikir, sikap dan tindakannya bersifat etis. Pola ini dapat dipenuhi dengan memberikan etika, moral, filsafat dan agama.
6)      Pola Synoptik                
Pola ini menentukan terbentuknya kemampuan dalam mengambil sebuah keputusan dengan mempertimbangkan nilai-nilai baik dan buruk pada persoalan yang  dihadapinya. Dalam pola ini ternasuk kemampuan meyakini dan mengimani sesuatu pandangan hidup. Pola ini dapat dipenuhi dengan memberikan pengajaran agama, moral, sejarah, kebudayaan dan filsafat.
Menurut konsep pendidikan, dalam proses penyelenggaraan pendidikan juga di atur oleh undang-undang sistem pendidikan nasional.
Menurut Undang-undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya.
Undang-undang Sistem pendidikan nasional ini di sahkan oleh DPR pada tanggal 11 juni 2003. Dalam batang tubuh undang-undang tersebut memuat 22 Bab dan 77 Pasal yang isinya cukup ideal dan akomodatif dalam mengatur sistem pendidikan di Indonesia. Secara berurut-urut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a)      Peserta didik
Menurut Ariestoteles peserta didik ialah bahan yang digunakan dalam proses pendidikan. Karena di dalam suatu pendidikan tanpa adanya peserta didik, proses pendidikan tidak akan berlangsung.
b)      Pendidik
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab untuk pendidikan anak didik. Ketika anak berada dirumah, pendidikan dilakukan oleh orang tua, ketika di sekolah dilakukan oleh guru dan ketika di masyarakan pendidikan dilakukan oleh masyarakat. Dilakukan oleh masyarakat karena disini masyarakat juga berperan sangat penting karena kebaikan dan keburukan sifat yang dimiliki seorang anak tergantung pada pergaulan.
Kriteri seorang pendidik antara lain:
1.    Merasa terpanggil untuk mendapatkan trugas suci yang mulia ini.
2.    Mencintai dan menyayangi anak didiknya.
3.    Mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap tugas yang diberikan.
c)      Materi
Materi adalah masalah yang pokok karena menyangkut kualitas pendidikan. Materi tersebut mencakup semua segi kehidupan dan bersumber pada nilai-nilai kehidupan dan berdasarkan pada kurikulum. Menurut prof. Notonegara kurikulum adalah kesatuan kegiatan dan usaha-usaha pendidikan yang terorganisasi yang dilakukan dengan lembaga pendidikan dan terarah kepada tercapainya tujuan pendidikan nasional.
d)     Kurikulum
Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Bab X pasal 36,37,38 yang menjelaskan tentang pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standr nasional pendidikanuntuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, dengan prinsip diversifikasi sesui dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.
e)      Pendanaan pendidikan
Hal ini lebih diarahkan  ada pasal 46 ayat 1 yang menetapkan “pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat” dan pasal 47 ayat 2 berbunyi “Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsi keadilan, kecukupan dan beerlanjutan dan pemerintah. Pemerintah daerah dan masyarakat mengarahkan sumber daya yang adasesuai dengan peraturan UU yang berlaku”.
f)       Metode
Metode ialah cara-cara yang digunakan pendidik dalam menerangkan pelajaran supaya peserta didik dapat memahami.
Metode ini dibagi tiga macam antara lain:
1)      Metode Induktif
Metode ini bertujuan untuk membimbing peserta didik untuk mengetahui fakta-fakta dan hukum-hukum umum melalui jalan pengambilan kesimpulan atau induksi. Dalam melaksanakan metode ini pendidik hendaknya memulai dari bagian-bagian yang kecil untuk sampai pada undang-undang umum, pendidik memberi contoh detail yang kecil, kemudian mencoba memandingkan dan menentukan sifat-sifat kesamaan untuk mengambil kesimpulan dan membuat dasar umum yang berlaku terhadap bagian-bagian dan contoh-contoh yang sudah diberikan maupun yang belum diberikan.
2)      Metode Deduktif
Metode ini merupakan kebalikan dari metode induktif, dimana perpindahan menurut metode ini dari yang umum kepada yang khusus, jadi metode ini sangat cocok bila digunakan pada pengajaran sains, dan pelajaran yang mengandung perinsip-perinsip, hukum-hukum, dan fakta-fakta umum yang dibawahnya mengandung masalah-masalah cabang. Metode ini sebagai pelengkap dari metode induktif, maka sebaiknya seorang guru menggabungkan diantara dua metode tersebut.
3)      Metode Dialog (Diskusi)
Metode ini biasanya dikemas dalam tanya jawab, hal ini dimaksudkan agar peserta didik dapat memahami materi secara lebih mendalam. Metode ini terdapat dalam Al Qur`an surat Al Ankabut ayat 46: “Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: “Kami Telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu. Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu dan kami hanya kepada-Nya berserah diri”. Dari ayat tersebut dapat dijelaskan bahwa diskusi atau dialog harus dilaksanakan dengan cara yang baik. Cara yang baik ini perlu dirumuskan lebih lanjut, sehingga timbullah etika berdiskusi, misalnya tidak memonopoli pembicaraan, saling menghargai pendapat orang lain, kedewasaan pikiran dan emosi, berpandangan luas.
4)      Metode eksperimentaL
Metode eksperimental ialah suatu cara pengelolahan pembelajaran dimana siswa melakukan aktivitas percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajari.
5)      Metode study tour
Metode study tour adalah metode mengajar dengan mengajak peserta didik mengunjungi suatu obyek guna memperluas pengetahuan peserta didik dan selanjutnya peserta didik ditugaskan untuk mengungkapkan kembali apa yang telah ia dapat dari study tour dengan cara membuat laporan dan mendiskusikan  serta membukukan hasil kunjungan tersebut dengan didampingi oleh pendidik.

