SIFAT DAN
HAKIKAT KEJIWAAN MANUSIA
1. Komponen Sifat
dan kejiwaan Manusia
Hakikat kejiwaan manusia terwujud dengan adanya
kekuatan-kekuatan serta aktivitas-aktivitas kejiwaan dalam diri manusia, yang
semua itu menghasilkan tingkah laku yang lebih sempurna dari pada
makhluk-makhluk lain.
Menurut John Amos Comenius, manusia mempunyai tiga
komponen jiwa yang menggerakkan aktifitas jiwa-raga. Tiga komponen jiwa
tersebut meliputi: syaraf pertumbuhan, perasaan dan intelek. Oleh karena itu
dikatakan, bahwa manusia mempunyai tiga sifat dasar. yaitu:
a. Sifat
tumbuh-tumbuhan, adalah salah satu sifat yang menjadikan manusia tumbuh secara
alami dalam lingkunganya berdasarkan prinsip-prinsip biologis. Sifat ini
didukung oleh syaraf pertumbuhan
b. Sifat hewani,
yaitu sifat yang mendorong manusia berkeinginan untuk mencari keseimbangan
hidup. Melalui inderanya, manusia menjadi sadar dan menuruti keinginan-keinginanya.
Hal ini disebabkan adanya perasaan di dalam jiwa manusia.
c. Sifat
intelektual, yaitu sifat yang mampu membedakan baik atau buruknya suatu obyek,
dan dapat mengarahkan keinginan dan emosinya. Sifat intelektual manusia inilah
yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Dengan adanya sifat
intelektual ini, manusia dilebihkan derajatnya dari makhluk-makhluk lain.
Sifat hakikat manusia diartikan sebagai
ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil membedakan manusia dari hewan.
Meskipun antara manusia dengan hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat
dari segi biologisnya.
Bahkan beberapa filosof seperti
Socrates menamakanmanusia itu Zoon Politicon (hewan yang bermasyarakat), Max
Scheller menggambarkan manusia sebagai Das Kranke Tier (hewan yang sakit)[1]
yang selalu gelisah dan bermasalah.
Secara garis besar, wujud sifat hakikat
manusia dibagi menjadi delapan, yaitu :
a. Kemampuan menyadari diri. Berkat adanya
kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia, maka manusia menyadari
bahwa dirinya memiliki ciri khas atau karakteristik diri. Sehingga mempunyai
kesadaran diri bahwa manusia mempunyai perbedaan dengan makhluk lainnya.
b. Kemampuan bereksistensi. Kemampuan
bereksistensi yaitu kemampuan menempatkan diri, menerobos, dan mengatasi
batas-batas yang membelenggu dirinya. Kemampuan menempatkan diri dan menerobos
inilah yang disebut kemampuan bereksistensi. Dengan kata lain, adanya manusia
bukan “ber-ada” seperti hewan dikandang dan tumbuh-tumbuhan di dalam kebun,
melainkan “meng-ada” di muka bumi.
c. Kata hati (Consecience Of Man), adalah
kemampuan membuat keputusan tentang yang baik/benar dan yang buruk/salah bagi
manusia sebagai manusia. Kata hati disebut pula hati nurani, pelita hati, dan
sebagainya.
d. Moral, disebut sebagai etika.
e. Tanggung jawab.
f. Rasa Kebebasan/merdeka adalah rasa
bebas (tidak terikat oleh sesuatu) yang sesuai dengan kodrat manusia.
Kemerdekaan berkait erat dengan kata hati dan moral. Yaitu kata hati yang
sesuai dengan kodrat manusia dan moral yang sesuai dengan kodrat manusia.
g. Kewajiban dan hak. Kewajiban merupakan
sesuatu yang harus dipenuhi oleh manusia. Sedangkan hak adalah merupakan
sesuatu yang patut dituntut setelah memenuhi kewajiban
h. Kemampuan Menghayati Kebahagiaan.
2. Kekuatan dalam Jiwa Manusia
Akal adalah gudang dan pengembang pengetahuan. Menurut
John Locke (1632-1704), Akal mempunyai kekuatan-kekuatan vital untuk
mengembangkan diri. Ada dua kekuatan akal manusia yaitu:
a. Kekuatan
berpikir
Kekuatan
berfikir disebut pula sebagai pengertian. Menurut John Locke, segala peristiwa
yang terjadi dalam akal dapat dikenal dan dikehendaki oleh manusia. Pengertian
terjadi dari proses aktivitas pengamatan yang mencakup kegiatan mengindera,
mengenal, menalar dan meyakini. Mengamati adalah memasukkan ide-ide dan
konsep-konsep dari luar diri manusia kedalam kesadaran dengan menggunakan berbagai
macam cara. Pengertian memerlukan keterlibatan daripada enam kekuatan manusia,
yang meliputi:
1) Mengamati/pengamatan,
2) Mengingat/ingatan,
3) Imajinasi,
4) Kombinasi
aktivitet psikis,
5) Abstraksi/pikiran,
dan
6) Pemakaian tanda
atau simbolisasi.
b. Kekuatan
kehendak.
