Rabu, 19 September 2012

Sifat dan hakekat kejiwaan manusia



SIFAT DAN HAKIKAT KEJIWAAN MANUSIA
1.    Komponen Sifat dan kejiwaan Manusia
Hakikat kejiwaan manusia terwujud dengan adanya kekuatan-kekuatan serta aktivitas-aktivitas kejiwaan dalam diri manusia, yang semua itu menghasilkan tingkah laku yang lebih sempurna dari pada makhluk-makhluk lain.
Menurut John Amos Comenius, manusia mempunyai tiga komponen jiwa yang menggerakkan aktifitas jiwa-raga. Tiga komponen jiwa tersebut meliputi: syaraf pertumbuhan, perasaan dan intelek. Oleh karena itu dikatakan, bahwa manusia mempunyai tiga sifat dasar. yaitu:
a.    Sifat tumbuh-tumbuhan, adalah salah satu sifat yang menjadikan manusia tumbuh secara alami dalam lingkunganya berdasarkan prinsip-prinsip biologis. Sifat ini didukung oleh syaraf pertumbuhan
b.    Sifat hewani, yaitu sifat yang mendorong manusia berkeinginan untuk mencari keseimbangan hidup. Melalui inderanya, manusia menjadi sadar dan menuruti keinginan-keinginanya. Hal ini disebabkan adanya perasaan di dalam jiwa manusia.
c.    Sifat intelektual, yaitu sifat yang mampu membedakan baik atau buruknya suatu obyek, dan dapat mengarahkan keinginan dan emosinya. Sifat intelektual manusia inilah yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Dengan adanya sifat intelektual ini, manusia dilebihkan derajatnya dari makhluk-makhluk lain.
Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil membedakan manusia dari hewan. Meskipun antara manusia dengan hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya.
Bahkan beberapa filosof seperti Socrates menamakanmanusia itu Zoon Politicon (hewan yang bermasyarakat), Max Scheller menggambarkan manusia sebagai Das Kranke Tier (hewan yang sakit)[1] yang selalu gelisah dan bermasalah.
Secara garis besar, wujud sifat hakikat manusia dibagi menjadi delapan, yaitu :
a.    Kemampuan menyadari diri. Berkat adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia, maka manusia menyadari bahwa dirinya memiliki ciri khas atau karakteristik diri. Sehingga mempunyai kesadaran diri bahwa manusia mempunyai perbedaan dengan makhluk lainnya.
b.    Kemampuan bereksistensi. Kemampuan bereksistensi yaitu kemampuan menempatkan diri, menerobos, dan mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Kemampuan menempatkan diri dan menerobos inilah yang disebut kemampuan bereksistensi. Dengan kata lain, adanya manusia bukan “ber-ada” seperti hewan dikandang dan tumbuh-tumbuhan di dalam kebun, melainkan “meng-ada” di muka bumi.
c.    Kata hati (Consecience Of Man), adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang baik/benar dan yang buruk/salah bagi manusia sebagai manusia. Kata hati disebut pula hati nurani, pelita hati, dan sebagainya.
d.    Moral, disebut sebagai etika.
e.    Tanggung jawab.
f.      Rasa Kebebasan/merdeka adalah rasa bebas (tidak terikat oleh sesuatu) yang sesuai dengan kodrat manusia. Kemerdekaan berkait erat dengan kata hati dan moral. Yaitu kata hati yang sesuai dengan kodrat manusia dan moral yang sesuai dengan kodrat manusia.
g.    Kewajiban dan hak. Kewajiban merupakan sesuatu yang harus dipenuhi oleh manusia. Sedangkan hak adalah merupakan sesuatu yang patut dituntut setelah memenuhi kewajiban
h.    Kemampuan Menghayati Kebahagiaan.
2.    Kekuatan dalam Jiwa Manusia
Akal adalah gudang dan pengembang pengetahuan. Menurut John Locke (1632-1704), Akal mempunyai kekuatan-kekuatan vital untuk mengembangkan diri. Ada dua kekuatan akal manusia yaitu:
a.    Kekuatan berpikir
Kekuatan berfikir disebut pula sebagai pengertian. Menurut John Locke, segala peristiwa yang terjadi dalam akal dapat dikenal dan dikehendaki oleh manusia. Pengertian terjadi dari proses aktivitas pengamatan yang mencakup kegiatan mengindera, mengenal, menalar dan meyakini. Mengamati adalah memasukkan ide-ide dan konsep-konsep dari luar diri manusia kedalam kesadaran dengan menggunakan berbagai macam cara. Pengertian memerlukan keterlibatan daripada enam kekuatan manusia, yang meliputi:
1)    Mengamati/pengamatan,
2)    Mengingat/ingatan,
3)    Imajinasi,
4)    Kombinasi aktivitet psikis,
5)    Abstraksi/pikiran, dan
6)    Pemakaian tanda atau simbolisasi.
b.    Kekuatan kehendak.
Manusia sering mengimajinasikan sesuatu tindakan yang berhubungan dengan suatu pilihan diantara berbagai alternative. Ada dua hal yang harus dibedakan, yaitu antara kemauan dengan keinginan. Kemauan adalah kekuatan untuk memilih sesuatu keadaan atau tindakan di masa sekarang. Sedangkan keinginan adalah ide refleksif yang melibatkan sesuatu keadaan di masa mendatang. Meskipun kemauan tidak sama dengan keinginan, namun keduanya berhubungan erat. Adanya kemauan, karena menentukan pilihan diantara dua keinginan atau lebih[2].
Plato (428-348 SM) mengungkapkan, bahwa jiwa manusia terdiri atas tiga kekuatan, yaitu:
a.    Akal adalah bagian jiwa manusia yang merupakan kekuatan untuk menemukan kebenaran dan kesalahan. Dengan akal, manusia mampu menentukan arah dan pijakan untuk melangkah mencari kebenaran dan jalan terang dalam mengarungi bahtera kehidupan. Misalnya mengetahui bahwa psikologi pendidikan adalah mata kuliah yang menyenangkan.
b.    Spirit adalah kekuatan untuk menjalankan gagasan-gagasan yang telah diputuskan oleh akal melalui pemilihan berbagai alternatif gagasan. Spirit merupakan kekuatan penggerak kehidupan pribadi manusia. Misalnya rasa senang terhadap psikologi pendidikan menjadikan sebuah keinginan untuk mempelajarinya.
c.    Nafsu, merupakan kekuatan paling kongkrit dalam diri manusia, yang terbentuk dari segenap keinginan dan selera yang sangat erat berhubungan dengan fungsi-fungsi jasmaniah. Misalnya usaha mengikuti perkuliahan psikologi pendidikan yang didasari keinginan untuk mempelajarinya.
Sedangkan Jean Jacques Rousseau (1712-1778), mengemukakan bahwa kekuatan jiwa manusia ada lima, yaitu;
a.    Penginderaan terjadi apabila objek-objek eksternal berinteraksi dengan organ-organ indera.
b.    Perasaan sangat erat hubungannya dengan penginderaan