2.         Pendidikan Masa Indonesia Merdeka
a.         Pada masa Orde Baru
Pada masa ini, pendidikan mengalami perubahan yang cukup signifikan. Agar bangsa Indonesia memiliki kualitas pendidikan yang sama dengan negara-negara maju lainnya, maka secara kuantitas dibangunlah semua sarana pendidikan di setiap daerah. Hasilnya, sekolah begitu banyak berdiri di tanah air. Secara kuantitatif pendidikan mengalami perkembangan yang pesat. Setiap anak dapat bersekolah dengan mudah. Namun di sisi lain, kualitas tidak bisa terjaga dengan baik. Kekurangan guru yang baik menjadi problematika pemerintah Indonesia. Sekolah Pendidikan Guru yang berdiri pada awal kemerdekaan tidak cukup menyediakan lulusannya yang siap pakai. Jumlah sekolah melebihi kapasitas guru yang ada. Akibatnya, pemerintah mengambil jalan pintas. Semua lulusan setingkat SLTA diperbolehkan menjadi guru meski mereka tidak memiliki kemampuan dan ketrampilan sebagai guru yang layak. 
Di daerah-daerah, terjadi kemerosotan pendayagunaan sarana dan prasarana.  Artinya terjadi jurang pemisah yang sangat tajam antara sekolah desa dengan sekolah di pusat perkotaan. Sekolah desa hanya mengandalkan kebijakan pusat yang bersifat proyek. Pembangunan ruang kelas berhasil, namun penyediaan sarana dan prasarana lainnya tidak mendukung. Sementara itu, sekolah perkotaan dengan bantuan orang tua siswa dan akses yang mudah pada pemerintah pusat mendapatkan bantuan buku-buku perpustakaan dan sarana pendukung lain yang baik. 
Selanjutnya, kualitas lulusan siswa tidak sebanding dengan perkembangan sarana pendidikan di Indonesia. Sekolah begitu banyak namun tingkat kualitasnya mengalami penurunan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Agaknya beban kurikulum yang terlalu lebar tidak sepadan dengan kemampuan kognitif siswa yang harus menyerap semua informasi dan pengetahuan. [4]
Di sisi lain, perubahan kurikulum terjadi hampir setiap sepuluh tahun. Kurikulum 1978 diganti dengan munculnya kurikulum 1984. Kurikulum 1984 diganti dengan kurikulum 1994. Demikian pula kurikulum 1994 mengalami beragam tambahan yang dibuktikan dengan adanya suplemen 1994.
Agaknya perubahan kurikulum tersebut dilaksanakan karena terkait dengan perkembangan jaman. Tuntutan perbaikan kualitas dan juga kepentingan politik tertentu melahirkan kebijakan-kebijakan yang sarat dengan kepentingan ideologi. Pada masa pemberlakuan kurikulum 1984 ini model pembelajaran yang sangat terkenal adalah CBSA atau Cara Belajar Siswa Aktif di mana guru memberikan peluang dan respon bagi siswa yang memang memiliki kecerdasan dan kepintaran. Sistem ini dipergunakan untuk merubah model pengajaran yang kaku dan statis seperti yang dilaksanakan pada masa sebelumnya.
a.    Pendidikan Masa Reformasi
Pada masa revolusi, jelas sekali kebijakan yang dihasilkan terkait dengan aspek politik dan ekonomi. Munculnya suplemen 1999 juga dalam rangka kepentingan politik yang mendasarinya. Namun semenjak penataran P-4 (Eka Prasetya Pancakarsa) ditiadakan maka dunia pendidikan dikembalikan pada posisi yang semestinya. 
Pada tahun 2004 mulai diberlakukan kebijakan kurikulum baru. Kurikulum berbasis kompetensi menjadi jawaban atas perkembangan jaman. Kurikulum ini berusaha untuk memberikan solusi atas perubahan jaman dan globalisasi yang melanda dunia mana saja. [5]
Namun demikian, dunia pendidikan bukan berarti lepas dari persoalan yang ada. Pembaharuan kurikulum ternyata tidak diimbangi dengan manajemen dan kebijakan baru dalam menjaga mutu dan kualitas lulusan. Ujian nasional dengan pemberlakuan standar nilai yang dilakukan secara terpusat telah memberangus standar proses yang seharusnya menjadi titian utama kurikulum 2004. 
Kurikulum 2006 akhirnya diberlakukan pula dalam menekankan makna keberfungsian semangat kompetensi dan kepentingan lokal. Tidak hanya itu saja, pemerintah juga memberikan subsidi dana bagi sekolah dari tingkat dasar sampai SLTP lewat Dana Bos. Di samping itu,  pemerintah memberlakukan MBS sebagai model manajemen sebuah sekolah yang efektif dan efisien. Pemerintah pula memilah dan mencoba memberikan kriteria bagi upaya peningkatan kualitas sekolah secara utuh. Kriteria SSN, akselerasi, imersi, RSKM, SKM, RSBI, dan SBI menjadi sesuatu yang lazim ada situasi persekolahan saat ini.