Manusia sering mengimajinasikan sesuatu tindakan yang
berhubungan dengan suatu pilihan diantara berbagai alternative. Ada dua hal
yang harus dibedakan, yaitu antara kemauan dengan keinginan. Kemauan adalah
kekuatan untuk memilih sesuatu keadaan atau tindakan di masa sekarang.
Sedangkan keinginan adalah ide refleksif yang melibatkan sesuatu keadaan di
masa mendatang. Meskipun kemauan tidak sama dengan keinginan, namun keduanya
berhubungan erat. Adanya kemauan, karena menentukan pilihan diantara dua
keinginan atau lebih[2].
Plato (428-348 SM) mengungkapkan, bahwa jiwa manusia
terdiri atas tiga kekuatan, yaitu:
a. Akal adalah
bagian jiwa manusia yang merupakan kekuatan untuk menemukan kebenaran dan
kesalahan. Dengan akal, manusia mampu menentukan arah dan pijakan untuk
melangkah mencari kebenaran dan jalan terang dalam mengarungi bahtera kehidupan.
Misalnya mengetahui bahwa psikologi pendidikan adalah mata kuliah yang
menyenangkan.
b. Spirit adalah
kekuatan untuk menjalankan gagasan-gagasan yang telah diputuskan oleh akal
melalui pemilihan berbagai alternatif gagasan. Spirit merupakan kekuatan
penggerak kehidupan pribadi manusia. Misalnya rasa senang terhadap psikologi
pendidikan menjadikan sebuah keinginan untuk mempelajarinya.
c. Nafsu, merupakan
kekuatan paling kongkrit dalam diri manusia, yang terbentuk dari segenap
keinginan dan selera yang sangat erat berhubungan dengan fungsi-fungsi
jasmaniah. Misalnya usaha mengikuti perkuliahan psikologi pendidikan yang
didasari keinginan untuk mempelajarinya.
Sedangkan Jean Jacques Rousseau (1712-1778), mengemukakan
bahwa kekuatan jiwa manusia ada lima, yaitu;
a. Penginderaan
terjadi apabila objek-objek eksternal berinteraksi dengan organ-organ indera.
b. Perasaan sangat
erat hubungannya dengan penginderaan
c. Keinginan
sangat erat kaitannya dengan perasaan senang atau tidak senang, cocok atau
tidak cocok, setuju atau tidak setuju.
d. Kemauan sangat
erat hubungannya dengan keinginan.
Akal sebagai kekuatan penemu ide umum maupun kebenaran
sesuatu ide, memiliki dua kapasitas yaitu pertama,
kapasitas penalaran indera yang disebut “common
sense”, penalaran indera memberikan ide tertentu tentang benda tertentu di
alam sekitar. Kedua, kapasitas
penalaran intelektual, bila dengan akal sehat menyimpulkan ide tentang suatu
benda, maka setiap benda yang sejenis dapat dimasukkan kedalam ide umum itu[3].
3. Aktivitas Kejiwaan Manusia
a. Pengamatan
Mata merupakan indra penglihatan manusia yang
berfungsi untuk mengamati segala sesuatu yang ada dalam lingkungan sekitar yang
akan menciptakan adanya kesan dan tanggapan. Manusia merupakan makhluk yang
aktif dalam merespon segala situasi lingkngan yang dilihatnya. Sehingga manusia
secara normal akan selalu mencari objek-objek dalam lingkungan untuk memenuhi
kebutuhannya secara sadar maupun secara tidak sadar. Makin baik daya
reaksi terhadap lingkungan manusia akan makin banyak memiliki kesan (tanggapan)[4].
b. Tanggapan
Tanggapan sebagai salah satu fungsi jiwa yang pokok,
dapat diartikan sebagai gambaran ingatan dari pengamatan, ketika objek yang
diamati tidak lagi berada dalam ruang dam waktu pengamatan. Jadi, jika proses
pengamatan sudah berhenti, dan hanya tinggal kesan-kesannya saja, peristiwa
demikian ini disebut tanggapan. Misalnya sekilas melihat Bapak Ka’anto, akan
menimbulkan sebuah kesan seorang laki-laki, gagah, berambut pendek, dan
sebagainya.
Tanggapan terbagi menjadi dua, yaitu;
1) Tanggapan di
bawah sadar, atau tidak disadari, dan suatu saat bisa disadarkan kembali disebut
“laten” (tersembunyi, belum
terungkap)
2) Tanggapan yang
disadari disebut “aktual”[5].
c.
Fantasi
Fantasi adalah daya jiwa untuk membentuk atau
mencipta tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan tanggapan yang sudah ada[6].
Fantasi sebagai kemampuan jiwa manusia dapat terjadi dalam dua keadaan, yaitu;
1) Secara
disadari, yaitu apabila fantasi terjadi secara sadar. Hal ini banyak ditemukan
pada seorang pelukis, dan pemahat.