c.    Keinginan sangat erat kaitannya dengan perasaan senang atau tidak senang, cocok atau tidak cocok, setuju atau tidak setuju.
d.    Kemauan sangat erat hubungannya dengan keinginan.
Akal sebagai kekuatan penemu ide umum maupun kebenaran sesuatu ide, memiliki dua kapasitas yaitu pertama, kapasitas penalaran indera yang disebut “common sense”, penalaran indera memberikan ide tertentu tentang benda tertentu di alam sekitar. Kedua, kapasitas penalaran intelektual, bila dengan akal sehat menyimpulkan ide tentang suatu benda, maka setiap benda yang sejenis dapat dimasukkan kedalam ide umum itu[3].
3.    Aktivitas Kejiwaan Manusia
a.     Pengamatan
Mata merupakan indra penglihatan manusia yang berfungsi untuk mengamati segala sesuatu yang ada dalam lingkungan sekitar yang akan menciptakan adanya kesan dan tanggapan. Manusia merupakan makhluk yang aktif dalam merespon segala situasi lingkngan yang dilihatnya. Sehingga manusia secara normal akan selalu mencari objek-objek dalam lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya secara sadar  maupun secara tidak sadar. Makin baik daya reaksi terhadap lingkungan manusia akan makin banyak memiliki kesan (tanggapan)[4].
b.     Tanggapan
Tanggapan sebagai salah satu fungsi jiwa yang pokok, dapat diartikan sebagai gambaran ingatan dari pengamatan, ketika objek yang diamati tidak lagi berada dalam ruang dam waktu pengamatan. Jadi, jika proses pengamatan sudah berhenti, dan hanya tinggal kesan-kesannya saja, peristiwa demikian ini disebut tanggapan. Misalnya sekilas melihat Bapak Ka’anto, akan menimbulkan sebuah kesan seorang laki-laki, gagah, berambut pendek, dan sebagainya.  
Tanggapan terbagi menjadi dua, yaitu;
1)    Tanggapan di bawah sadar, atau tidak disadari, dan suatu saat bisa disadarkan kembali disebut “laten” (tersembunyi, belum terungkap)
2)    Tanggapan yang disadari disebut “aktual[5].
c.      Fantasi
Fantasi adalah daya jiwa untuk membentuk atau mencipta  tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan tanggapan yang sudah ada[6]. Fantasi sebagai kemampuan jiwa manusia dapat terjadi dalam dua keadaan, yaitu;
1)     Secara disadari, yaitu apabila fantasi terjadi secara sadar. Hal ini banyak ditemukan pada seorang pelukis, dan pemahat.
2)     Secara tidak disadari, yaitu bila individu tidak secara sadar telah dituntut oleh fantasinya. Keadaan semacam ini banyak dijumpai pada anak-anak[7].
d.     Ingatan
Ingatan merupakan proses langsung dalam mengangkat kembali informasi yang pernah diterima dalam kesadaran[8].
Ingatan adalah suatu daya jiwa kita yang dapat menerima, menyimpan dan mereproduksikan kembali pengertian-pengertian atau tanggapan-tanggapan kita.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi ingatan:
1)    Sifat perseorangan
2)    Keadaan diluar jiwa (alam sekitar atau lingkungan, keadaan jasmani)
3)    Keadaan jiwa (kemauan, perasaan).
4)    Umur.
Macam-Macam Ingatan:
1)     Daya ingatan mekanis, artinya daya ingatan itu hanya untuk kesan-kesan pengindraan.
2)     Daya Ingatan logis, artinya daya ingatan itu hanya untuk kesan-kesan yang mengandung pengertian[9].
e.      Berfikir
Berfikir merupakan salah satu pilihan manusia untuk mencoba memperoleh informasi. Dengan berfikir, manusia dapat belajar dengan melakukan trial and error secara intelektual.
Proses menerima, menyimpan, dan mengolah kembali informasi, (baik informasi yang didapat lewat pendengaran, penglihatan atau penciuman) biasa disebut “berfikir”. Berfikir adalah media untuk menambah perbendaharaan/khazanah otak manusia. Manusia memikirkan dirinya, orang-orang di sekitarnya dan alam semesta.
Dalam berfikir, seseorang menghubungkan pengertian satu dengan pengertian lainnya dalam rangka mendapatkan pemecahan persoalan yang dihadapi. Dalam pemecahan persoalan, individu membeda-bedakan, mempersatukan dan berusaha menjawab pertanyaan, mengapa, untuk apa, bagaimana, dimana dan lain sebagainya[10].
f.       Perasaan.
Perasaan merupakan gejala psikis yang bersifat subjektif yang umumnya berhubungan dengan gejala mengenal dan dialami dalam kualitas senang atau tidak senang dalam berbagai taraf[11].
Perasaan merupakan suatu keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang dialami dengan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan bersifat subjektif[12].
Menurut Prof. Hukstra, Perasaan adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mempertimbangkan dan mengukur sesuatu menurut rasa senang dan tidak senang[13].
Perasaan seperti halnya emosi yaitu merupakan suasana batin atau suasana hati yang membentuk kontinum atau garis. Kontinum ini bergerak dari ujung yang paling positif yaitu sangat senang sampai dengan ujung yang paling negative yaitu sangat tidak senang. Suatu perasaan apakah itu senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, lega atau tegang dll., timbul karena adanya perangsang dari luar. Perangsang dari luar berbaur dengan kondisi sesaat dari individu da membangkitkan sutu perasaan. Intesitas perasaan yang dihayati seseorang pada suatu saat bergantung kepada kuat atau lemahnya perangsang-perangsang yang datang, kondisi sesaat, serta kesan. Oleh karena itu perasaan sangat bersifat subjektif dan temporer artinya persaan antara orang dengan orang lain berbeda-beda.
Meskipun perasaan itu bersifat subjektif dan temporer, namun perasaan-perasaan tertentu muncul dari suatu kebiasaan seperti contoh; orang Padang senang masakaan rendang yang pedas, orang Yogya senang gudeg yang manis, orang Sunda senang sayur asam dan lalap sambal[14].
g.     Gejala Jiwa Campuran.
Yang termasuk gejala jiwa campuran yaitu:
1)  Perhatian, yaitu konsentrasi atau aktivitas jiwa kita terhadap pengamatan, pengertian dengan mengesampingkan yang lain.
2)  Kelelahan, semacam peringatan dari jiwa kita kepada jiwa dan rasa, yang sudah mempergunakan kekuatan secara maksimal.
3)  Saran, pengaruh terhadap jiwa dan laku seseorang dengan maksud tertentu sehingga pikiran perasaan dan kemauan terpengaruh olehnya, tanpa dengan pemikiran atau pertimbangan[15].