DAFTAR PUSTAKA

Jalaludin, 1990. Kapita Selekta Pendidikan. Jakarta: Kalam Mulia.
Notosusanto, Nugroho. 1993. Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta: Balai.
Tilaar, H.A.R. 1995. 50 Tahun Pembangunan Pendidikan Nasional Indonesia 1945-1995. Jakarta: Gramedia Widiasarana.
Zaenuddin, 2008. Reformasi Pendidikan. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Haidar Putra Daulay, Pemberdayaan Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta: Rinekacipta, 2009.
Muhammad Al-abrasyi, At-Tarbiyyah al-Islamiyyah wa falasifatuha, Mesir: al-Halabi,1975


[1] SK Dikti no 32
[2] Jalaludin, 1990. Kapita Selekta Pendidikan. Jakarta: Kalam Mulia, hlm 5.

[3] Notosusanto, Nugroho. 1993. Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta: Balai, hlm 2-6.

[4] Zaenuddin, 2008. Reformasi Pendidikan. Pustaka Pelajar: Yogyakarta, hlm 61.
[5] Haidar Putra Daulay, Pemberdayaan Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta: Rinekacipta, 2009, hlm 39.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang hebatnya mengaji

Tentang hebatnya mengaji Ilmu Agama laksana air hujan menembus bumi, orang alim yang mengamalkan ilmunya laksana bumi yang subur. Orang yang...