2) Secara tidak
disadari, yaitu bila individu tidak secara sadar telah dituntut oleh
fantasinya. Keadaan semacam ini banyak dijumpai pada anak-anak[7].
d.
Ingatan
Ingatan merupakan proses langsung dalam mengangkat
kembali informasi yang pernah diterima dalam kesadaran[8].
Ingatan adalah suatu daya jiwa kita yang dapat
menerima, menyimpan dan mereproduksikan kembali pengertian-pengertian atau
tanggapan-tanggapan kita.
Faktor-Faktor
yang mempengaruhi ingatan:
1) Sifat
perseorangan
2) Keadaan diluar
jiwa (alam sekitar atau lingkungan, keadaan jasmani)
3) Keadaan jiwa (kemauan,
perasaan).
4) Umur.
Macam-Macam
Ingatan:
1) Daya ingatan
mekanis, artinya daya ingatan itu hanya untuk kesan-kesan pengindraan.
2) Daya Ingatan
logis, artinya daya ingatan itu hanya untuk kesan-kesan yang mengandung
pengertian[9].
e.
Berfikir
Berfikir merupakan salah satu pilihan manusia untuk
mencoba memperoleh informasi. Dengan berfikir, manusia dapat belajar dengan
melakukan trial and error secara intelektual.
Proses menerima, menyimpan, dan mengolah kembali
informasi, (baik informasi yang didapat lewat pendengaran, penglihatan atau
penciuman) biasa disebut “berfikir”. Berfikir adalah media untuk menambah
perbendaharaan/khazanah otak manusia. Manusia memikirkan dirinya, orang-orang
di sekitarnya dan alam semesta.
Dalam berfikir, seseorang menghubungkan pengertian
satu dengan pengertian lainnya dalam rangka mendapatkan pemecahan persoalan
yang dihadapi. Dalam pemecahan persoalan, individu membeda-bedakan,
mempersatukan dan berusaha menjawab pertanyaan, mengapa, untuk apa, bagaimana,
dimana dan lain sebagainya[10].
f.
Perasaan.
Perasaan merupakan gejala psikis yang bersifat
subjektif yang umumnya berhubungan dengan gejala mengenal dan dialami dalam
kualitas senang atau tidak senang dalam berbagai taraf[11].
Perasaan merupakan suatu keadaan kerohanian atau
peristiwa kejiwaan yang dialami dengan senang atau tidak senang dalam hubungan
dengan peristiwa mengenal dan bersifat subjektif[12].
Menurut Prof. Hukstra, Perasaan adalah suatu fungsi
jiwa untuk dapat mempertimbangkan dan mengukur sesuatu menurut rasa senang dan
tidak senang[13].
Perasaan seperti halnya emosi yaitu merupakan suasana
batin atau suasana hati yang membentuk kontinum atau garis. Kontinum ini
bergerak dari ujung yang paling positif yaitu sangat senang sampai dengan ujung
yang paling negative yaitu sangat tidak senang. Suatu perasaan apakah itu
senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, lega atau tegang dll., timbul karena
adanya perangsang dari luar. Perangsang dari luar berbaur dengan kondisi sesaat
dari individu da membangkitkan sutu perasaan. Intesitas perasaan yang dihayati
seseorang pada suatu saat bergantung kepada kuat atau lemahnya
perangsang-perangsang yang datang, kondisi sesaat, serta kesan. Oleh karena itu
perasaan sangat bersifat subjektif dan temporer artinya persaan antara orang
dengan orang lain berbeda-beda.
Meskipun perasaan itu bersifat subjektif dan temporer,
namun perasaan-perasaan tertentu muncul dari suatu kebiasaan seperti contoh;
orang Padang senang masakaan rendang yang pedas, orang Yogya senang gudeg yang
manis, orang Sunda senang sayur asam dan lalap sambal[14].
g. Gejala Jiwa Campuran.
Yang termasuk gejala jiwa campuran yaitu:
1) Perhatian,
yaitu konsentrasi atau aktivitas jiwa kita terhadap pengamatan, pengertian
dengan mengesampingkan yang lain.
2) Kelelahan,
semacam peringatan dari jiwa kita kepada jiwa dan rasa, yang sudah
mempergunakan kekuatan secara maksimal.
3) Saran, pengaruh
terhadap jiwa dan laku seseorang dengan maksud tertentu sehingga pikiran
perasaan dan kemauan terpengaruh olehnya, tanpa dengan pemikiran atau
pertimbangan[15].
[1] Lois Leahy, Manusia
Sebuah Misteri (Gramedia Utama : Jakarta, 1993), hal.77
[2] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja
Pemimpin Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990), Hal 10-13
[4] Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), Cet-2, Hlm. 22.
[14] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses
Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda karya, Hlm. 78
Tidak ada komentar:
Posting Komentar