[1] Lois Leahy, Manusia Sebuah Misteri (Gramedia Utama : Jakarta, 1993), hal.77
[2] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990), Hal 10-13
[3] DR. H. Syaiful Sagala, M.Pd., Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2005) Hlm. 123
[4] Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), Cet-2, Hlm. 22.
[5] Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) Hlm. 68
[6] M.Ishom Ahmadi, Ya Ayyatuha An Nafsu Al Muthmainnah, (Yogyakarta: SJ Press, 2009) Hlm. 70
[7] Abu Ahmadi, Op-Cit,. Hlm. 81
[8] Syaifuddin Azwar, Psikologi Inteligensi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2002) Cet-3, Hlm. 29.
[9] Agus Sujatno, Psikologi Umum, (Jakarta: Bumi Aksara,1993) Cet-9, Hlm. 41-42.
[10] Abu Ahmadi, Op-Cit., Hlm. 83.
[11] Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Grafindo Graha Persada, 2006) Hlm.66.
[12] Abu Ahmadi dan M. Umar , Psikologi umum edisi revisi, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1992) Hlm. 59
[13] Agus Sujanto, Psikologi Umum. (Jakarta: Bumi Aksara, 1979) Hlm. 75
[14] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda karya, Hlm. 78
[15] Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Ibid., Hlm, 40-41

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang hebatnya mengaji

Tentang hebatnya mengaji Ilmu Agama laksana air hujan menembus bumi, orang alim yang mengamalkan ilmunya laksana bumi yang subur. Orang yang...